Awalnya, pendidikan berlangsung secara informal, di keluarga dan di masyarakat. Bentuknya longgar, tidak terstruktur.
Kemudian, mulai muncul simpul-simpul pembelajaran yang biasanya ada di pusat kekuasaan (untuk anak-anak para bangsawan).
Bentuk lain pendidikan yang berkembang di masyarakat adalah menitipkan anak kepada keluarga yang lebih baik status sosial dan pendidikannya. Atau, anak dikirim ke seorang pemuka agama agar bisa belajar darinya. Tokoh menjadi sumber ilmu dan keterampilan. Proses belajar dilakukan melalui magang (apprenticeship).
Seiring berkembangnya industrialisasi akibat revolusi industri, kebutuhan akan tenaga kerja terampil semakin diperlukan. Pendidikan yang lebih terstruktur dan massal mulai berkembang. Pendidikan juga menjangkau masyarakat yang lebih luas, bukan hanya kalangan bangsawan saja. Lahirlah public education atau sistem persekolahan.
Politik Etis Belanda & Pendidikan Alternatif
Sistem persekolahan di Indonesia mulai berkembang awal 20, saat Belanda mengembangkan kebijakan politik etis sebagai balas budi terhadap negara jajahannya di Hindia Belanda yang berfokus pada 3 hal, yaitu: Irigasi, Emigrasi, dan Edukasi. Sekolah-sekolah mulai dibangun di Indonesia baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa dengan tujuan utama untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah.
Tapi kesadaran baru hasil proses pendidikan Belanda tak hanya mengikuti pola yang diinginkan Belanda. Kesadaran baru dari masyarakat Indonesia yang terdidik kemudian melahirkan model-model pendidikan alternatif yang berbeda dengan yang dikembangkan Belanda.
Ki Hadjar Dewantara mengembangkan Perguruan Taman Siswa di Jawa Tengah pada 1922. Muhammad Sjafei mengembangkan INS Kayutanam di Padang Pariaman, Sumatera Barat pada 1926. Selain itu, ada KH Agus Salim yang memilih tidak menyekolahkan anak-anaknya dan belajar secara otodidak di rumah.
Era Internet & Keterbukaan Informasi
Pasca kemerdekaan, homeschooling mungkin dipraktekkan oleh keluarga-keluarga di Indonesia. Tapi karena ketiadaan data, tak banyak jejak yang bisa diperoleh tentang sejarah homeschooling di Indonesia di masa ini.
Di era 70-an, salah satu tokoh publik yang dikenal menjalani homeschooling adalah Said Kelana seorang pemusik, yang tidak menyekolahkan anak-anaknya. Anak-anaknya: Idham Noorsaid, Iromy Noorsaid, Lydia Noorsaid, dan Imaniar Noorsaid belajar musik dan menekuni dunia musik.
Seiring perkembangan Internet, keterbukaan informasi membuat informasi tentang homeschooling semakin terbuka. Para pelajar Indonesia yang bersekolah di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, mulai terpapar dengan gagasan dan praktik homeschooling. Banyak keluarga yang mulai belajar dan mempraktekkan homeschooling untuk anak-anaknya.
Forum milis SekolahRumah pada 2007 menjadi simpul belajar tentang homeschooling secara online sekaligus sarana berjejaring diantara para praktisi homeschooling Indonesia. Apalagi, beberapa keluarga praktisi homeschooling Indonesia mulai membuat blog untuk mendokumentasikan praktik homeschooling yang dijalaninya dan sekaligus merupakan edukasi tentang homeschooling bagi masyarakat.
Di era media sosial saat ini, para praktisi homeschooling biasa berkegiatan mandiri. Beberapa diantaranya membentuk komunitas yang menjadi support grup tempat berkegiatan homeschooling seperti Klub Oase & Belajar Bersama di Jakarta, Kerlap di Depok, Pijar di Tangerang Selatan, Kabeh Mesem di Semarang, Seduluran Homeschooling Surabaya, dll.
Selain itu, ada komunitas-komunitas homeschooling berbasis agama seperti HSMN (Homeschooling Muslim Nusantara), HSKM (Homeschooling Keluarga Muslim), dll. Di luar itu, banyak praktisi homeschooling yang merintis komunitas dan melakukan kegiatan bersama walaupun kelompoknya tak diberi nama tertentu.
Sebagian lagi memanfaatkan forum online seperti Facebook Group. Beberapa diantaranya antara lain:
Indonesia Homeschoolers: https://www.facebook.com/groups/Indonesia.Homeschoolers/
Indonesia Homeschooling Network: https://www.facebook.com/groups/Indonesian.Homeschooling.Net/
***
Anda memiliki informasi komunitas homeschooling baik offline maupun online (yang isinya para orangtua, bukan sebuah lembaga bisnis)?
Silakan tinggalkan pesan Anda di bawah ini.
2 thoughts on “Sejarah Homeschooling di Indonesia”
hallo salam kenal. saya lia, ibu dari 1 anak berusia 3,5 tahun. karena ikut suami tugas ke daerah timur dimana akses pendidikan kurang memadai, saya tertarik utk melirik homeschool sbg alternatif pembelajaran bagi si kecil. apakah ada group/komunitas homescooling di daerah waingapu, sumba timur, NTT? terimakasih
Kemungkinan tidak ada karena komunitas HS itu masih sangat sedikit. Jika tak ada, Anda bisa ikut grup diskusi online HS untuk menguatkan Anda. Kegiatan HS tidak harus bersama komunitas HS