Semalam aku berangkat mengantar Yudhis ujian Paket A di Salatiga. Kami berangkat bertiga naik bis malam, Aku, Yudhis & Duta. Ini pertama kalinya kami perjalanan jauh hanya bertiga saja. Biasanya kami pasti selalu boyongan full team atau aku sendiri. Rencana awal, aku hanya pergi berdua dengan Yudhis supaya aku bisa sekalian mengerjakan beberapa pekerjaanku di jalan. Tapi setelah dipikir lebih dalam, sepertinya mengajak Duta lebih tepat, walau terpaksa banyak pekerjaan yang harus aku kejar nanti ketika pulang ke Jakarta, tapi ada momen Duta belajar backpacker yang sayang kalau dilewatkan.
Sejak anak-anak kecil, kami sebenarnya selalu berusaha membawa mereka dalam perjalanan backpacker keluar kota. Yudhis kecil dulu pernah kami ajak travel berminggu-minggu dari ujung Banten hingga Bali. Tata kecil juga sering kami ajak untuk backpackeran dan menginap sejak kecil ke rumah orang lain untuk melatih kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan baru.
Tinggal si kecil Duta yang lebih jarang kami ajak untuk backpackeran. Dia hampir selalu travel dalam kondisi nyaman dan disesuaikan dengan dirinya. Mungkin benar kalau ada yang bilang, anak bungsu menjadi lebih manja karena bapak-ibunya sudah capek, hehe.. Sebenarnya bukan capek gimana sih, mungkin umur juga pengaruh. Kalau dulu mas Aar masih kuat travel sambil bawa ransel & gendong atas Yudhis/Tata, sekarang harus pilih: ransel apa anak. Itupun ngos-ngosan. Hehehe…
Tapi perjalanan kami mengikuti Kemah FesPer lalu ternyata membuktikan Duta itu manis sekali kalau diajak jalan-jalan. Semakin bertambah besar, semakin Duta mampu menguatkan dirinya untuk tidak minta gendong dan merajuk. Bahkan kami perhatikan semakin jauh Duta diajak berjalan, semakin cepat pertambahan kecerdasannya.
Dan ternyata benar, sepanjang jalan dari rumah sampai ke Salatiga. Duta baik sekali. Seperti waktu di taxi dia terlelap, lalu aku bisikkan “Duta, ayo bangun kita harus ganti bis”. Dia langsung bangung dan mau jalan menuju tempat pemberhentian bis. Waktu menjelang turun di Salatigapun demikian, aku membisikkan Duta yang terlelap “Duta, sudah waktunya kita turun. Sudah sampai”. Dia langsung terbangun dan bilang “Mana ranselku?”. Lalu dengan sigap dia turun dan tidak ada rengekan minta gendong sama sekali. Wooow aku benar-benar terkejut.
***
Kami tiba di Salatiga sekitar pukul setengah sembilan pagi, dijemput Lea sekeluarga kami diantar ke rumah Wieda. Waah senang sekali rasanya. Walau intens berhubungan via jejaring sosial, tapi rasanya ketemu langsung tuh bedaaa banget. Bahagia akhirnya kesampaian juga main ke rumah barunya Wieda yang cantik. Bangunan rumah Wieda sangat ramah lingkungan, banyak bukaan sehingga aliran udara terasa nyaman & siang hari tak perlu pasang lampu karena banyak cahaya matahari yang masuk.
Seperti biasa kami langsung ngobrol entah dari ujung sebelah mana ke ujung yang mana lagi. Yudhis senang sekali di rumah tante Wieda karena koleksi bukunya yang asik-asik. Wieda ini adalah orang yang menyukai karakter homeschooling Charlotte Mason, jadi koleksi Living Booksnya banyak sekali. Kalau saja ini bukan waktu ujian, Yudhis pasti sudah mau pinjam sebagian besar koleksi bukunya tante Wieda.
Yudhis sedang senang-senangnya membaca. Sejak mendapat hadiah buku Pearl of China karya Anchee Min dari om Dodik, kesukaannya membaca novel berat seakan terpantik. Yudhis yang awalnya sangat menggemari komik sekarang seperti menyeberang dengan sendirinya ke novel-novel tebal. Satu persatu koleksi buku bapaknya dilahapnya. Dia bahkan memintaku untuk memotret sebagian koleksi buku tante Wieda yang ingin dia cari di Gramedia sepulangnya dari Salatiga nanti.
Waah senangnya. Inilah asiknya berjejaring bersama dengan sesama praktisi, anak mendapat pemaparan & menyimak pengalaman tak hanya dari orangtuanya, tapi dari orangtua-orangtua lain yang ditemuinya.
***
Menjelang siang, kami diantar Wieda & mas Sigit ke Wisma UKSW tempat kami menginap. Wisma ini dipilihkan oleh Lea karena lokasinya yang sangat dekat dengan SD Kalicacing tempat Yudhis ujian besok. Benar-benar dekat, hanya dengan jalan kaki kurang dari 5 menit sudah sampai.
Asiknya lagi, tepat di depan wisma ada perpustakaan besar yang keren dengan koleksi buku yang asik-asik. Perpustakaan ini baru direnovasi beberapa bulan yang lalu, jadi masih gress. Waah, lagi-lagi Yudhis berjumpa dengan banyak buku yang menggodanya.
***
Setelah jalan-jalan mencari makan siang, kami pun kembali ke Wisma. Di situ tiba-tiba aku merasa pusing sekali, kenapa gigiku jadi nyeri? Wadduuuh parah nih. Hari Minggu pula, apotek tidak ada yang buka, padahal aku butuh sekali ponstan. Kebayang dong paniknya aku, nyeri gigi ini membuatku tidak bisa berfikir jernih. Padahal aku bawa anak-anak. Ketakutanku adalah nyeri gigi ini akan bertahan selama aku berada di Salatiga. Gimana dong kalau begitu?
Untungnya tak lama Lea datang membawakan ponstan, bahkan mentraktir kami makan malam. Wieda juga kemudian datang mengambil HPnya yang ketinggalan sambil membawa ponstan juga. Jadi lumayan persediaan cukup banyak, walau mas Aar sudah wanti-wanti untuk hanya meminumnya kalau sakit. Lhaa kalau sakitnya terus gimana?
Kalau sudah begini rasanya bahagia sekali, walau kami tidak punya keluarga di Salatiga, tapi keberadaan sahabat-sahabat yang ada membuatku merasa sangat nyaman dan tidak sendirian. Terima kasih yaaa Lea & Wieda 😀