Bulan Juli kemarin kami membeli laptop. Ada kebutuhan laptop untuk kerja karena kami terkadang tak ada di rumah dan puji syukur sedang ada dana. Dalam pembelian, kami menggunakan proses dan kriteria sebagai berikut:
a. Kami butuh laptop untuk bekerja
Kami membutuhkan laptop untuk bekerja sehari-hari. Selain pekerjaan kantor (MS Office), kami butuh untuk koneksi ke Internet, dan sedikit pengolahan grafis. Rencana penggunaan itu membuat kami memilih kategori notebook (bukan netbook). Netbook tidak sesuai dengan kebutuhan karena keyboardnya kecil (nggak enak buat ngetik lama), tak ada DVD writer, dan kemampuannya terbatas (berat untuk pekerjaan grafis). Tapi kami juga tak butuh yang terlalu canggih karena tak menggunakan laptop ini untuk editing musik atau video.
b. Budget di kisaran 7 juta
Karena memilih notebook, kami menentukan budget di kisaran Rp 7-8 juta. Penginnya dengan harga itu sudah termasuk Operating System yang original (kami sedang berusaha memakai software yang original) dan prosesor Core2Duo (kami menghindari Dualcore yang sudah hampir lewat masanya).
c. Kami terbuka terhadap merek apapun
Kriteria utama kami adalah budget. Kami terbuka terhadap merek apapun, yang penting cocok. Setelah browsing di Internet, beberapa merek lokal tersingkir dari kriteria karena modelnya jadul, walaupun harganya relatif lebih murah.
Dari proses pencarian, beberapa kandidat sudah masuk, antara lain Dell dan Toshiba. Kami kemudian mencari review dari para pemakai seri laptop yang kami taksir.
Pas kami sedang ke TB Gramedia, kebetulan ada pameran laptop Toshiba. Kami naksir salah satu modelnya yang harganya sekitar Rp 7.7 juta (Core2duo, 2GB RAM, Vista Home Basic, tanpa kamera). Setelah melihat laptop itu, ternyata kami jadi pengin juga laptop yang ada kameranya. Jadilah kamera menjadi salah satu kriteria tambahan kami.
Kami sempat datang ke pameran PRJ, salah satu kandidat kami adalah Dell Studio 14. Sayangnya penjaga standnya tidak informatif (sehingga mengurangi kepercayaan tentang produknya). Apalagi, kami dapat informasi dari teman bahwa sparepart laptop Dell tidak terlalu mudah karena masih diimpor dari Amerika.
d. Pergi ke Mangga Dua Mall
Dari informasi yang kami peroleh selama beberapa minggu melakukan perburuan laptop, akhirnya kami pergi ke Mangga Dua Mall. Di Mangga Dua Mall dan Dusit Mangga Dua (yang berada di sebelahnya), kami datang dengan sebuah pertanyaan spesifik kepada penjualnya: “Kalau saya punya budget sekitar 7 juta, produk apa yang tersedia buat saya?”
Dari jawaban terhadap pertanyaan yang kami ajukan, akhirnya pilihan kami mengkristal ke laptop HP dv series yang baru dikeluarkan oleh HP. Nama lengkapnya HP Pavilion dv2-1003 – Black. Prosesornya AMD (bukan Intel) dan di bawah Core2Duo, tetapi spesifikasi keseluruhannya memenuhi kriteria kami.
Spesifikasinya: prosesor AMD Neo MV40, RAM 2 GB, HD 320GB SATA, Windows Vista Home Premium, memori grafis dedicated (VGA ATI Radeon 3410, 512MB), layar 12” (di antara netbook dan notebook), DVD eksternal support blu-ray movies, dan ada kameranya. Kami sangat suka desainnya secara keseluruhan dan setelah mencoba keyboardnya juga suka. Tidak selebar notebook, tapi masih cukup nyaman untuk dipakai mengetik 10 jari.
Setelah “mengadu” antar toko, kami dapat harga Rp 8 juta. Walaupun berada di batas atas budget, dalam hitungan kami harganya relatif murah; sebab setelah dipotong voucher Gramedia (Rp 300rb), harga Vista Home Premium dan DVD eksternal (yang kami rencanakan untuk beli), notebooknya sendiri tak sampai Rp 6 juta.
Begitulah pengalaman kami membeli laptop alias notebook.
5 thoughts on “Pengalaman pribadi membeli laptop”
Mas Aar,nedyasafira datang lagi nih,masi ingat ga…?uda lama ga berkunjung nih,mas uda hebat sekarang ya…uda bikin websites lain lagi.Oya mas blog nedyasafira uda aku format semua,abis susah mas ko nulis artikel.abisin banyak waktu pake ke warnet lagi kadang-kadang sampe pagi kn rugi besar mas,itu aku karena gada laptop mas,satu lagi nedyasafira dari Aceh ni mas..
Halo Nedya, saya sudah lihat blog Anda. Selamat dan sukses ya.. 🙂
Kalau pemakaian laptop nyaris 18 jam sehari itu oke nggak mas? soalnya saya pakai laptop gantian sama abang saya kadang2 itu laptop cuma istirahat 3 jam aja. itu gimana mas?
Bagusnya di ruang AC atau pakai kipas luar supaya laptop tidak terlalu panas 🙂
Menurut saya sih tetap rawan over heat mas, 18 jam sehari gila … AC-nya kudu kenceng !