fbpx

Silaturahmi dengan Andreas Harsono, penulis cum aktivis HAM

Kesempatan sering datang melalui hal sederhana dan dengan cara tiba-tiba. Seperti kemarin, Minggu (14 September 2014), kami tiba-tiba mendapatkan kesempatan untuk berkunjung dan bersilaturahmi ke rumah mas Andreas Harsono, seorang penulis yang mempromosikan jurnalisme sastrawi dan sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia.

Kami sudah cukup lama merencanakan untuk berkegiatan bersama, tapi tak kunjung terjadi karena kesibukan.

Dan hari Minggu ini semua tiba-tiba terjadi. Jendela kesempatan seperti terbuka. Dan kami memutuskan untuk mengambil kesempatannya. Semuanya hanya berawal dari posting Facebook, percakapan di komentar yang langsung menjadi keputusan untuk janji kunjungan dan anak-anak bermain bersama.

***

andreas-harsono1

Andreas Harsono dan Hak Asasi Manusia

Aku mengenal dan mengagumi mas Andreas Harsono sebagai sosok yang idealis dan profesional. Aku salut dengan kegigihan perjuangannya, keberaniannya, dan gaya tulisan mendalam sekaligus enak dibaca pada tulisan-tulisannya.

Andreas Harsono adalah seorang yang kukenal dengan dua wajah. Wajah pertama adalah aktivis hak asasi manusia. Wajah kedua adalah penulis dan pegiat jurnalisme sastrawi.

Aku mengenal Andreas Harsono pertama kali sebagai aktivis hak asasi manusia saat dia sedang melakukan penelitian tentang isu kebebasan beragama di Indonesia beberapa tahun yang lalu. Kesan pertamaku saat bertemu dengannya, “Orang ini sangat detil dan profesional. Dia sangat berdedikasi dengan pekerjaannya.”

Gara-gara pertemuan pertama itu, aku kemudian membaca blognya: AndreasHarsono.net. Aku membaca tulisan-tulisannya tentang tentang Papua, konflik Madura-Dayak di Sambas, kekerasan terhadap Ahmadiyah, perebutan sumber daya air, dan sebagainya.

Aku pikir, “Orang ini agak gila!” Dia meliput dan menulis tema-tema yang sangat sensitif dan beresiko tinggi. Yang menarik buatku, dia menuliskan isu-isu sensitif itu dengan dukungan data lapangan yang dikumpulkan secara serius. Dia berusaha menulis dengan jujur sesuai fakta yang dimilikinya dan perspektif HAM yang menjadi sudut pandangnya.

Terlepas setuju atau tidak setuju pada isi tulisannya, menurutku dia telah melakukan pekerjaannya dengan kerja keras dan bersungguh-sungguh; sebuah hal yang aku perhatikan masih langka di negeri ini. Dan aku selalu hormat pada orang-orang yang berdedikasi dengan pekerjaannya.

Andreas Harsono dan Jurnalisme Sastrawi

Proses membaca tulisan Andreas Harsono membawaku pada perkenalan sebuah genre menulis yang disebut jurnalisme sastrawi, sebuah model penulisan reportase (fakta, bukan fiksi) yang dilakukan dengan gaya “sastra” sehingga enak dibaca. Kurang lebih mirip gaya tulisan di majalah Tempo, seperti itulah ilmu jurnalisme sastrawi. Ternyata Andreas Harsono, yang mantan reporter Jakarta Post itu adalah salah satu pelopor penulisan jurnalisme sastrawi yang dipelajarinya saat mendapatkan beasiswa Nieman Fellowship on Journalism di Harvard University pada tahun 1999 yang lalu.

Bersama Prof Janet Steele dan koleganya di Yayasan Pantau, Andreas Harsono mengembangkan pelatihan jurnalisme sastrawi. Pelatihan yang hingga kini sudah diikuti sekitar 1500 orang itu menggunakan silabus yang berpijak pada “Sepuluh Elemen Jurnalisme” karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.

Setiap kali membaca silabus dan jadwal pelatihan Jurnalisme Sastrawi alias pelatihan narasi yang diselenggarakan Yayasan Pantau, aku selalu berharap bisa mengikutinya. Tapi selalu saja ada hal yang membuatku tak bisa. Kadang waktu, kadang biaya, dan seterusnya. Sampai saat ini, aku masih ingin belajar tentang jurnalisme sastrawi karena aku merasa keterampilan menulis ini bisa meningkatkan kualitas penulisanku. Mudah-mudahan suatu saat aku bisa mengikutinya.

***

andreas-harsono2

Tak ada agenda dan acara khusus dalam pertemuan dengan mas Andreas Harsono tadi sore. Anak-anak berenang bersama di kolam renang apartemennya. Kami datang sekeluarga lengkap bersama ibu, keluarga Andit ditambah tante Ari & Ardian yang kebetulan sedang mampir bertamu.

Usai renang, kami ngobrol kesana-kemari tentang bermacam hal sambil makan malam. Walaupun dilakukan dengan santai, materi pembicaraan sebenarnya relatif berat. Aku melihat Yudhis menyimak pembicaraan kami dengan serius.

Tak lama mengobrol, anak-anak yang besar kemudian main bilyard bersama Norman Harsono, anak pertama mas Andreas. Ini pertama kali bagi Yudhis, Tata, dan Ardian bermain bilyard dan mereka sangat menikmatinya.

***

Sekitar pukul 20.00, kami meninggalkan apartemen tempat tinggal mas Andreas. Waktu 3.5 jam berlalu dengan cepat tanpa terasa. Banyak obrolan bernas dan pencerahan selama interaksi singkat yang hanya beberapa jam tersebut.

Senang akhirnya bisa main dan bertemu mas Andreas.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.