Puji syukur kepada Allah, rangkaian acara Festival Lagu Anak Nusantara 2012 baru saja berakhir. Bahagia melihat satu lagi inisiatif untuk menghidupkan geliat lagu-lagu anak Indonesia. Kali ini inisiatifnya dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dengan menggandeng pengamat musik Bens Leo dan para profesional di industri musik.
Ada 2 jenis lomba dalam festival lagu anak ini, yaitu: lomba pencipta lagu dan lomba penyanyi anak. Sebagai ibu yang senang mencipta lagu, aku bersyukur karena salah satu lagu ciptaanku yang berjudul “Tomat” menjadi juara 2 Festival Lagu Anak Nusantara (FLAN) 2012.
Proses interaksi sepanjang acara Festival Lagu Anak Nusantara ini adalah sebuah pengalaman baru buatku yang awam dengan industri musik di Indonesia. Masih terngiang di telingaku suara lucu menggemaskan Mika Keiko ketika menyanyikan lagu Tomat. Pipinya yang bulat kemerahan seperti tomat membuat orang sulit menahan diri untuk tidak mencubitnya. Aku tak pernah menyangka, lagu yang aku kirim ke acara Festival Lagu Anak Nusantara (FLAN) 2012 itu bisa menjadi berlipat rasa setelah diaransemen dan dinyanyikan oleh Mika (6th), bahkan menjadi runner up dalam acara ini.
Acara Penuh Kenangan
Acara FLAN berlalu seperti mimpi buatku, rasanya baru kemarin panitia menelpon mengabari bahwa lagu yang aku kirim masuk dalam 10 besar. Semuanya terasa biasa-biasa saja sampai aku menghadiri konferensi pers yang diadakan tanggal 27 November. Aku yang awalnya duduk di antara para wartawan dipanggil ke depan sebagai perwakilan dari finalis pencipta lagu bersama dengan Chiquita Meidy.
Dalam konferensi pers itu, mas Bens Leo menjelaskan tentang proses penjurian yang dilakukan untuk menyeleksi lagu anak dan penyanyi anak. Ada 434 lagu anak & 94 penyanyi anak yang mengikuti lomba lagu anak ini. Dari peserta yang masuk, juri pertama kemudian melakukan blind audition; menilai lagu secara anonim tanpa mengetahui judul lagu dan penciptanya. Dari proses ini terpilih 28 semifinalis penyanyi anak dan 48 lagu anak. Dari semifinalis itu kemudian dipilih 10 finalis lagu anak dan penyanyi anak, yang kemudian dipasangkan oleh juri.
Saat hadir dalam konferensi pers itulah aku sadar bahwa ternyata sebagian finalis pencipta lagu anak yang masuk adalah orang-orang yang sudah tidak asing dalam industri musik Indonesia, seperti Roedyanto, pemain Bas band Emerald, pemusik campursari Koko Thole, Sam Bobo, Udin Sedunia dll. Dalam proses selanjutnya aku pun tahu kalau finalis pencipta lagu yang lain juga merupakan orang yang akrab dengan industri musik Indonesia, bahkan mereka seperti saling mengenal dan akrab satu sama lain.
Weits… harapan menang terasa menipis, apalagi lagu yang masuk justru lagu “Tomat” yang menurutku paling sederhana dari 4 lagu lain yang aku kirim ke panitia. Sejak saat itu pula aku melepaskan harapan menang dan memutuskan untuk meringankan langkah dengan menjadikan rangkaian acara ini sebagai wisata dan proses belajar tentang industri musik.
Untung dalam konferensi pers itu aku bertemu kembali dengan teman-teman dari Sekolah Alam Indonesia yang juga ikut meramaikan acara ini. Ada mb Sylvie & ms Mimi yang sempat berjumpa di @America dalam acara Bincang Edukasi yang lalu. Rasanya jadi nggak sendirian lagi, ada teman seperjuangan yang ikut dalam acara ini. Senangnya…. 🙂
***
Masuk Karantina
Menjelang acara puncak Grand Final Festival Lagu Anak Nusantara yang berlangsung Jumat, 30 Desember 2012, seluruh finalis baik penyanyi anak maupun pencipta lagu harus masuk karantina untuk mempersiapkan acara. Semuanya berkumpul dan menginap di Asrama Pusdiklat Kemenkes, Jakarta.
Hari pertama karantina, aku berangkat dari rumah menaiki taxi menuju Asrama Pusdiklat Menkesnes untuk menghadiri technical meeting. Acara dijadwalkan jam 10 tapi mundur satu jam, sama seperti konferensi pers kemarin. Dibuka oleh Bens Leo sebagai ketua panitia, satu persatu kami saling diperkenalkan & anak-anak diminta menyanyikan lagu baru dari finalis pencipta lagu.
Menarik sekali melihat betapa cepatnya anak-anak itu menghafal lirik & nada lagu yang baru dikenalnya dalam 2 hari. Inilah uniknya acara Festival Lagu Anak Nusantara, karena tak hanya lomba cipta lagu anak saja atau lomba nyanyi anak saja, tapi kesepuluh finalis dari dua kategori itu dijodohkan oleh dewan juri untuk bekerja sama menjadikan lagu ini berhasil dibawakan dengan baik.
Di sini pertama kali aku jumpa dengan Mika Keiko, peserta termuda dalam festival ini. Mika akan menyanyikan lagu “Tomat” yang aku buat. Dengan membawa ransel kecilnya, Mika memperkenalkan diri. Aku pun langsung jatuh cinta pada suara & gayanya yang polos kekanakan, tapi penuh percaya diri.
Tak sulit untuk menjadi akrab dengan Mika karena anak itu supel sekali. Sebagai peserta termuda, Mika tak terlihat minder. Waktu makan siang saja dia langsung akrab makan & bercanda bersama teman-temannya.
Acara dilanjutkan dengan diskusi musik & permainan anak bersama Chicha Koeswoyo, Endy Aras & Tika Bisono di Kemendikbud. Ada beberapa poin menarik yang disampaikan oleh Chicha Koeswoyo dalam diskusi ini, yaitu: betapa dulu seberapapun terkenal dan sibuknya dia sebagai artis penyanyi cilik, tapi Chicha tak pernah merasa kehilangan masa kanak-kanaknya. Dia merasa orangtuanya sangat menjaga privasi, menjadikan kegiatan menyanyi hanya sebagai tambahan untuk kegiatan sekolahnya & memberikan ruang yang luas buat Chicha untuk menjadi diri sendiri.
Chicha ingin anak-anak peserta festival ini pun kelak jika terkenal tetap menggenggam masa kanak-kanaknya & tidak mengesampingkan pendidikan. Selaras dengan itu, Tika Bisono sebagai seorang psikolog mengingatkan anak-anak untuk aktif bergerak dan memperbanyak main di luar ruangan agar stimulus motoriknya terjaga. Tika memaparkan kenyataan anak masa kini yang rentan akibat ketergantungan terhadap teknologi.
Pembicaraan ini pun semakin lengkap dengan kehadiran Endy Aras, praktisi permainan anak yang tak hanya sekedar mengumpulkan aneka permainan tradisional anak nusantara, tapi juga menggali sejarah, filosofi & cara bermain tradisional yang makin lama makin terlupakan. Anak-anak pun kemudian diperkenalkan & diajak bermain beberapa permainan tradisional, sayangnya hanya sebentar karena kendala waktu.
***
Museum Alat Musik
Satu hal yang paling membahagiakan bagiku dalam wisata industri musik ini adalah kesempatan untuk mampir ke studio DSS Production milik Donny Hardono di daerah Petukangan. Aku memang bukan seorang pemusik profesional, tapi kecintaanku pada musik membuatku punya perhatian besar pada aneka alat musik. Dan studio DSS milik mas Donny itu bagaikan museum alat musik bagiku.
Puluhan keyboard aneka merk & jenis tertata rapi, belum lagi jejeran gitar dalam lemari kaca, tumpukan drum, aneka mixer dari yang kecil hingga entah berapa puluh channel tersebar hampir di setiap sudut ruang. Ada juga ruang mixing analog yang klasik & ruang besar untuk latihan/rekaman live yang berisi aneka alat musik.
Dari mas Gideon Momongan, aku jadi tahu bahwa DSS adalah rental alat musik terbesar di Indonesia. Pantas saja koleksinya lengkap bangeeet! Suka rasanya berlama-lama di antara aneka alat musik ini. Menunggu giliran latihan yang lumayan lama membuatku mendapat banyak sekali cerita tentang potret industri musik anak saat ini. Ada orangtua yang cerita bagaimana sebuah lomba nyanyi anak yang disiarkan di TV itu tak hanya menguras waktu & tenaga, tapi juga biaya yang sangat besar.
Bayangkan, untuk mengikuti proses audisinya saja mereka sudah antri dari subuh dan baru masuk ruang audisi jam 1 siang. Yang menyedihkan adalah pilihan lagu ternyata ditentukan oleh produser yang berkiblat pada lagu terlaris saat ini. Anak-anak kecil itu “dipaksa” menyanyikan lagu-lagu berteks dewasa lengkap dengan penghayatannya.
Sekarang aku semakin memahami mengapa tidak ada tayangan TV nasional tentang lagu anak. Sebab, TV nasional menganggap konsep acara lagu anak kurang komersil karena lagu yang dinyanyikan adalah lagu baru yang notabene belum populer. Siapa yang mau nonton? Jadi sepertinya salah satu missing link yang harus dipecahkan dalam kelangkaan lagu anak adalah karena tak adanya dukungan dari media, terutama TV & radio. Aku tak bisa membayangkan, kalau para senior saja merasa sulit untuk menembus dinding media, lalu apa yang bisa kuperbuat sebagai (hanya) ibu rumah tangga? Serasa jauh panggang dari api.
Setelah menunggu cukup lama di studio DSS, akhirnya giliran Mika pun tiba. Aku suka karakter aransemen lagu Tomat. Walaupun endingnya masih ada yang belum pas, tapi mereka berhasil mengeluarkan keriangan dari lagu ini. Sayangnya Mika dapat giliran latihan sudah jam 9 malam. Bayangkan anak usia 6 tahun, berkegiatan dari pagi dan baru mulai latihan jam 9, pastinya sudah capek & kehilangan mood. Semoga dalam acara FLAN berikutnya urutan latihan dimulai dari anak paling kecil dulu.
***
Proses Latihan & Coaching Clinic
Mika memang cerdas. Waktu aku datang ke kamarnya keesokan harinya, dia sudah bisa mengikuti aransemen yang baru didengarnya semalam. Lagu Tomat yang pendek diulang beberapa kali dan diselipi beberapa kalimat di antaranya supaya tambah hidup. So far aku suka dengan hasil latihan Mika di kamar. Mika terlihat menikmati masa karantina. Bahkan dia sempat minta dipesan-antarkan pizza & makan bersama teman-temannya. Kebetulan aku dan Mika punya game di iPad yang sama. Jadi sebelum Mika tidur siang, kami main game bersama.
Sore harinya, kami semua pergi untuk gladi resik & coaching clinic di Tennis Indoor Senayan. Di sini anak-anak belajar untuk tampil di panggung yang besar. Dibimbing oleh Ersa Sigar & Ati Ganda, anak-anak belajar olah gerak, mimik & mengatur emosi selama di panggung. Mereka juga melakukan gladi resik bersama Audiensi Band untuk persiapan grand final.
Dalam gladi resik ini, ada kendala-kendala lapangan yang harus diatasi. Aku agak tegang karena Mika hanya diberi kesempatan sekali dalam berlatih lagu Tomat, itu pun masih dengan aransemen yang salah. Arranger-nya berjanji memperbaiki aransemennya keesokan harinya, padahal esok sudah acara pertunjukan grand final. Aransemen lagu pilihan kedua Mika -Libur Telah Tiba- bahkan masih belum ada, akhirnya disepakati aransemennya akan disamakan dengan lagu aslinya supaya Mika bisa berlatih. Kondisi seperti ini sangat menegangkan.
Selain gladi resik grand final festival lagu anak, hari ini ada Launching Album Green Voices dari Sekolah Alam Indonesia. Yang menarik dari album Green Voices ini karena materinya dibuat oleh guru-guru sekolah alam yang berisi materi pelajaran mereka yang dilagukan. Dalam kekeringan lagu anak di Indonesia, semoga Green Voices bisa menjadi oase yang menyejukkan & memberikan nuansa baru dalam dunia musik anak Indonesia.
Sayangnya aku tak bisa hadir karena mas Aar menelpon mengabari kalau Duta tidak mau masuk rumah menantiku di teras rumah. Jadilah malam ini aku pulang, menembus kemacetan Jakarta yang parah akibat hujan lebat beberapa jam sebelumnya.
***
Grand Final
Akhirnya hari yang dinanti pun tiba. Hari ketiga karantina adalah sekaligus hari puncak acara Festival Lagu Anak Nusantara.
Seperti biasa Mika menyambutku dengan senyum cerianya ketika aku mengetuk kamarnya pagi itu. Kami pun kemudian berlatih beberapa kali sebelum tukang pizza datang untuk mengantar pesanan pizza kesukaan Mika. Aku merasa beruntung mempunya partner seperti Mika karena dia begitu anak-anak dan tidak terlihat tertekan oleh suasana kompetisi. Setiap mama Fari minta Mika untuk tidur siang dia bisa langsung tidur pulas. Senang melihatnya.
Baju cerah model kembung & sekeranjang tomat plastik sudah disiapkan untuk acara grand final. Ternyata sampai menjelang acara kami masih belum menerima kiriman perbaikan aransemen. Jadi judulnya benar-benar meraba-raba saja karena Mika sama sekali tak berlatih dengan aransemen lagu yang benar. Kekhawatiran terbesarku adalah Mika panik di panggung karena nyanyiannya berbeda dengan aransemen.
Kami berangkat menuju Tennis Indoor Senayan selepas makan siang. Ternyata sampai di sana acara Flashmob dari Sekolah Alam Indonesia baru saja selesai. Wuaaah sayang sekali, kebayang serunya ratusan anak yang menari bersamaan menyemarakkan ruang Tennis Indoor. Sampai sekarang aku masih tak habis pikir mengapa panitia tidak memasukkan acara flashmob dalam rangkaian acara inti festival, karena pasti suasana akan bertambah meriah dengan kehadiran acara itu.
Dalam acara inti, selain grand final lagu anak, ada pertunjukan Gilang Ramadhan Kids Percussion, Switins, JA Country Kids, PL Youth Choir yang ikut menyemarakkan acara malam itu. Paling seru menurutku adalah penampilan the Dance Company yang mengajak anak-anak mereka untuk manggung bersama. Semoga makin banyak band-band keren tanah air yang mau membuat album lagu anak seperti mereka. Juri pada acara Grand Final ini adalah Purwacaraka, Trie Utami, Dian HP, Gilang Ramadhan, dan Bens Leo.
Lalu bagaimana dengan penampilan Mika di acara grand final? Aku bahagia Mika yang maju dengan nomer urut 4 tampil dengan baik walau dengan iringan aransemen yang masih salah -_- . Berdasarkan penilaian juri, Mika menjadi juara ke-4 (harapan pertama).
Aksi Mika waktu lomba bisa dilihat di sini:
***
Harapan Festival Lagu Anak Nusantara
Hal pertama yang ingin aku sampaikan adalah apresiasi atas inisiatif, kerja keras hingga terselenggaranya Festival Lagu Anak Nusantara ini. Dalam waktu yang relatif singkat dan mendadak, acara ini bisa terselenggara dengan baik, tentu saja dengan catatan-catatan yang membutuhkan penyempurnaan dalam penyenggaraan acara selanjutnya (kalau ada).
Oleh karena itu, harapan pertama dari acara ini adalah agar acara ini tak berhenti pada titik ini saja. Akan bagus sekali kalau acara ini ada follow up-nya (hasil karya finalis menjadi album yang tersebar ke masyarakat). Juga, ada kegiatan semacam ini menjadi agenda rutin setiap tahun.
Beberapa usulan penyempurnaan yang menurutku bisa dilakukan antara lain:
– Memperluas Penyebaran Informasi
Untuk acara berskala nasional dan melibatkan para jawara musik negeri ini, gaung acara Festival Lagu Anak Nasional ini terasa sangat minim, baik dalam sesi penjaringan peserta lomba maupun liputan acara grand final. Mungkin perlu ada alokasi sumberdaya, baik manusia maupun dana, untuk proses marketing ini. Selain model marketing tradisional, perlu didayagunakan media sosial yang bukan hanya murah, tetapi juga efektif. Panitia mungkin perlu meraih profesional dan pegiat di media sosial seperti FB & Twitter untuk menggerakkan publik. Juga perlu dipikirkan agar informasinya bisa masuk ke kantong penyanyi anak, seperti sekolah atau kursus-kursus bernyanyi/musik.
– Jenis lomba
Salah satu hal yang aku rasakan agak “membingungkan” dari lomba pertama ini adalah cakupan lomba yang sangat lebar: lagu anak, bermuatan pendidikan, berbahasa Indonesia, daerah, Inggris. Rentang itu menurutku masih terlalu lebar. Sebagai contoh, lagu anak untuk bayi, toddler, dan usia sekolah (7-10) tahun itu memiliki karakter melodi & lirik yang berbeda. Mungkin perlu dibuat setidaknya 3 kelompok lagu:
- lagu untuk bayi (ditujukan untuk dinyanyikan ibunya)
- lagu untuk toddler (usia 3-6 tahun)
- lagu untuk anak (7-10 tahun)
Untuk penyanyi anak, mungkin hanya perlu 2 kategori:
- penyanyi toddler (usia 3-6 tahun)
- penyanyi anak (usia 7-10 tahun)
– Manajemen proses (interaksi, transparansi)
Selain aspek output (lagu & penyanyi), hal yang bisa ditingatkan lagi kualitasnya adalah proses dan interaksi selama perlombaan/festival berlangsung. Misalnya: kejelasan kriteria lagu/penyanyi yang dipilih. Juga, interaksi antara publik utk menjawab pertanyaan melalui email atau media sosial. Walaupun setiap penjurian apapun selalu mengandung unsur subyektivitas, transparansi proses akan sangat membantu untuk mengurangi keluhan, misalnya: daftar peserta lomba yang terus diupdate secara periodik, juga tanggapan yang responsif terhadap keluhan publik.
– Kerjasama lintas-industri, khususnya media TV
Salah satu yang terasa kurang dari acara ini adalah gaungnya di media. Jika waktu persiapannya cukup panjang, kerjasama dengan industri media, khususnya televisi seharusnya bisa dirancang. Kalau bisa, inisiatif yang besar ini tentu akan bisa lebih bergaung di masyarakat.
***
Begitulah cerita panjaaaangku tentang kegiatan Festival Lagu Anak Nusantara 2012. Terima kasih kepada Depdikbud yang telah berinisiatif menyelenggarakan acara ini. Terima kasih kepada mas Bens Leo dan panitia yang telah bekerja keras merealisasikan kegiatan ini. Terima kasih kepada para dewan juri, baik babak awal maupun babak grand final: Dwiki Dharmawan, Trie Utami, Erwin ‘Dewa’ Prasetya, Sinta Priwit, Bens Leo, Elsa Sigar, Naniel C. Yakin, Gideon Momongan, Naniel C. Yakin, Purwacaraka, Dian HP, Gilang Ramadhan.
Terima kasih juga untuk pertemanan baru bersama para pencipta lagu anak yang lain: Roedyanto, Chiquta Meidy, Yudhi Bravianto, Sambobo, LD Sinaringati, Samsara, Joko Priyono (Koko Thole), Sualuddin (Udin Sedunia), Zee Bee, dan Hugo Agoesto.
Selamat dan sukses untuk para penyanyi anak alumni Festival Lagu Anak Nusantara 2012: Moza Legitara, Fadly Zulfikar Ali, Jessica Reitanya Putri, Mika Keiko, Anastasia Altea, Ardra Putra, M. Sofyan, Nabila Mutiara, Adinda Sharfina, Swara Reiki January
Sumber foto: pribadi, panitia Festival Lagu Anak Nusantara,
6 thoughts on “Festival Lagu Anak Nusantara 2012”
Keren mbak Mira. Semoga akan semakin banyak anak Indonesia yang lebih semangat dan giat untuk meramaikan bursa musik Indonesia, begitu juga para pengarang lagunya, dan terpenting tetap berkreasi. Selamat pagi.
@Nilam Wulandari Terima kasih ^_^
selamat ya mak.. kerenn dehh kress kress banget hehe
@kinzihana Terima kasih yaaa ^_^
Salut buat Mbak Mira …Kerennn (y)
Terima kasih yaaa Sambobo 😀