Tanpa terasa, kita sudah berada di penghujung tahun. Tahun 2011 sudah akan lewat dan kita akan berganti menuju lembaran baru tahun 2012.
Berikut ini refleksi pribadiku mengenai serba-serbi homeschooling sepanjang tahun 2011 ini.
1. Edukasi homeschooling semakin membaik
Seiring perkembangan informasi mengenai homeschooling yang semakin marak, banyak orang yang semakin ingin tahu tentang homeschooling. Diperlukan usaha yang besar untuk mengedukasi masyarakat.
Masyarakat yang selama ini hanya mengetahui samar-samar, mendengar dari media massa, atau memiliki pandangan yang salah tentang homeschooling perlu diedukasi. Dan itu membutuhkan usaha dan kelapangan hati yang besar.
Proses edukasi tentang di tahun 2011 semakin berkembang. Seiring perkembangan Facebook, mulai ada grup tentang homeschooling “Indonesia Homeschoolers” dan “Home Educator“, melengkapi milis Sekolahrumah yang sudah ada sebelumnya. Juga ada grup yang membahas salah satu metode homeschooling berdasarkan pemikiran Charlotte Mason (Charlotte Mason Indonesia). Juga, mulai menggeliat grup & kegiatan yang dilakukan berdasarkan area.
Selain menjawab pertanyaan melalui email dan membuat posting tentang homeschooling, aku turut terlibat dalam proses edukasi homeschooling melalui 2 kali webinar homeschooling yang diikuti teman-teman dari berbagai kota yang ingin mengetahui homeschooling.
Sayangnya, tahun 2011 tidak ada buku baru mengenai homeschooling yang terbit. Padahal, banyak penulis potensial diantara praktisi homeschooling. Mudah-mudahan, tahun 2012 para praktisi homeschooling mulai meluangkan waktu untuk menulis buku yang akan sangat bermanfaat, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk proses edukasi masyarakat mengenai homeschooling.
CATATAN: masih diperlukan energi yang lebih besar lagi untuk proses edukasi ini. Edukasi masyarakat adalah pekerjaan besar yang perlu dilakukan secara terus-menerus dan kontinu, dengan spirit yang mengedepankan pelayanan dan memandirikan keluarga.
2. Penggunaan istilah homeschooling masih kacau
Homeschooling adalah kata yang “seksi”. Banyak yang ingin menggunakan istilah homeschooling dengan berbagai kepentingan: sebuah solusi pendidikan, alternatif/pilihan, gaya hidup, hingga orang-orang yang menyalahgunakan istilah homeschooling untuk kepentingan bisnis.
Padahal, sejatinya istilah homeschooling adalah diperuntukkan keluarga yang menyelenggarakan pendidikan untuk anak-anaknya. Homeschooling bukanlah lembaga seperti sekolah. (Lebih lengkap, silakan baca “School, Homeschool, Flexi-School.”
Banyak praktisi homeschooling yang menyuarakan concern ini; baik melalui blog, Facebook, atau media; baik dengan suara lembut maupun lantang. Tetapi gempita pemberitaan media & yang ada di publik hingga akhir 2011 ini masih salah mengartikan homeschooling sebagai sebuah lembaga. Ini juga tak lepas kepentingan bisnis yang ingin memanfaatkan istilah homeschooling yang sedang populer.
Akibatnya, pengertian homeschooling menjadi kacau-balau. Bagaimana tidak? Homeschooling yang berarti pendidikan keluarga diselewengkan menjadi lembaga bisnis, istilah untuk kursus, bimbel; bahkan bisa di-franchise-kan.
CATATAN: ini pekerjaan yang sangat besar dan tidak mudah untuk dilakukan karena harus berlomba-lomba dengan kepentingan bisnis yang didukung oleh dana besar dan ketidakpedulian masyarakat.
3. Kelembagaan homeschooling perlu ditata ulang
Homeschooling adalah pendidikan berbasis keluarga. Homeschooling adalah keluarga, bukan lembaga.
Yang disebut Komunitas Homeschooling adalah kumpulan keluarga homeschooling yang bekerjasama untuk menjalankan proses pendidikan untuk anak-anak mereka sendiri. Komunitas homeschooling adalah kelompok informal semacam arisan/koperasi; yang bukan dimiliki satu orang/lembaga dan bukan merupakan bisnis.
Nah, sepanjang 2011 dan mengikuti tahun-tahun sebelumnya, sebutan Komunitas Homeschooling itu masih dilekatkan pada lembaga yang sebenarnya lebih cocok disebut flexi-school, sekolah fleksibel yang masuk berberapa hari dalam satu minggu. Lembaga ini berbadan hukum PKBM atau kursus; berfungsi layaknya unit bisnis; di mana peran lembaga adalah menyelenggarakan proses pendidikan (seperti sekolah) dan orangtua menitipkan anaknya (seperti di sekolah) dengan membayar biaya tertentu.
Beberapa lembaga juga menggunakan nama homeschooling walaupun kegiatannya tak berhubungan dengan homeschooling. Ada sekolah alam, bimbel, kursus, dll. Alasannya, istilah homeschooling “lebih menjual” dan lebih bisa mendatangkan keuntungan.
Ini adalah problem serius yang terkait dengan no. 2.
Hingga beberapa tahun ke depan, problem ini tampaknya masih akan terjadi; kecuali pemerintah membuat aturan penataan mengenai lembaga-lembaga ini. Membawa masalah ini ke wilayah pertarungan hukum untuk mencari kejelasan juga bukan perkara mudah karena sistem hukum Indonesia tidak mengenal citizen lawsuit (kecuali masalah lingkungan).
CATATAN: solusi fundamental yang bisa dibuat mengenai problem 2 & 3 adalah mengajukan kepada pemerintah untuk membuat regulasi mengenai penamaan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan harus menggunakan nama sesuai badn hukumnya. Misalnya badan hukumnya PKBM maka sebutannya adalah “PKBM abc”; kalau badan hukumnya kursus maka sebutannya adalah “Kursus xyz”; kalau badan hukumnya sekolah maka sebutannya adalah “Sekolah GHJ”. Jadi tak ada lagi istilah homeschooling yang menempel pada nama lembaga.
(Bersambung)
2 thoughts on “Refleksi Homeschooling 2011 (Bagian ke-1)”
Salam kenal,
Artikel yang sangat bagus. Sepertinya homeschooling di Indonesia masih kurang populer, dikarenakan rasa kurang percaya diri untuk menjadi guru untuk anak/keluarga kita sendiri. Juga kekhawatiran orang tua, mengenai bagaimana anak2 akan bersosialiasi/berinteraksi dengan dunia luar.
Terima Kasih.