fbpx

Perkembangan Kognitif Anak Menurut Jean Piaget

Teori perkembangan kognitif yang paling banyak digunakan dan diterima para ahli adalah teori perkembangan kognitif Jean Piaget. 

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Dengan semakin bertambahnya umur seseorang, susunan sel saraf semakin kompleks dan semakin meningkat pula kemampuannya. 

Tahap perkembangan kognitif menurut Jean Piaget adalah: 

  •  Tahap Sensorimotor 
  •  Tahap Praoperasional 
  •  Tahap Operasional Konkret
  •  Tahap Operasional Formal

Tahap Sensorimotor (0-24 bulan)

Pada tahap sensorimotor, kemampuan bayi terbatas pada gerak refleks dan panca indera. Berbagai gerak refleks tersebut kemudian berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan. Jika seorang anak telah mulai memiliki kemampuan untuk merespon perkataan verbal orang dewasa, hal tersebut lebih bersifat kebiasaan, belum memasuki tahapan berpikir. 

Kemampuan yang dimiliki bayi pada periode ini antara lain :

  • Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya.
  • Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
  • Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.
  • Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya
  • Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.

 

Tahap Praoperasional (2-7 tahun) 

Pada tahap pra-operasional, aktivitas kognitif anak dimulai dengan memahami realitas dengan simbol. Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. 

Hal ini ditandai dengan ciri-ciri: 

  1. Transductive reasoning, cara berpikir yang bukan induktif atau deduktif tidak logis. Yaitu anak menghubungkan dua hal yang tidak berhubungan tetapi seolah berhubungan. Misalnya anak menganggap awan berwarna putih karena seseorang mengecatnya dengan warna putih. 
  2. Ketidakjelasan hubungan sebab-akibat, anak mengenal hubungan sebab akibat secara tidak logis. Misalnya, anak mengatakan, “Saya belum tidur siang, jadi saat ini hari belum sore.” 
  3. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya. Misalnya bonekanya, mobil-mobilannya, sehingga dia menganggap mereka bisa bicara dan berpikir sebagaimana dirinya. 
  4. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu dibuat oleh manusia. Misalnya hujan adalah seseorang yang naik ke langit dan menuangkan air.
  5. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau didengar. Misalnya anak menganggap gunung adalah benda segitiga pipih seperti penggaris.
  6. Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya. Misalnya anak menuangkan air dari satu wadah ke wadah yang lain untuk mengetahui kapasitas wadah-wadah tersebut.
  7. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya. Misalnya ketika membandingkan dua box, anak akan menganggap box yang lebih tinggi adalah box yang lebih besar, tanpa memperhatikan aspek lebar dan panjang box tersebut.
  8. Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut sudut pandang dan kehendak dirinya. Misalnya, ketika bermain petak umpet, seorang anak mengira kita tak bisa melihat dirinya ketika dia menunduk di belakang sofa sehingga ia tidak dapat lagi melihat kita, walaupun kita bisa melihat bagian atas kepala atau bagian tubuhnya yang lain. Atau ketika anak menginginkan hujan, ketika hujan turun, maka ia berpikir dirinya lah yang menyebabkan hujan turun.

 

Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun) 

Pada tahap operasional konkret, anak akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk bentuk yang berbeda. 

Tahap ini dimulai dengan tahap progressive decentering di usia tujuh tahun. Sebagian besar anak telah memiliki kemampuan untuk mempertahankan ingatan tentang ukuran, panjang atau jumlah benda cair. Maksud ingatan yang dipertahankan di sini adalah gagasan bahwa satu kuantitas akan tetap sama walaupun penampakan luarnya terlihat berubah.

Di usia 7 atau 8 tahun, seorang anak akan mengembangkan kemampuan mempertahankan ingatan terhadap substansi. Jika anda mengambil tanah liat yang berbentuk bola kemudian memencetnya jadi pipih atau dibagi menjadi sepuluh bola yang lebih kecil, dia pasti tahu bahwa itu semua masih tanah liat yang sama.

Di usia 9 atau 10 tahun, kemampuan terakhir dalam mempertahankan ingatan mulai diasah, yakni ingatan tentang ruang. Jika anda meletakkan 4 buah benda persegi 1 x 1 cm di atas kertas seluas 10 cm persegi, anak yang mampu mempertahankan ingatannya akan tahu bahwa ruang kertas yang ditempati keempat benda kecil tadi sama, walau di manapun diletakkan. 

Dalam tahap ini, seorang anak juga belajar melakukan pemilahan (classification) dan pengurutan (seriation). 

Tahap Operasional Formal (11-16 tahun)

Pada tahap operasional formal, anak telah mampu berpikir secara abstrak dan mengembangkan hipotesis dengan logis. Anak mampu memecahkan masalah dan membentuk argumen karena kompetensi operasionalnya berkembang menjadi lebih kompleks. 

Anak dapat menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Ia dapat memahami konsep yang bersifat abstrak seperti cinta dan nilai. 

Anak juga bisa melihat kenyataan tidak selalu hitam dan putih, tetapi juga ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Kemampuan ini penting karena akan membantunya melewati masa peralihan dari masa remaja menuju fase dewasa atau dunia nyata.

​​Pada tahap ini, anak mulai melakukan pemikiran spekulasi tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan diri orang lain. 

Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :

  • Bekerja secara efektif dan sistematis.
  • Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua kemungkinan penyebabnya, anak dapat merumuskan beberapa kemungkinan.
  • Berpikir secara proporsional.
  • Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.

 

Menurut Teori Piaget, tingkatan perkembangan intelektual manusia turut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kedewasaan, penalaran moral, pengalaman logika-matematika, transmisi sosial, dan pengaturan sendiri. 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.