Seorang guru dan ujian nasional

guruSaat ini adalah hari-hari Ujian Nasional 2010. Tiba-tiba aku teringat sebuah penggalan cerita tahun lalu, kala seorang guru bercerita kepadaku.

Dia menceritakan kegalauannya. Di dalam sebuah rapat, para guru diminta untuk membantu para siswa menyelesaikan soal-soal ujian nasional. Alasannya untuk kebaikan para siswa, target kelulusan, nama baik sekolah, juga nama baik para guru, serta nana baik para pembesar pendidikan di daerah itu.

Di dalam kegalauannya menghadapi tekanan dari atasan dan permintaan solidaritas dari para kolega gurunya, dia menyerah. Dia ikut serta membantu siswanya dengan memberi jawaban soal. Tapi dia kemudian meratapi dan menyesali keputusan yang telah dibuatnya itu.

Setelah masa ujian berakhir, dia melihat para siswa generasi berikutnya turun prestasinya. Para siswa itu seperti kehilangan motivasi belajar. Ketika dia bertanya, jawaban yang dia dapatkan membuatnya terpana.
“Buat apa susah payah belajar? Toch nanti kalau ujian nasional akan dibantu bapak ibu guru. ”

Hancurlah hatinya mendengar jawaban siswanya itu. Musnahlah semua benih pendidikan tentang moral, kejujuran, kerja keras, tanggung jawab, yang dengan susah payah disemai selama bertahun-tahun. Dia sangat menyesali kelemahan dan ketakutannya untuk bersikap benar. But, the damage has been there. Kerusakan sistemik telah terjadi.

Pertanyaan selanjutnya, adakah dia berani untuk menebus kesalahannya itu? Adakah tahun ini dia berani mengambil sikap benar, seperti penyesalannya tahun lalu? Atau dia ternyata memilih kalah dan menjadi pecundang, tapi kali ini dilengkapi pembenaran-pembenaran untuk menenangkan nuraninya?

Aku berharap dia menang. Jika suatu saat kami bertemu lagi, aku ingin bertanya kepadanya mengenai hal ini.

5 thoughts on “Seorang guru dan ujian nasional”

  1. kenapa para guru itu tidak berpikir panjang ya? bukannya itu hanya utk gengsi sekolah, kalau muridnya lulus semua maka akan “diakui” masyarakat, meski semu… Coba tanya kembali hati nuranimu para guru (yang seharusnya selalu digugu dan ditiru)

  2. 2 anak saya dikelas 3 (adiknya ingin sekelas kakaknya). mereka mengalami hal sama, yakni guru membocorkan soal ulangan, & org tua membantu anak utk mempersiapkan jawaban soal… bagaimana nasib anak2 kita dikemudian hari ya bila guru & orang tua sudah menyerah dg kondisi persuasif yg merugikan kualitas pengetahuan & moral? apakah mungkin menghasilkan pemimpin yang mampu mengatasi masalah bangsa ini dimasa depan???
    dalam hal pelajaran, saya mendapati banyak kata yg digunakan dalam buku pelajaran tidak dipahami artinya oleh anak. menurut saya hal ini terkait dg beberapa masalah: 1. pemilihan kata yg tidak sesuai dg usia anak sbg murid pengguna (banyak kosa kata yg tidak/terlalu sulit utk dipahami), 2 adanya masalah dlm materi kurikulum belajar (yg terlalu detail & bervariasi utk usia ybs). 3 proses pengajaran thd pemerataan pemahaman dasar bagi murid.
    tidak sesuainya pemilihan kata membuat anak sulit utk memahami suatu topik pelajaran, sedangkan bervariasinya materi (terkait dg pembagian kedlm sub-sub divisi topik, tdk diajarkanya sistematika pembagian sub topik) menyebabkan anak kehilangan fokus pd apa yg dipelajarinya. di-sekolah2 negeri sdh jadi rahasia umum, bahwa guru tidak memperhatikan detail dlm proses pengajaran (krn murid terlalu banyak, kurangnya penerapan disiplin pd murid, dll.). secara umum anak merasa ada begitu banyak informasi yg diterima tetapi menjadi kehilangan orientasi pd apa yg disukai/dikuasai. dalam hal materi nampaknya ada banyak materi yang tersedia tetapi karena lemah dalam penyampaian, shg tidak cukup dikuasai murid. mungkin materi yg ada memang berusaha mengacu pd standar pendidikan nasional, namun kok begitu banyak kelemahan dlm penerapanya shg orang tuapun sulit utk membantu anak menyesuaikan capaian yg dikehendaki target belajar…

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.