Tempat pertama kali kami menginap adalah Nitiprayan Homestay, sebuah tempat menginap ala rumah Jawa dengan halaman yang luas. Saat kami masuk pada malam sebelumnya, hanya ada 2 kamar yang kosong dan kami mengambil salah satunya.
(Sebelumnya: Kereta Gajah Wong menuju Yogyakarta)
Kamar kami berdiri sendiri. Pintu dan jendelanya menghadap langsung ke halaman. Pintu dan jendela kamar itu terbuat dari kayu, sementara tempat tidur terbuat dari bambu. Ada satu kamar mandi di dalam yang relatif bersih.
Sanggar Anak Alam (SALAM) Yogyakarta
Kegiatan Pertemuan Nasional Pendidikan Alternatif yang pertama ini diselenggarakan di Sanggar Anak Alam (SALAM), sebuah sekolah alternatif yang berada di Nitiprayan, Bantul, Yogyakarta.
Areal lokasi SALAM berada di tengah sawah dan untuk menuju ke tempat belajar harus melalui jalan setapak di pinggir saluran irigasi sawah. Bangunan SALAM itu relatif mudah dikenali karena dari pinggir jalan raya Nitiprayan terlihat jelas dinding luar bangunan yang dilukis mural.
Selain berbasis alam dan banyak memanfaatkan aspek lokalitas dalam kegiatan pembelajarannya, bentuk lain kekhasan SALAM terletak pada pendekatan eksploratif pada anak-anak untuk menggali dan memfasilitasi keingintahuan (curiosity) anak. Beberapa proses belajar anak berbasis riset ini telah dibukukan menjadi buku berjudul “Kami Tidak Seragam”.
Saat ini, sekolah alternatif yang didirikan oleh bu Sri Wahyaningsih ini berbadan hukum PKBM dan memiliki siswa tingkat SD & SMP.
Belajar Mengelola Diri Sendiri
Salah satu tujuan besar yang ingin kami raih dalam perjalanan kali ini adalah: stamina, kelenturan, dan kemampuan anak-anak menikmati aneka ketidakpastian selama perjalanan. Mereka belajar untuk tak mengeluh dan merengek, belajar mengatasi kebosanan dan mencari akal untuk mendapatkan kebahagiaan-kebahagiaan melalui apapun.
Dalam perjalanan kali ini, kami banyak sekali mengekspos anak-anak dengan kegiatan yang tak terstruktur dan penuh ketidakpastian. Sebelum berangkat, kami tak memiliki rencana menginap di mana. Kami juga tak membuat rencana kegiatan khusus untuk anak-anak.
Semuanya mengalir dan mengandalkan kreativitas di lapangan. Yudhis menjadi pemimpin untuk adik-adiknya. Tugas utamanya adalah menjaga Tata & Duta sambil memastikan semuanya baik-baik saja saat kami (aku & Lala) melakukan rapat dan menjalankan tugas kepanitiaan dalam Pertemuan Nasional Pendidikan Alternatif ini.
Sebagai contoh urusan makan. Karena di homestay hanya menyediakan sarapan pagi berupa nasi goreng, Yudhis harus memikirkan mencari makan untuk mereka bertiga. Dia harus berkeliling di sekitar homestay untuk mencari makanan yang tidak pedas dan bisa dimakan adik-adiknya. Nasi kucing dari angkringan menjadi pilihan menu makan mereka.
Demikian juga dengan urusan baju kotor. Yudhis berkeliling mencari laundry cucian. Kelihatannya ini seperti hal kecil, tapi sangat bermanfaat untuk melatih kemampuan survival dan kemandirian anak-anak. Pada awalnya Yudhis langsung menaruh baju kotor di laundry terdekat dan tidak bisa menjawab pertanyaan tentang harga biasa dan kilat. Berdasarkan feedback dari kami, keesokan harinya Yudhis mencari laundry yang lain dan lebih peduli terhadap perbedaan harga dan waktu penyelesaian.
Yang juga menjadi pelajaran besar dalam perjalanan ini adalah latihan bagi Yudhis, Tata, dan Duta untuk mengatur waktu sendiri. Ketiadaan gadget dan keterbatasan koneksi Internet membuat mereka harus belajar mengatasi kebosanan dan mengatur waktunya sendiri.
Untunglah kami membawa laptop Tata yang digunakan untuk rapat dan sesekali bisa digunakan anak-anak untuk menulis dan dipakai Duta untuk bermain Minecraft secara offline.
Persiapan Pertemuan Nasional Pendidikan Alternatif
Rabu (19/10), aku dan Lala melanjutkan proses koordinasi acara Pertemuan Nasional Pendidikan Alternatif. Bersama tim media, aku menyiapkan konferensi pers.
Sementara Lala melakukan rapat dan koordinasi dengan tim acara, aku berkoordinasi dengan tim publikasi & dokumentasi dari FFPJ (Festival Film Pelajar Jogjakarta) dan Radio Buku.
#PetualanganBelajar #travelschooling