Keputusan Dalam Dilema Nilai

Setiap individu dan keluarga memiliki nilai-nilai yang dianggap penting. Demikian pun kami. Dan hari ini kami sedang menghadapi dilema, memilih satu nilai diantara nilai-nilai yang berbeda tingkat kebenarannya.

Aku ingin menuliskannya sebagai sebuah sharing. Bukan untuk menghakimi siapapun yang berbeda dengan kami. Tapi sebagai sebuah cerita, yang mudah-mudahan ada manfaat kebaikannya bagi semesta.

**

“Ada software bajakan Rosetta Stone, harganya 125 ribu!” kataku nyaris berteriak kepada Lala yang baru masuk ke ruang kerja. Rosetta Stone adalah software untuk belajar bahasa asing yang menurut mbak Ines sangat keren dan demikian pun menurut review-review yang aku baca di Internet.

Hanya saja software itu harganya mahal sekali. Untuk satu jenis bahasa, per level harganya sekitar Rp. 2.5-5 juta. Sementara harga software bajakan Rp 125 ribu itu sudah untuk 26 bahasa dengan seluruh level. Tentu saja murah, soalnya dia hanya jualan DVD dan ongkos mengcopy; tak ada kerja keras dan biaya melakukan riset, mencipta dan berkarya!

Lala hanya tersenyum.

“Memangnya aku tidak pengin punya software 3ds Max atau Maya?!” kata Lala yang sedang belajar membuat 3D di SecondLife. Dia sangat ingin mempunyai alat kerja yang enak agar bisa menghasilkan karya yang bagus. Software yang bagus adalah 3ds Max dan Maya, tapi harganya sangat mahal, puluhan juta. Jadilah akhirnya Lala belajar 3D menggunakan Blender, software open source.

**

Menghindari produk-produk bajakan adalah sebuah nilai yang menjadi pegangan kami sekeluarga. Kami merasa nyaman tumbuh dengan nilai-nilai itu yang menjadi pilihan kami dalam beberapa tahun terakhir ini.

Sebelumnya, kami hidup sebagaimana pada umumnya dan menggunakan produk-produk bajakan (CD/VCD/software) tanpa merasa bahwa hal itu adalah kesalahan. Tetapi proses spiritual yang kami alami kemudian “memaksa” kami untuk memilih produk-produk legal atau menggunakan open source sekalian kalau memang mau yang gratis.

Dalam proses kami beberapa tahun yang lalu, kami menerima logika spiritual bahwa menggunakan produk bajakan adalah serupa dengan mencuri. Mungkin derajatnya kurang. Atau mungkin sama saja dengan mencuri biasa. Yang membuatnya berbeda, mungkin karena kita mengeluarkan uang untuk membeli, jadi bukan sekedar mendapatkannya secara gratis sebagaimana model pencurian yang umum. Apalagi, semua itu dilakukan secara terbuka oleh banyak orang, di tempat umum, dan terbuka. Semua orang melakukannya!

Logika spiritual yang juga kami amini adalah pengajaran bahwa sebuah karya yang dipersembahkan untuk kebajikan semesta haruslah murni sejak hulu hingga hilir. Tak ada uang haram dan proses haram yang terjadi di dalamnya. Dan kemurnian itulah yang akan membukakan berkah Tuhan. Jadi, pertimbangan-pertimbangan praktis (uang, kemudahan, waktu, kerepotan, dsb) harus dikalahkan demi pertimbangan kesucian yang murni.

Tak mudah menghidupi dan menjalani nilai-nilai spiritual yang seperti itu. Tapi kami memilihnya dan berusaha menjadikannya sebagai diri kami.

Rasanya sakit sekali ketika pertama kali menjalani peralihan ini dengan  membakar CD/VCD bajakan yang kami miliki sebagai simbol komitmen awal kami menempuh jalan baru. Rasanya sungguh tak mudah harus memulai membeli produk-produk original yang harganya berlipat-lipat dari produk bajakan. Lala harus meninggalkan software musik bajakan yang untuk membelinya saja dia harus mengeluarkan uang Rp 600 ribu. Bahkan, pada waktu itu komputer kami sempat mati beberapa waktu karena kami harus mengumpulkan uang untuk membeli software asli.

Singkat kata, pada akhirnya kami berhasil melampaui proses itu. Perlahan, selama bertahun-tahun kami membuat bangunan baru dalam diri kami. Proses itulah juga yang kami terapkan dan ajarkan kepada anak-anak.

Dan yang luar biasa -menurut kami- adalah: kami seperti melihat bagaimana Tuhan bekerja meneguhkan kami agar setia dengan nilai-nilai itu. Tiba-tiba ada yang menyumbang sehingga Lala bisa membeli software musik. Nuendo, nama software musik itu, beberapa kali diupgrade dan kalau dibeli sekarang harga software barunya sudah lebih dari 30 juta. Demikian juga untuk urusan lain, kami seolah melihat tangan-tangan Tuhan bekerja memberikan apa-apa yang kami butuhkan.

Sebagian orang menyebutnya keberuntungan, sebagian lain menyebutnya rezeki. Kami suka menyebutkannya sebagai berkah dan karunia-Nya.

**

Aku tertarik dengan Rosetta Stone karena ingin memberikan bekal stimulus yang baik untuk anak-anakku dalam bidang bahasa. Apalagi, aku melihat bahwa Tata mempunyai potensi bahasa yang besar.

Ketika hari ini badanku panas dingin karena tertarik dengan software bajakan Rosetta Stone untuk proses belajar Yudhis dan Tata, Lala meneguhkan aku.

“Minta saja kepada Tuhan supaya diberikan uang untuk membeli software itu. Toch kita tidak butuh semua jenis bahasa. Kalau kita memang membutuhkannya, Tuhan pasti memberikannya kepada kita,” kata Lala.

Ya. Aku setuju dengan Lala. Akhirnya aku memilih untuk memenangkan nilai-nilai itu daripada kebutuhan praktis materi belajar untuk Yudhis dan Tata. Dan itu membuat hatiku lebih tenteram.

Aku tahu, pendidikan buat anak-anak bukan sekedar bagaimana membuat mereka cerdas dan terampil. Tetapi ada basic yang lebih penting yaitu moralitas yang dibangun dan dikuatkan sejak dini di keluarga melalui keputusan-keputusan etis yang kita buat sebagai orangtua.

Kami punya harapan agar anak-anak kami menjalani hidup yang diberkahi Tuhan. Dan untuk mendapatkan berkah Tuhan itu, adalah tugas kami sebagai orangtua untuk menghidupi mereka dengan segala sesuatu hal yang benar sehingga berkah Tuhan itu mengalir di dalam darah dan nafas mereka.

**

Tuhan,

Hamba bermohon ampun atas keinginan tak suci dan kegoyahan yang masih terbersit di dalam hati hamba. Semoga Engkau teguhkan kami semua di jalan kesucian sehingga dapat mengantarkan anak-anak yang Engkau titipkan kepada kami menjadi anak-anak yang Engkau berkahi hidupnya dan Engkau layakkan menjadi saluran berkah-Mu bagi semesta.

Amin.

11 thoughts on “Keputusan Dalam Dilema Nilai”

  1. salut salut saluuuut!
    semoga teguh dalam nilai yang dianut ya, mas aar dan keluarga.

    btw, saya juga tertarik dengan rosettastone.
    semoga sama2 diberikan rezeki untuk membelinya ya. aamiin 🙂

  2. Amin mbak…
    Atau, siapa tahu ada yang mau memberikan CD Rosetta Stone-nya yang tidak dipakai lagi, hehehe

    Kalau yg seperti ini kayaknya legal kan? hehehe masih pengin.. tapi tetap mau yg legal.. 🙂

  3. Pak Aar dan Bu Lala,

    Saya setuju sekali dengan prinsip anda sekeluarga, kami disini juga selalu mencoba mengunakan software opensource. Internet banyak sekali godaannya, lihat saja di thepiratebay. org (torrent), avaxhome. ws dan yang lokalan indowebster, banyak sekali link-link yang menyediakan bajakan. Tidak usah jauh-jauh, di kantor tempatku bekerja, hampir semua memakai software bajakan (walau saat ini sedang dicoba untuk memakai software opensource).
    Sekali lagi ini adalah nilai prinsip yang kita bangun. Teruskan prinsip ini di keluarga bapak, kami mendukung dan apresiasi sekali.

    BTW, kalau Bu Lala sedang belajar 3D silahkan lihat di http://www.sangguru. com ada banyak tutorial gratis yang benar-benar legal. Semoga membantu.

    rgds 😮

  4. Terima kasih mbak Retno,
    Semoga kita bisa saling menguatkan..
    Terima kasih juga untuk informasi mengenai situs sangguru. Kami sudah cukup lama mengenalnya dan memanfaatkan tutorial yg ada. Bahkan, sejak beberapa tahun yg lalu saat Yudhis belajar menggunakan Sketchup.. 😮

  5. Kok sama ya pengalaman keluarga Pak Aar dengan kami. Kami emmbakar semua CD2 yang bajakan, termasuk CD2 Jumpstart yang dibeli suami saya di Kambojo yang untuk Grade 1 sampai grade 6. Sayang sekali, sih, tapi dengan cara yang seperti itulah Tuhan membuka jalan bagi kami kepada berkat-berkatnya. Mungkin dulu kalau kami tidak membuang produk-produk ‘curian’ tersebut kami tidak bisa menikmati hati nurani yang bersih dan ya itu tadi, berkat-berkatNya yang kami sekarang nikmati…

  6. Amin. Terima kasih mbak Felicia untuk sharingnya yang meneguhkan. Proses ini tidak mudah dan terkadang terlihat “aneh”. Tapi kami juga bersaksi bahwa Tuhan membukakan banyak berkah-Nya begitu kami mampu melampaui itu. 🙂

  7. Sangat menginspirasi mas,

    Saya juga ingin sekali lepas dari software bajakan apalagi saya telah lama bekerja menggunakan software tersebut.

    Saat ini uang saya telah cukup membeli software original namun uang yg saya miliki ini adalah penghasilan dari software bajakan 🙁

    Apakah baik jika saya menggunakan uang tesebut untuk membelinya karena jika dipikirkan saya membalikkan apa yang pernah saya ambil?

    Terima kasih mas and Say no to PIRACY!

    Han

    1. Kalau menurut saya, lebih baik mulai saja mas. Walaupun tidak sempurna, niat baik dan tekad kuat niscaya akan berbuah baik bagi kita. Semoga. Amin. 🙂

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

belajar homeschooling

Pengantar
Legalitas
Sosialisasi
Kurikulum
Sumber Belajar
Komunitas
Kunci Berhasil
Keseharian

Buku Homeschooling

Sekolah ada model pendidikan yang paling umum di masyarakat, tapi bukan satu-satunya.

Buku ini sangat penting untuk orangtua yang sedang menimbang homeschooling, pendidik & pemerhati pendidikan, serta masyarakat yang ingin mengetahui konsep homeschooling dengan jelas.

artikel terbaru

tulisan lain