Salah satu tugas utama zaman kita ini adalah membangun sebuah komunitas global yang di dalamnya semua orang dapat hidup bersama dalam sikap saling menghormati. Tugas itu membutuhkan komitmen dan kontribusi dari semua kelompok masyarakat, yang selalu menggaungkan bahwa inti dari ajaran yang diyakininya adalah belas kasih (compassion).
Karen Armstrong, seorang pemikir dan penulis spiritualitas menyerukan pada seluruh kelompok untuk kembali pada kaidah emas: “Perlakukan orang lain seperti engkau ingin dirimu diperlakukan” atau dalam bahasa lain “Jangan memperlakukan orang lain yang dirimu tak ingin diperlakukan seperti itu.”.
Presentasi Karen Armstrong pada TED yang mendapatkan penghargaan TED 2008 kemudian melahirkan gerakan “Charter for Compassion” yang melibatkan ribuan orang dari berbagai kelompok dan agama untuk menghadirkan piagam komitmen bersama. Komitmen bersama itu dirumuskan dalam bentuk Piagam Belas Kasih (Charter of Compassion) oleh sebuah Council of Coscience berisi individu-individu yang mewakili enam tradisi iman (Yudaisme, Kristen, Islam, Hindu, Buddha, dan Konghucu).
***
Berikut ini bentuk final Piagam Belas Kasih dalam Bahasa Indonesia
Piagam Belas Kasih
Prinsip belas kasih tersemat dalam jiwa semua tradisi agama, etika atau kerohanian, dan menyeru kepada kita untuk selalu memperlakukan orang lain sebagaimana yang kita ingin diperlakukan. Belas kasih memaksa kita bekerja tanpa kenal lelah untuk menghapuskan penderitaan sesama manusia. Dan untuk melepaskan kepentingan kedudukan kita demi kebaikan dan kesejahteraan orang lain, serta untuk menghormati kesucian tak terganggu-gugat setiap orang, memperlakukan setiap orang dengan keadilan, kesamaan dan rasa hormat yang mutlak, tanpa pengecualian.
Adalah juga penting dalam kehidupan masyarakat dan perorangan untuk terus-menerus menahan diri secara konsisten dan empatik dari tindakan menyakiti orang lain. Bertindak dan berkata-kata kasar karena rasa dendam, kesombongan bangsa, atau kepentingan diri, untuk mengurangkan, mengeksploitasi atau menyangkal hak asasi siapa pun dan menghasut kebencian melalui fitnah – bahkan terhadap musuh pun– adalah suatu penyangkalan terhadap kemanusiaan bersama. Kami mengaku bahwa kami telah gagal hidup berbelas kasih dan malahan ada juga yang menambah penderitaan sesama manusia atas nama agama.
Oleh itu kami menyeru kepada semua orang, laki-laki dan perempuan, supaya:
~ menghidupkan kembali perasaan belas kasih sebagai asas etika dan agama
~ untuk kembali kepada prinsip asali bahwa setiap tafsiran Kitab Suci yang melahirkan kekerasan, kebencian atau penghinaan, adalah tidak sah
~ untuk menjamin kaum muda diberi informasi yang tepat dan menghargai tradisi, agama dan kebudayaan lain
~ untuk mendorong penghargaan yang positif terhadap kepelbagaian budaya dan agama
~ untuk menyemai empati atas penderitaan semua umat manusia – termasuk mereka yang dianggap musuh.
Kita sangat perlu menjadikan belas kasih sebagai suatu kekuatan yang jelas, bercahaya dan dinamik dalam dunia kita yang terpolarisasi. Berakar dalam tekad mendasar untuk mengatasi keakuan, belas kasih dapat meruntuhkan batas-batas politik, dogmatik, ideologis dan keagamaan. Lahir dari ketergantungan kita yang mendalam antara satu dengan yang lain, belas kasih adalah esensil bagi hubungan antara manusia dan untuk menggenapi kemanusiaan. Belas kasih adalah jalan ke pencerahan, dan tak dapat diabaikan dalam menciptakan suatu ekonomi yang adil dan suatu kehidupan global bersama yang damai.
(Naskah asli Charter of Compassion dalam bahasa Inggris dapat dibaca di SINI).
***
Sebagai individu dan anggota masyarakat yang mengimani Tuhan, saya berkomitmen mendukung nilai-nilai dan gerakan ini. Kita butuh menjadikan belas-kasih sebagai dasar dalam interaksi kita di masyarakat, apapun iman kita, yang menjadi dasar untuk mencari solusi di dalam perbedaan & gesekan-gesekan yang terjadi di sekitar kita.