Pasar Seni ITB

Capek tapi senang. Jam 10 kemarin, Dimas (adikku) tiba-tiba masuk ke ruang kerja dan berkata, “yuk, sebentar lagi kita berangkat!”.. WHAT??

Aku pikir kita nggak jadi pergi ke ITB karena semalam Dimas pulang jam 1an dan kalau dilihat dari statusnya jam 4 masih depan komputer.

Jadilah, begitu Dimas tiba-tiba bilang dia jadi berangkat, harus berangkat malah (sebagai almamater FSRD) langsung, bruk bruk bruk siapin bekal, baju, dll.

30 menit kemudian kita sudah otw ke Bandung. Anak-anak senang, Duta seperti biasa menikmati aneka mobil yang melintas.

Kami berangkat dengan mental siap bertemu macet dan kumpulan manusia. Jadi dari awal mindsetnya sudah hari berpetualang. Tapi mungkin karena expect less, we get more!!

Menjelang pintu tol Bandung, anak-anak mulai aku suapi makan siang. Lep lep lep, seluruh bekal makan siang habis sekejap seperti masuk celengan. Kami sempat beli opak yang dijajakan di dekat pintu tol yang tipis dan renyaaah sekali (huhu… coba beli banyak).

Mendekati ITB jalan mulai macet, kami lalu putar otak mau parkir dimana yang nggak perlu jauh jalan kakinya. Akhirnya kita mampir ke sebuah coffeshop dekat ITB lalu nyemil & minum-minum dulu di situ biar afdol kalau numpang parkir. Xixi, lancaaar..

Sampai di ITB suasananya riuh rendah. Baragam manusia tumplek blek di sana. Dimas langsung bergabung dengan teman-temannya, sementara aku sekeluarga mulai berjalan menikmati pameran.

Dari ketiga anakku, Tata yang terlihat paling menikmati. Tata itu memang suka prakarya dan benda-benda kerajinan tangan. Jadi kami berjalan cukup pelan karena menemaninya menikmati benda-benda yang ada di stan. “Mom, this one is cute.. aa that one cute too, aaa that one even better. Look, this one is wonderful… bla bla bla bla”. Sementara aku dan Tata melewati stan perlahan, Yudhis, Duta dan mas Aar sudah menunggu sambil duduk-duduk di atas deretan motor gede.

Yudhis baru berteriak ketika melihat patung wajah di tanah yang mirip dengan yang baru saja dia lihat kemarin dalam film Mission to Mars. “Wah bu, persis sekali!” teriak Yudhis.

Kalau Tata tertarik dengan melihat aneka benda seni yang ada, Yudhis ternyata lebih tertarik pada struktur gedung ITB itu sendiri. Mungkin karena dia tertarik dengan “building”. Percakapan pun berkembang dengan 2 alur yang berbeda. Aku dan Tata membahaskan tentang aneka seni rupa yang ada di pameran, Yudhis dan bapaknya membahaskan tentang Gedung ITB beserta isinya.

Setelah puas jalan-jalan, kami pun istirahat dan berburu makanan. Lebih tepatnya, mereka istirahat dan aku ngantri beli makanan, hehehe. Wuah, ini dia baru kerasa padet. Hampir seluruh tenda ngantri panjang. Karena anak-anak sudah kenyang makan bekal, mereka cuman mau ngemil sosis panggang saja. Mas Aar yang pesan nasi dengan ca daging sapi.

Rasanya betul-betul seperti piknik. Kami makan & minum, sementara Duta terlelap di pangkuan mas Aar. Istirahat selesai setelah Tata menghabiskan es lilinnya.

Perjalanan dilanjutkan. Tiba-tiba Tata membisikkan ke telingaku, “I can’t wait, I wanna draw something”.. xixixi… Rupanya anak itu “gatal” lihat stan-stan lukisan yang kami lewati. Dia terus berkata, “woow, nice. Wooow, how can I make it?”. Lalu dia membisikkan lagi, “Mom, that’s for sale?”. Wah, nggak nyesel deh bawa Tata ke sini, dia betul-betul menikmati aneka benda seni yang ada di sana.

Aneka pertanyaan seputar seni pun keluar dari mulutnya. Dari matanya aku juga melihat bahwa banyak hal yang dia serap hari itu. Direct expose memang memberikan efek lebih cepat daripada sekedar teori.

Kami pun istirahat lagi di sebuah tempat yang (anehnya) cukup sepi. Hanya ada beberapa pengunjung. Di kemudian aku baru tahu kalau tempat itu memang “bukan untuk umum” hahaha.. pantes sepi, untung nggak diusir, hehe.

Di tempat ini anak-anak lebih happy lagi. Mereka lari kejar-kejaran dan guling-guling dari atas ke bawah. Sementara aku, tidur-tiduran di bawah pohon. Naaah, ini bener-bener piknik. Anginnya enak, mataharinya cerah tapi tidak panas, perut kenyang, anak-anak main sendiri, huaah, tinggal tidur. Hehehe..

Sayang, waktu cepat sekali berlalu. Nggak kerasa sudah jam 5. Agak bingung juga karena tidak ada SMS balasan dari Dimas untuk tempat ketemuan. Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan ke arah kampusnya Dimas. Eeh.. di jalan ketemu dengan mbak Yanti, mas Mursyid dan mbak Rini serta anak-anak mereka. Huuah, akhirnya ketemu sama HSer bandung euy, lumyaaan.

Kami sempat ngobrol sebentar sebelum akhirnya mas Aar bilang kalau ada SMS dari Dimas yang menyatakan dia sudah sampai di mobil. LHOO??

Terrrnyataaa, kata Dimas area PS-ITB itu memang dijammed sengaja sama panitia. Alasannya, supaya orang “kembali” seperti jaman dulu. Berkomunikasi tatap muka, janjian secara manual dan nggak terus-menerus ngeliatin HPnya. Huhu… bilang2 kenapa? Kata Dimas lagi, “eh, ada mbak di brosurnya. Aku juga lihat komiknya yang menjelaskan tentang itu”.. halah, tapi apa para pengunjung tahu ya? Harusnya ada papan besar bergambar HP dicoret baru tuh orang ngeh. Ya nggak??

Katanya sih nggak semua, jadi untung-untungan ajalah. Aku juga sempat bisa upload foto anak-anak makan sosis di FB (walau setelah itu nggak bisa2 lagi), makanya aku mana berfikir kalau tempat itu dijammed sinyal HPnya.

Yang pasti, nggak nyesel pergi ke PS-ITB. Walau berangkatnya super mendadak, tapi semua berjalan lancar. Terima kasih Tuhan atas hiburanMu hari ini, terima kasih Dimas, kapan-kapan nebeng lagi ya… hehehe..

(seperti biasa, foto2 ada di FB ^_^)

3 thoughts on “Pasar Seni ITB”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.