Pada waktu itu ada seorang anak, sebutlah namanya Anton. Pada masa kecilnya, dia tak ada bedanya dengan anak-anak sebayanya, senang bermain dan mengikuti apapun yang dipilihkan oleh orangtuanya. Dia belum bisa menilai, tetapi semua orang pasti tahu bahwa setiap orangtua pasti memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Suatu ketika Ibunya mengatakan bahwa sekarang sudah waktunya bagi Anton untuk bersekolah. Secara tidak sengaja dia mendengar perbincangan dari teman Ibunya yang mengatakan bahwa umurnya belum mencukupi untuk masuk sekolah. Dia tidak tahu apa yang terjadi, tapi dia mendengar Ibunya mengatakan,”Tidak apa-apa. Semua orang juga melakukannya.” Dan Anton kemudian bisa bersekolah.
Ketika sudah mulai besar, suatu saat Anton mendapat nasihat dari Ayahnya untuk menjadi anak yang jujur dan hebat, yang bisa menjadi kebanggaan keluarga. Tak berselang jauh dari nasihat itu, ada telepon yang masuk. Anton yang mengangkat dan kemudian memberikan telepon itu kepada Ayahnya. Usai telepon, Ayahnya memberikan pesan kepadanya. “Lain kali kalau ada telepon dari bank, bilang bahwa Ayah tidak ada.” Dalam kebingungannya, Anton bertanya mengapa dan dijawab Ayahnya. “Tidak apa-apa. Semua orang juga melakukannya.”
Ketika Anton berkendara bersama seorang pamannya, di depan lampu lintas yang menyala merah, sang paman dengan cepat melaju menerobos lampu lalu lintas dan kemudian berjalan melawan arus. “Supaya cepat dan tidak repot,” kata sang paman dan menambahkan,”Semua orang juga melakukannya.”
Ketika Anton mengikuti Ujian Akhir di sekolahnya, seorang guru mendekatinya dan menyodorkan secarik kertas berisi jawaban untuknya. Dalam pandangan ragu dan bingung, dia menatap gurunya seolah bertanya dan gurunya berbisik. “Tidak apa-apa. Semua orang juga melakukannya. Kami ingin kamu bisa lulus ujian.” Anton kemudian tersenyum menikmatinya.
Saat usia 18 tahun, Anton mengurus SIM agar bisa membawa motor dan mobil di jalan. Seorang yang mirip petugas mendatangi Anton dan menawarkan bantuannya agar bisa membuat SIM dengan cepat tanpa harus ikut ujian. “Tak perlu repot dan buang-buang waktu. Semua orang juga melakukannya.” Anton lalu menyerahkan uang kepadanya.
Anton kemudian melanjutkan kuliah. Di kuliah, adalah kebiasaan bagi teman-temannya untuk titip absen. Kalau ada yang tidak mau dititipi absen, mereka akan diolok-olok,”Jangan sok suci deh. Solider dong dengan teman. Semua orang kan juga melakukannya.” Anton ikut mengolok-oloknya.
Saat mengerjakan tugas kelompok untuk melakukan survey lapangan, Anton memimpin teman-temannya melakukan manipulasi data. Mereka mengarang sendiri data penelitian dan menggabungkannya dengan sampel data di lapangan. Anton juga melakukannya. “Tak perlu terlalu idealis. Semua orang juga melakukannya. Kita kan sudah tahu kesimpulannya?” Begitulah nasihat Anton untuk anggota kelompok yang tak mau memanipulasi data.
Setelah lulus kuliah, Anton bekerja dan mendapat tugas untuk berhubungan dengan para pejabat. Dia harus menghitung seberapa banyak uang yang harus dibagikan untuk para pengambil keputusan agar bisa memenangkan tender proyek. Pekerjaan itu sering mengesalkan Anton karena dia iri atas uang-uang mudah yang diterima para pejabat itu, sementara dia harus bekerja keras membanting tulang. Dia ingin mengurangi jumlah uang yang diberikan kepada para pejabat itu, tapi bosnya melarangnya. “Kalau kita melakukannya, kita tak akan mendapat proyek dan perusahaan tak akan berjalan. Sudahlah, ikuti saja permainannya. Semua orang juga melakukannya.”
Melihat betapa enaknya para pejabat yang menerima komisi proyek, Anton memilih keluar dari kantornya dan bertekad untuk menjadi pejabat. Dengan jaringan koneksi yang dimilikinya, dia mulai membangun karir. Perlahan tapi pasti Anton naik pangkat hingga menjadi pejabat pengambil keputusan. Anton merasa bahagia sekali dengan kedudukannya. Dia melakukan semua hal sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para pejabat terhadap perusahaannya dulu.
Sampai suatu ketika dia ditangkap dan didakwa melakukan korupsi. Berita tentang korupsi yang dilakukannya menghiasi media massa. Seluruh negeri mencacinya. Para anggota keluarga Anton merasa tercoreng kehormatannya. Ayah dan Ibunya datang menemuinya di penjara dan meratapi nasibnya.
“Kamu telah menghancurkan nama baik keluarga!” kata Ayahnya. “Padahal kami telah mendidikmu dengan baik dan tak pernah ada yang mengajarkan kamu untuk korupsi.”
Anton hanya tertunduk dan tidak menjawab kemarahan Ayahnya. Kepada Ayahnya dia hanya menjawab,”Semua orang juga melakukannya…”
**
Semua yang kita ratapi tentang negeri ini sebenarnya adalah buah dari peristiwa sehari-hari yang sering kita anggap sepele dan kita jalani.
Kalau kita mau, kita bisa berkontribusi memperbaiki yang besar dengan memperbaiki dari hal-hal kecil, dimulai dari diri kita sendiri dan keluarga kita.
Kita bisa memulai dengan menyatakan, “Tak semua orang melakukannya. Kita adalah diantaranya..”
4 thoughts on “Semua orang melakukannya”
100% setuju pak Aar!maka seharusnya setiap ada peristiwa terjadi kita mesti mengoreksi diri kita dulu sebelum memberi komentar ttg hal tsb
karakter dibentuk dari kebiasaan….maka kita kudu hati2 dgn kebiasaan yg akan kita bangun bersama keluarga terutama anak2 kita….salam kenalyah…
Wow…very inspiring article…
Setuju sekali dengan artikel ini pak Aar.
Menanamkan nilai-nilai yang baik kepada anak butuh kesabaran dan waktu yang panjang. Ditambahkan pengaruh pergaulan yang juga tak kalah besar. Dan hasilnya baru kita lihat saat anak-anak dewasa.