Hari Sabtu (28/9) yang lalu kami semua mengikuti kegiatan Sarasehan Suryo Mojopahit di Museum Nasional. Tema sarasehan adalah “Kebangkitan Kembali Peradaban Nusantara sebagai Landasan menuju Indonesia Raya dan Sumbangsihnya bagi Perdamaian Dunia.” Kegiatan ini merupakan bagian dari visi ibu Sulistina Sutomo (isteri Bung Tomo, pahlawan dan ikon 10 November di Surabaya).
Kebetulan, Eyang Putri diminta untuk menjadi Ketua Umum kegiatan ini. Maka, jadilah selama satu terakhir seisi rumah ikut membantu Eyang Putri menyukseskan kegiatan ini, termasuk Yudhis dan Tata.
Kami menyebut proses ini magang. Tapi kata Yudhis,”Kan aku bantuin Eyang Putri, bukan diajari.”
Hehehe… Yudhis dan Tata memang membantu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan Eyang Putri untuk urusan yang berkaitan dengan komputer. Secara khusus, Yudhis membantu mencetak alamat-alamat undangan yang dikirimkan. Proses ini membuatnya berkenalan dan belajar menggunakan “mail-merge” di MS Word. Sementara itu, Tata ikut membantu menyiapkan goodie bag untuk peserta webinar.
Belajar Melalui Panca Indera
Sepanjang proses persiapan acara, hal sebenarnya yang dipelajari anak-anak adalah proses tidak langsung. Mereka tidak diajari apa-ini apa-itu. Tetapi mereka belajar melalui “ambience”, percakapan-percakapan, dan kegiatan yang terus berlangsung setiap hari.
Pada hari-H, Tata membantu penerima tamu. Yudhis yang sudah lebih mengerti ikut mendengarkan di dalam ruang sambil main game. Mendengarkan obrolan orangtua sambil main game tentu bukan kondisi yang ideal untuk belajar. Tapi buat kami lebih baik membuatnya tertarik dahulu daripada memaksa dia untuk suka pada hal yang memang tak disukainya.
Tentu saja, di luar itu ada proses belajar melalui panca indera, menyerap suasana sarasehan dan secara visual belajar melihat tentang standar estetika acara.
Contemporary Painting Exhibition
Sambil menangani kebosanan Duta, kami kemudian bermain di museum nasional. Duta puas berlari-larian di halaman Museum Nasional yang luas. Sementara Tata langsung tertarik dengan kegiatan “melukis batik” yang disediakan gratis di museum.
Karena di museum nasional sedang ada pameran lukisan “2013 Chinese Contemporary Painting and Caligraphy Exhibition” kami pun bersama-sama menikmati lukisan-lukisan yang ada. Aku tidak tahu bagaimana mengajarkan apresiasi seni lukis. Jadi, kegiatan kami adalah “cuci mata”, menikmati aneka lukisan yang indah itu.
Perjalanan di museum sempat dilanjutkan ke dalam ruang museum nasional. Tata ingat bahwa dia pernah datang ke hall museum ini. Yang panik Duta karena dia melihat benda-benda aneh yang mungkin tak dimengertinya. Jadilah dia berlarian kesana-kemari dan minta keluar, hehehe..
Di museum itu kami mengalami insiden, Tata tiba-tiba datang dengan baju kotor pada bagian dada. “Aku kan lagi melukis. Terus ada orang yang menyenggol catnya sehingga tumpah ke badanku,” kata Tata dengan sedih bercampur ketakutan.
Yah, begitulah. Baju yang “rusak” adalah casualty alias korban dalam proses belajar ini. 🙂