Hari Sabtu, 9 Nov 2013 aku dan Yudhis mendapat undangan khusus dari mas Yanuar & Mb Ira untuk menikmati pertunjukan gitar klasik oleh Maestro Gitar Benny M Tanto di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Dalam konser ini, Benny M Tanto berkolaborasi dengan Kezia Amelia Angkadjaja & BMT Conserrvatory of the Guitar Ansamble.
Konser ini memperingati perjalanan konser gitar Benny selama 33 tahun, sejak tahun 1980 sampai 2013. Lulusan Chapman University School of Music, USA ini telah mengadakan lebih dari 300 konser di beberapa kota besar di Indonesia & di berbagai negara seperti Amerika, Kanada, Meksiko & Philipina.
Tentu saja aku & Yudhis antusias menerima undangan ini. Kebetulan aku dan mas Aar memang sedang memutar otak bagaimana cara menyalakan kembali semangat bermain gitar Yudhis yang sedang kendor tanpa harus memaksanya. Jadi undangan dari mbak Ira ini paaas banget. Berharap siapa tahu dengan menonton pertunjukan ini gairah Yudhis terhadap gitar bisa sama tinggi dengan kesukaannya di dunia 3D.
***
Kami janjian untuk ketemu di GKJ jam 7.15. Karena takut terlambat, jam 5 kami sudah berangkat dari rumah. Ternyata perjalanannya dimudahkan, M03 yang biasa ngetem hari ini langsung berangkat, transjakarta yang biasanya menunggu lama hari ini hanya sebentar, jam 6.15 kami sudah sampai GKJ. Akhirnya sambil menunggu kami makan malam dulu sambil ngobrol-ngobrol.
Ini kedua kalinya Yudhis pergi ke GKJ. Tahun lalu Yudhis & teman-temannya ikut memeriahkan acara Peduli Musik Anak di GKJ. Mungkin karena waktu itu Yudhis datang sebagai pengisi acara, ternyata dulu dia kurang menikmati gedung GKJ itu sendiri. “Waktu itu aku fokus karena mau manggung bu, jadi baru sekarang aku memperhatikan gedungnya” | “Menurutmu bagaimana gedung GKJ?” | “Bagus, tua, tapi kalau malam kayaknya lebih bagus” kata Yudhis.
Tak lama, kami ketemu mas Yan & mbak Ira. Kami ngobrol macam-macam sambil menunggu pintu GKJ dibuka. Begitu pintu dibuka, hal pertama yang menarik perhatian Yudhis, Aruna & Nara (anak2 mbak Ira) adalah gitar kecil yang dipamerkan di dekat pintu masuk. Gitarnya ringan & unik. Anak-anak diizinkan untuk mencoba memainkannya. Waktu aku tanya apakah dia suka dengan gitar itu, katanya “Bagus sih bu gitarnya, ringan. Tapi kalau aku punya uang banyak untuk beli gitar, aku lebih baik beli gitar custom aja yang sesuai dengan ukuran tanganku”.
***
Menjelang konser dimulai, ketika kami sudah duduk di ruang konser, Yudhis tiba-tiba menunjuk pada deretan pemain ansemble, “Wah, ternayata muda-muda lho bu. Ada yang setahun di atas aku” | “Kamu mau nggak ikutan jadi ansamble gitu?” | “Mmm, tergantung konser lagu apa bu”. Hehehe, anakku yang mulai remaja ini makin pinter menjawab dengan baik. Dalam banyak hal Yudhis kini tidak langsung bilang ‘tidak’ atau ‘nggak tau’. Tapi juga tidak langsung meng-iya-kan tawaranku.
Konser dimulai dengan lagu Ave Maria yang dipilih oleh Benny sebagai lagu doa persembahan untuk bangsa. Diikuti lagu Canarios, Sonata D Dur dan lagu-lagu klasik lainnya.
Terus terang ini adalah pengalaman pertamaku nonton konser musik klasik dengan Yudhis. Sejak Yudhis kecil, kami memang biasa pergi kencan berdua untuk sekedar nonton bioskop atau sesekali nonton drama musikal. Tapi semua pilihan itu biasanya yang ‘ringan, pop atau ceria’. Baru kali ini nonton konser yang agak berat materinya. Aku takut Yudhis tidak bisa menikmati. Tapi ternyata aku salah, Yudhis terlihat menikmati bahkan sesekali berbisik & berkomentar tentang konser.
Sayangnya, konser yang kami nikmati kali ini kurang mumpuni. Mungkin karena Benny sang maestro baru saja mengalami operasi jempol kanan sehingga permainannya kurang sempurna. Ketidaksempurnaan pemainan Benny malam ini sepertinya berpengaruh pada semangat tim ansamble yang jadi terdengar agak kurang rapi.
Sebagai keluarga penyuka musik Klasik, mas Yan sekeluarga terlihat kecewa dengan konser malam ini. Sepanjang jalan pulang kami berdiskusi & membayangkan kira-kira apa yang terjadi di balik konser tadi. “Sepertinya tim ansamble agak kurang latihan” | “Mungkin karena Benny sakit, jadi tim tidak bisa latihan” | “Lho kan bisa direkam, lalu tim latihan dengan rekamannya Benny” | “Kenapa tidak minta tolong Jubing saja untuk membuat suasana konser menjadi lebih hidup?” | “Atau karena gitarnya? Sepertinya stem-an gitarnya kurang stabil agak ada beda setengah nada” | “Kenapa tadi tim ansamble ada yang seperti tertidur di tengah konser?” | “Iya, harusnya mereka duduk tegak” … dan seterusnya dan seterusnya. Seru saja mendengar komentar2 terutama dari Yudhis & Aruna.
***
Waktu aku tanya pada Yudhis apa yang dia dapat malam ini, Yudhis menjawab “Aku dapat semangatnya Benny, semangatnya untuk tetap konser walau habis operasi itu keren.” | “Tetap semangat ya Dhis, walau ada rintangan. Kamu sendiri ada tambahan semangat untuk main gitar nggak?” | “Aku sedang berusaha menyemangati diriku sendiri nih bu. Hehehehe”
Buatku, acara malam ini lebih dari sekedar menonton konser gitar. Ada banyak obrolan dari hati ke hati dengan Yudhis sepanjang jalan. Kata para senior yang anaknya sudah dewasa, tips terbaik mendidik ABG adalah menjadi sahabatnya. Mudah-mudahan dengan sering kencan bareng, aku bisa menjadi sahabat anakku. Menjadi teman yang bisa dia andalkan untuk menjalani kehidupannya.
Tentu saja aku sangat berterima kasih kepada keluarga mas Yanuar untuk undangannya. Apalagi ternyata undangan yang diberikan oleh mbak Ira kepada kami itu betul-betul undangan khusus, sementara mas Yan sekeluarga malah beli undangan. Waduh, terasa spesial sekali terima kasih banyak yaaaa..
5 thoughts on “Menonton Silver Guitar Concert VIII”
senang bahwa yudhis dan mbak lala menikmati! semoga semangat yudhis balik lagi. asyik juga membayangkan kapan-kapan yudhis duet sama aruna atau ensemble denga teman-temannya.
terima kasih juga dari kami sudah menjadi sahabat ngobrol dan berbagi cerita tentang banyak hal.
salam,
y
Terima kasih kesempatannya ya mas 😀
Semoga suatu hari anak-anak betul2 berjodoh untuk bisa ensamble bersama 😀
Betul sekali mbak, mengecewakan sekali melihat salah satu siswa peserta ansambel tidak menghormati Benny dengan menunduk di badan gitar. Dan mbak ingat waktu pembagian karangan bunga, beberapa peserta malah memainkan gitarnya secara main-main. Dan untuk Benny sendiri permainannya memang selalu seperti itu walaupun jempolnya dalam keadaan baik-baik saja. Tidak ada greget, tempo yang tidak stabil, nada2 gitar yang sering terdengar tidak ditekan sempurna, dan untuk stem senar 6 yang kurang setengah nada untuk orang seperti Benny seharusnya bisa merasakan itu.
Wadduh gitu ya?
Sayang sekali melihat track record yang dituliskan begitu panjang 🙁
Track record bukan jaminan (dan belum tentu benar). Kalaupun benar, bermain dalam event apa? event amal atau rohani kah? Tidak harus menjadi gitaris spesial untuk bisa tampil di beberapa acara amal di manca negara.
“..melanjutkan studinya di Chapman University School of Music”, itu yang tertera di buku acara. Janggal ya, bukannya seharusnya adalah Chapman University Conservatory of Music? Dan mengapa scan ijazah Chapman itu tidak dilampirkan di buku acara selain hanya piagam2 pernah bermain di acara2 lokal dan sertifikat pendidik dari dinas kebudayaan RI?
Tidak ada maksud merendahkan kapasitas seseorang disini namun sebaiknya kita tidak terbuai dengan riwayat hidup seseorang. Semua bisa dikarang, semua bisa dimanipulasi namun telinga dan hati tidak bisa dibohongi. Banyak sekali gitaris2 klasik lokal yang memiliki kemampuan memanjakan telinga pendengar dengan baik sekali tanpa harus ber-embel2 dengan lulusan luar negeri atau pernah tampil di luar negeri. Semoga kelak Yudhis akan menjadi salah satu pemain gitar klasik yang baik mbak.
salam.