fbpx

Homeschooling: Pilih Kuliah atau Tidak Kuliah?

Homeschooling dijalani saat usia sekolah sampai SMA. Anak-anak homeschooling tak ada masalah dengan ijazah karena bisa mengikuti ujian di PKBM untuk mendapatkan ijazah Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA).

Homeschooling Jalur Kuliah

Dalam pengalaman homeschooling keluarga kami, kami sudah melewati jalur kuliah. Kami sudah membuktikan bahwa anak homeschooling bisa kuliah.

Itulah pengalaman yang dijalani anak pertama kami, Yudhistira.

Walaupun sudah cukup banyak punya pengalaman magang profesional saat SMA, dia memilih untuk kuliah. Yudhis memilih untuk kuliah dan diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Proses yang dijalani Yudhis adalah:
~ mengikuti Ujian Paket A (mendapat ijazah setara SD)
~ mengikuti Ujian Paket B (mendapat ijazah setara SMP)
~ mengikuti Ujian Paket C (mendapat ijazah setara SMA)

Setelah punya ijazah Paket C, Yudhis mendaftar tes masuk perguruan tinggi melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Untuk persiapannya, setahun sebelumnya Yudhis ikut Bimbel untuk menguatkan kemampuan akademisnya.

Yudhis berhasil lulus Ujian SBMPTN dan diterima di FE UI angkatan 2019.

Yudhis menuliskan pengalamannya menjalani homeschooling dan persiapan kuliah ke UI dalam buku “Pembelajar Mandiri”.

Jadi, anak homeschooling tak masalah untuk kuliah di Universitas Negeri. Kuncinya ada di kemampuan anaknya: apakah dia lolos seleksi atau tidak.


Homeschooling Jalur Profesional/Bisnis

Anak kami kedua, Tata, saat ini sedang merintis bisnis kelas online Kreasita. Kelas Online Kreasita mengajari anak menggambar sederhana. Kelas ini juga digunakan oleh orangtua yang merasa tidak bisa menggambar dan ingin menemani anaknya menggambar.

Biaya kelas ini murah, hanya Rp 175 ribu/tahun untuk satu kelas. Selain kelas mengambar sederhana, Tata juga baru saja menyelesaikan kelas baru yaitu membuat kartu/seni pop-up.

Nah, bisnis Kreasita ini sedang berkembang. Tata bukan hanya menikmati uang yang diperoleh, tapi dia juga menikmati proses berkarya dan fleksibiltas yang diperolehnya.

Itu yang membuat Tata ragu untuk melanjutkan kuliah karena itu berarti dia harus berkomitmen selama 4 tahun pada bidang yang sama.

Kuliah atau Tidak Kuliah?

Sebagai orangtua, kami menyerahkan keputusan kuliah atau tidak kuliah pada anak-anak. Bagi kami, ini adalah bagian dari proses mereka mengambil keputusan sebagai seorang dewasa muda.

Bagaimana pandangan kami tentang kuliah?

Menurut saya, kuliah adalah salah satu tempat mengasah keahlian, membangun jejaring dan pintu masuk dunia profesional. Dulu kuliah menjadi satu-satunya jalan.

Tapi dunia sudah berubah. Perguruan Tinggi bukan satu-satunya jalan mengasah keahlian.

Ada area membutuhkan kuliah, tapi ada juga yang tidak. Bidang ekonomi makro seperti yang diminati Yudhis membutuhkan kuliah agar bisa terhubung dengan para profesor dan sumber belajar yang bagus. Bidang yang digeluti Tata, yaitu menggambar, seni & bisnis bisa diasah dengan cara yang berbeda, tanpa harus kuliah.

Jadi, ketika Tata minta izin untuk menunda kuliah, kami tak mempermasalahkannya. Dunia ini luas. Banyak jalan yang bisa dieksplorasi. Yang penting tidak berhenti belajar dan bertumbuh.

Berikut ini percakapan ringkas kami bersama Tata:

Menunda Kuliah

“Boleh nggak aku menunda kuliah?” tanya Tata dalam diskusi kami beberapa malam yang lalu.

Setelah Tata menyelesaikan workshop menggambar Kreasita.com berkolaborasi dengan Tombow, kami mendiskusikan beberapa hal bersama Tata: rencana kegiatan jangka pendek, pengembangan Kreasita, dan arah rencana personal Tata.

Kami duduk bersama di meja usai makan malam. Ada Lala, saya, dan Yudhis yang ikut mendengarkan. Duta main di sekitar dan sesekali ikut bergabung.

“Boleh. Mengapa?” aku menjawab pertanyaan Tata terkait permintaannya menunda kuliah.

“Aku sudah pikir-pikir, kayaknya aku belum butuh kuliah saat ini. Aku suka hal-hal yang berbau budaya dan tidak mau terikat dalam jangka panjang dengan komitmen kuliah. Aku ingin bikin-bikin dan mengeksplorasi proyek jangka pendek.”

“No problem,” kata Lala. “Zaman memang sudah berubah. Banyak cara untuk mengasah keahlian. Dari hasil mengembangkan Kreasita.com, kamu bisa mengumpulkan uang untuk ikut aneka workshop dari ahli di bidang yang kamu tekuni. Kamu bisa cari workshop di Jepang, Eropa, Amerika atau di manapun sesuai kebutuhanmu.”

“Atau, kamu bisa residensi seni di sebuah kota/negara tertentu.”

“Apa itu residensi seni?” tanya Tata.

“Residensi seni berarti kamu tinggal dan berkarya di tempat tertentu agar menemukan pengalaman baru. Kamu bisa tinggal sebulan atau lebih di Bali, Spanyol, Amerika, atau di manapun. Kamu hidup dan menyerap energi kreatif di tempat lokal itu untuk inspirasimu berkarya.”

“Wah, seru juga yaa.. Berapa tahun aku bisa menunda kuliah, kak?” tanya Tata kepada Yudhis.

“Kalau kamu mau kuliah negeri, maksimum 3 tahun setelah Ujian Paket C. Kalau swasta nggak ada batasan. Kalau mau bebas, kamu tunda saja Ujian Paketmu. Kalau mau kuliah baru kamu ambil Ujian Paket C.”

“Kayak gap year gitu ya?”

“Intinya bukan sekadar menunda kuliah. Tapi kamu memang benar-benar bertumbuh dengan cara yang berbeda dari kuliah. Jangan sampai gap year cuma jadi alasanmu nggak mau belajar.”

Diskusi di meja makan itu semakin seru. Hampir 3 jam kami mengobrol di meja makan. Diskusi dihentikan karena Duta sudah terkantuk-kantuk dan berusaha memahami pembicaraan yang agak jauh dari dunia yang diketahuinya.

 

 

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.