Akhirnya Duta, si Bungsu, terbang sendiri juga. Hatiku berdesir melihat badan mungilnya masuk ke tempat boarding bersama anggota kontingen Catur DKI Jakarta lainnya.
Rabu, 10 Oktober 2018, Duta berangkat ke Banda Aceh untuk mengikuti Kejurnas Catur 2018. Duta menjadi salah satu wakil DKI Jakarta karena berhasil menjadi juara pertama KU-11 pada Kejurda Catur DKI Jaya.
Karena ini pengalaman pertama Duta terbang sendiri untuk bertanding dalam waktu yang cukup lama, aku dan mas Aar memutuskan ada di antara kami berdua yang berangkat menemani perjalanan ke Banda Aceh. Yang berangkat akhirnya aku (Lala).
Untuk memuluskan proses Duta, kami merencanakan terbang dengan pesawat yang sama. Setelah mendapatkan informasi jadwal keberangkatan pesawat, aku memutuskan langsung memesan tiket pesawat yang sama, pulang-pergi.
Ternyata, tim DKI Jakarta membuat perubahan tanpa setahuku. Tiket tidak jadi dibeli karena masih ada perubahan-perubahan anggota tim. Dan… tiket yang akhirnya dibeli ternyata berbeda. Jadwal keberangkatan menggunakan Garuda pukul 12.00 berubah menjadi Batik Air pukul 07.45.
Oh my God. Di sinilah drama dimulai, hehehe…
***
Merefleksikan Pendidikan Tuhan
Sambil menunggu pesawat yang akan terbang pukul 12.00, aku duduk di Coworking Space bandara Soekarno Hatta terminal 3 sambil merenungi cara Tuhan mendidik Duta secara langsung.
Dari tiga bersaudara, Duta paling pemalu dan kurang lancar berkomunikasi. Tubuhnya yang kecil dan rentan sakit dibanding kedua kakaknya membuatku lebih protektif kepadanya. Rasanya aku selalu ingin memudahkan langkahnya untuk memastikan dia baik-baik saja.
Tapi yang kita rencanakan dan lakukan tidak selalu selaras dengan rencana Tuhan. Walaupun aku percaya bahwa Tuhan punya rencana yang terbaik untuk mendidik anak-anak kita (dan kita) melalui peristiwa-peristiwa kehidupan yang dijalaninya, terkadang peristiwa-peristiwa itu mengejutkan juga.
Seperti yang terjadi dengan Duta dengan caturnya.
Kami tak menyangka Duta berhasil menjadi juara pertama KEJURDA DKI bulan September lalu. Padahal Duta baru belajar catur kurang dari 2 tahun. Itupun sebagian besar proses belajarnya dilakukan secara online.
Dan karena menjadi juara pertama, Duta berhak dikirim ke Aceh untuk mewakili DKI Jakarta dalam Kejurnas PERCASI 2018 selama 1 minggu. Ini adalah hal yang membahagiakan sekaligus menggentarkan bagi Duta karena dia sekaligus mengalami banyak hal baru.
Yang pertama dia pertama kali terbang tanpa orangtua. Dia merasa belum akrab dengan teman-teman di timnya. Duta tak mudah makan kecuali yang dikenalnya. Kalau makan tidak suka pedas, sementara makanan di Aceh kabarnya penuh rempah dan pedas. Duta butuh kenyamanan untuk mendapatkan tidur berkualitas. Dan paling menggentarkan adalah Duta memiliki sedikit masalah dengan keterampilan berkomunikasi secara verbal, terutama dengan orang baru.
Saat mendengar aku berangkat menemani, Duta langsung merasa tenang. Apalagi setelah aku memastikan memesan tiket pulang pergi Jakarta-Banda Aceh.
Tapi begitu tahu bahwa jadwal keberangkatan tim berubah dan dia terpisah pesawat denganku, Duta langsung panik.
“Aku mau sekamar sama Ibu,” kata Duta setelah tahu bahwa dia sudah pasti tidak satu pesawat denganku.
“Kita lihat nanti ya, kayaknya yang kali ini nggak bisa sekamar deh. Soalnya sudah ada daftar jatah kamarnya.”
“Tapi nanti aku nggak bisa tidur. Kalau aku sesak nafas gimana?”
“Kalau sesak kamu ke kamar ibu, nanti ibu terapi”
“Terapi sampai aku ketiduran ya di kamar ibu?”
… ah Duta, dasar pecatur. Ada aja akalnya
Perlahan-lahan kami mengobrol dan memastikan Duta merasa nyaman dengan pengalaman pertamanya bertanding catur di luar kota.
***
Menikmati Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta
Pesawat Duta berangkat pukul 7.45. Ada waktu cukup lama sebelum pesawatku berangkat di pukul 12.00 yang membuat aku bisa santai menikmati suasana terminal 3 Bandara Soekarno Hatta.
Semakin canggih dan nyaman euy bandara ini. Titik check-in mandiri makin banyak, toilet sangat bersih dan jumlahnya juga tersebar di banyak tempat. Ada body scan seperti di film-film, di mana kita masuk ke dalam kapsul kecil dan kemudian discan semua bagian tubuh secara langsung.
Mungkin karena aku di sini pagi hari, di tengah minggu pula, jadi bandara rasanya lapaaaaaang banget. Banyak orang tapi terasa amat lapang.
Dan karena aku pergi sendiri, aku jadi lebih bisa memperhatikan banyak hal. Seperti aku baru sadar kalau ada Coworking Space gratis & nyaman dengan fasilitas WIFI yang cepat. Aku sempat menulis dan membuat materi ringan untuk RumahInspirasi di sini. Mantap!!
***
Drama Koper Berbalut Plastik
Ada sedikit drama sebelum check in tadi. Karena sudah lama aku tidak terbang sendirian, aku tidak terlalu alert kalau ada batasan berat bawaan yang boleh masuk ke kabin. Untuk masuk kabin, maksimal hanya 7 kg. Waktu aku timbang, ternyata ranselku beratnya 9 kg. sementara koperku 11 kg. Waaa… langsung panik.
Padahal rencanaku aku pengin membawa kedua tas itu masuk ke kabin. Ransel itu berisi laptop dan beberapa perlengkapan praktis. Koper juga sebenarnya mungil dan menurut perkiraanku bisa dibawa ke kabin. Ternyata keduanya bahkan tidak bisa masuk kabin.
Akhirnya aku keluarkan sebagian bawaan di ransel dan aku gabung dengan koper dengan plastik pengaman. Rasanya bersalah sekali melihat tasku dibungkus banyak plastik seperti itu. Menyesal tidak membaca petunjuk dengan benar dan kurang pandai merencanakan barang yang dibawa.
Yang membuat aku membawa tasku berisi barang agak banyak karena aku juga membawa barang Duta. Barang Duta sebagian kubawa supaya Duta hanya membawa ransel berisi snack, ipad dan papan catur.
Aku juga berniat menghindari bagasi dengan membawa koper kecil. Tapi dari pengalaman ini aku belajar, sepertinya lebih baik bawa koper besar saja untuk berdua karena toh tetap harus masuk bagasi juga.
Sayangnya aku terpisah dengan Duta. Kalau nggak, banyak pelajaran dan hal menarik di Bandara ini yang bisa menjadi bahan obrolan kami. Dari mulai beragam jenis pekerjaan yang mungkin baru Duta lihat, hingga aneka fasilitas menarik yang tersedia di terminal 3 bandara Soetta ini.
***
Menjelang keberangkatan tadi pagi, Duta kelihatannya sudah lebih tenang. Ada pak Syaiful, pelatih catur yang sudah dikenalnya dengan baik yang akhirnya juga berangkat ke Aceh.
Tempat duduk Duta juga diatur berpasangan dengan Steven Tan yang berangkat dengan papanya. Paling tidak ada yang betul-betul memastikan Duta duduk di dalam pesawat dan ikut terbang ke Aceh.
Sekarang pukul 11.44. Kapalku delay 30 menit.
Apa kabar tim DKI Jaya ya? Sudah sampai Banda Aceh kah mereka? Kalau dari jadwal harusnya 10.35 mereka sudah sampai Aceh. Tapi sampai sekarang belum ada update di grup Kejurnas. Aah, tak sabar ingin segera berpetualang bersama Duta di Aceh.