Jakarta yang Aman dan Nyaman, Harapan atau Utopia?

Jakarta yang aman dan nyaman? Mungkin itu harapan dari hampir semua warga yang tinggal di Jakarta.

Harapan seperti itu wajar, kan? Sebuah kewajaran yang seharusnya menjadi keniscayaan, tetapi semakin hari rasanya semakin pupus usai menjalani kehidupan di Jakarta. Sebuah harapan yang semakin bermetamorfosis menjadi dambaan, sebuah hal yang terasa semakin jauh.

Macet Jakarta (c) Tempo

Harapan itu Bertumbuh
Ambil contoh kepadatan lalu lintas Jakarta. Berlalu lintas di Jakarta ini jauh dari rasa nyaman. Padat, macet, semrawut. Perjalanan di Jakarta bukan hanya membuat stres, tetapi juga membuat pemborosan dan penurunan produktivitas yang luar biasa.

Gambar besar solusi untuk masalah lalu lintas sudah banyak disebutkan oleh para ahli.Bahkan Wakil Presiden Budiono sudah memberikan 17 instruksi untuk mengurai kemacetan di Jakarta. Tetapi dari waktu ke waktu, kemacetan itu justru terasa semakin parah dan melebar hingga ke mana-mana.

Kita sebenarnya punya harapan ketika busway mulai dibangun dan dijalankan. Kesemrawutan lalu lintas yang terjadi sepanjang proses pembangunan jalan dan halte kita terima dengan pasrah, bahkan di dalam bersitan suka cita, karena kita melihat harapan di ujung sana

Harapan terhadap perbaikan transportasi publik semakin mengemuka saat busway mulai beroperasi. Tetapi setelah berjalan selama beberapa tahun, tiba-tiba harapan itu seolah berjalan di tempat. Jumlah bus relatif tak bertambah dan jumlah jalur pun tak berkembang sesuai rencana.

Padahal, salah satu aspek dari harapan adalah bertumbuh. Jakarta yang aman dan nyaman adalah sebuah tujuan besar yang tidak hanya diukur melalui ukuran-ukuran mutlak. Tetapi, sesungguhnya dia adalah variabel dinamis yang pemenuhannya dicapai secara gradual, perbaikan dan harapan yang terus -menerus diperbarui dan dipenuhi.

 

Harapan itu Melompat
Selain bertumbuh secara gradual, harapan juga membutuhkan lompatan. Harapan tak hanya sekedar pencapaian yang terencana yang dipenuhi setahap demi setahap. Harapan bukan hanya tentang hal-hal yang bisa diprediksi. Yang pasti, harapan bukan sekedar rencana di atas kerjas dan janji yang diobral sewaktu kampanye berlangsung.

Kita membutuhkan kejutan yang membangkitkan gairah adrenalin kehidupan, yang menyegarkan pikiran bahwa kita cukup punya peluang dan daya kreativitas menembus semua keterbatasan. Kita membutuhkan terobosan, yang memecahkan kebuntuan, memangkas prosedur dan jalan yang biasa, untuk mencapai substansi dan solusi nyata untuk kemanfaatan masyarakat.

Nah, lompatan dan terobosan inilah yang membedakan antara pemimpin dan birokrat, antara pemimpin dan manajer. Birokrat menjalankan roda tugas dan organisasi sesuai tupoksi. Manajer menjalankan program secara efisien dan efektif. Pemimpin menunjukkan arah, menetapkan prioritas, dan memastikan bahwa kepentingan orang banyak sebagaimana yang ditunjukkannya itu berjalan di lapangan.

Jakarta tak hanya butuh pemimpin yang memerintah dari belakang meja. Demi harapan keamanan dan kenyamanan masyarakat, Jakarta membutuhkan pemimpin seperti Dahlan Iskan, yang berani mengambil jalan yang kontroversional untuk menembus kebuntuan dan melakukan perubahan-perubahan yang diinginkannya.

Akankah kita mendapatkan pemimpin Jakarta yang memenuhi harapan?

***

Artikel ini dibuat dalam rangka “Lomba Blog Tempo.co & Politicawave.com“. Tempo.co adalah situs online jaringan Koran Tempo dan Majalah Tempo. Politica Wave adalah situs yang berisi analisis mengenai perkembangan politik & pemilu/pilkada. Politica Wave menyajikan dan mengolah data percakapan politik yang terjadi di media online, baik media sosial, blog, maupun berita online.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.