Belajar membangun budaya syukur

Pendidikan adalah menyediakan lingkungan yang kondusif. Pendidikan adalah membangun kebiasaan baik pada anak-anak. Itulah diantara prinsip-prinsip pendidikan yang kami jalani, selaras dengan model unschooling dan pemikiran Charlotte Mason.

Sementara itu, prinsip dasar spiritual yang melandasi praktik keseharian kami adalah ikhlas dan syukur. Kedua prinsip itu berusaha kami praktekkan dalam kehidupan sehari, walaupun tentu saja kami masih sering terantuk-antuk saat mempraktekkannya. Tapi kami terus berusaha menghadirkan ikhlas dan syukur dalam inti diri kami.

thankful02

Berlatih Bersyukur

Terinspirasi dari buku “The Magic” karya Rhonda Byrne, beberapa hari terakhir ini kami mencoba untuk membawa rasa syukur ke dalam praktik yang lebih praktis, bukan hanya melalui keteladanan dan sikap keseharian. Kami mencoba melatih diri dan anak-anak untuk mengucap syukur secara lebih detil.

Kelihatannya ini adalah hal yang mudah, tetapi ternyata tidak juga. Pikiran pesimis dan negatif berkelebatan. Ketidakpuasan melintas di hati dan pikiran.

Aku butuh berlatih agar terbiasa mengenali hal-hal yang aku syukuri satu-persatu serta mengungkapkan dengan tulus dan jelas dari hati tentang rasa syukur itu.

Awalnya aku memulai dulu. Belajar membiasakan diri menuliskan dan mengucapkan 10 hal yang aku syukuri.

Dua hari yang lalu, kami memulai proses belajar ini bersama Duta menjelang tidur malam. Kami mencoba menyebutkan rasa syukur yang kami alami hari itu. Masing-masing diantara kami menyebutkan 10 hal yang disyukuri. Hanya bersyukur saja, tanpa memohon dan meminta sesuatu.

Aku memulainya dengan memberi contoh pada Duta.

“Tuhan, kami bersyukur hari ini karena kami semua sehat. Terima kasih Tuhan.
Terima kasih atas keluarga yang baik dan saling mencintai. Terima kasih Tuhan.
Terima kasih atas rezeki hari ini sehingga kami bisa makan dengan lezat. Terima kasih Tuhan.”

Dan seterusnya hingga 10 hal yang bisa disebutkan sebagai ungkapan rasa syukur.

Selanjutnya Duta gantian yang melakukannya.
“Terima kasih Tuhan, Duta bersyukur punya rumah yang enak dan tidak bocor.
“Terima kasih Tuhan, Duta punya baju yang tidak robek.
“Terima kasih Tuhan, tadi Duta makan telor.
Dan seterusnya.

***

Membangun Kebiasaan Bersyukur

thankful01

Sebagai bagian dari proses membangun kebiasaan baik, kami mencoba mempraktekkan kebiasaan bersyukur ini di keluarga kami. Pagi hari, belajar menyebutkan 5 rasa syukur yang dirasakan. Malam hari menjelang tidur, kami bergantian belajar menyebutkan 10 hal yang kami syukuri hari ini.

Proses ini masih sangat awal, tapi kami bersyukur memulai proses membangun kebiasaan baik ini bersama anak-anak.

Yang menantang dari proses ini adalah menghadirkan hati, agar apa yang kami ucapkan bukan hanya ritual lisan saja, tetapi betul-betul terlahir dari dalam hati.

Mudah-mudahan kami bisa konsisten dalam proses ini, demi kebaikan diri kami sendiri maupun energi yang terpancar ke sekitar kami. Mudah-mudahan, kegiatan bersyukur ini menjadi bagian dari diri kami dan sikap hidup kami untuk selalu mampu melihat kebaikan-kebaikan yang tercurah dalam kehidupan kami, apapun kondisi yang sedang kami alami.

3 thoughts on “Belajar membangun budaya syukur”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.