Tahun ini adalah kesembilan kalinya acara Perempuan Inspiratif Nova (PIN) digelar. Ada sekitar 2800 surat yang diterima redaksi Tabloid NOVA dari seluruh pelosok Indonesia.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana suasana kantor redaksi NOVA kala proses seleksi ini terjadi. Tahun lalu ketika aku berkesempatan menjadi salah satu juri PIN2015 saja rasanya sudah terharu biru membaca beragam kisah perempuan hebat yang dikirimkan kepadaku. Padahal jumlah yang harus aku baca hanya tinggal puluhan saja, karena sudah masuk seleksi tahap akhir.
Dari ribuan surat yang masuk, akhirnya terpilih 7 perempuan inspiratif dalam 7 kategori Perempuan Inspiratif Nova (PIN) yaitu:
- Perempuan dan Wirausaha
- Perempuan dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
- Perempuan dan Teknologi
- Perempuan dan Kesehatan
- Perempuan dan Seni Budaya
- Perempuan dan Lingkungan
- Perempuan dan Sosial
Tujuh orang lainnya dipilih melalui mekanisme Editor’s Choice, di mana sosok perempuan hebat ini sudah pernah dimuat di Tabloid NOVA sepanjang tahun 2016. Sehingga total ada empat belas pemenang dari tujuh kategori di atas.
Perempuan Inspiratif Nova 2016
Perempuan & Wirausaha
Herlina Triesnayati, Madura, Jawa Timur
Pertemuannya dengan eks pengungsi kerusuhan Sambas membuat hatinya terketuk. Ia berpikir keras bagaimana memberdayakan para perempuan pengungsi ini supaya ada tambahan penghasilan untuk membantu perekonomian keluarga. Tapi, tantangannya adalah usaha itu harus tanpa modal.
Muncullah ide memanfaatkan tanaman pocok (sejenis pohon palem-paleman) yang banyak tumbuh di daerah itu. Daun pohon ini sejak lama telah dimanfaatkan masyarakat Madura untuk membuat tali yang dinamakan tali agel. Tali ini sangat kuat, sekalipun dari serat daun. Perlahan, dia mengajari ibu-ibu pengungsi untuk membuat kerajinan dari tali agel, menjadi tas, topi, taplak dan sebagainya. Usaha ini terus berkembang dan memiliki merk dagang Lyena Craft.
Sunani, Pontianak, Kalimantan Barat
Perempuan kelahiran 18 Januari 1973 ini sukses memperkenalkan hasil olahan aloe vera dari Pontianak ke seluruh penjuru negeri, bahkan hingga mancanegara. Berlabel I Sun Vera, usahanya kian berkembang.
Kini, setiap hari ia mengolah 2 ton aloe vera menjadi 26 produk olahan. Ia melakukan banyak inovasi produk aloe vera, mulai dari produk makanan hingga produk kecantikan. Produk-produk I Sun Vera makin dikenal, termasuk di negeri tetangga, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Untuk mengembangkan bisnisnya, Sunani menambah lahan tanam aloe vera sampai berhektar-hektar. Berbagai prestasi juga ia dapatkan, baik penghargaan nasional maupun internasional. Sunani juga mulai dikenal sebagai motivator bisnis.
Perempuan dan Teknologi
Sidrotun Naim, Bandung, Jawa Barat
Sidrotun Naim adalah doktor pertama dari Indonesia di bidang penyakit udang sekaligus lulusan teladan dari Harvard University. Ia juga penerima penghargaan ilmuwan wanita muda tingkat dunia dari UNESCO. Penelitian yang dilakukannya tergolong unik, namun memberikan kontribusi nyata bagi bangsa Indonesia.
Novi Wahyuningsih, Kebumen, Jawa Tengah
Sadar dunia digital akan semakin berkembang di Indonesia, Novi Wahyuningsih tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Di usia muda, perempuan asal Kebumen ini berhasil menelurkan beberapa aplikasi gratis. Dua di antaranya telah mendunia, yaitu Meo Talk dan Monzter.
Perempuan dan Kesehatan
dr. Louisa Ariantje Langi, Jakarta.
Sebagai dokter ia mendedikasikan hidupnya untuk menjadi bagian dari penanggulangan gizi buruk di pelosok Nusantara, seperti Nusa Tenggara Timur, Aceh, Mentawai. Ia juga membantu korban bencana melakukan trauma healing di Aceh dan Mentawai pasca tsunami. Tak hanya di dalam negeri, kiprahnya juga sampai ke luar negeri, seperti pengobatan pasca gempa di Nepal.
Nur Miftakhul Jannah, Malang, Jawa Timur
Ibu satu anak yang tinggal di Malang (Jatim ) ini benar-benar tangguh. Kemiskinan memaksanya mencari uang untuk biaya sekolah dengan jalan mengamen dan menyemir sepatu di jalanan. Menginjak usia remaja, ia memilih menjadi seorang TKW. Tapi, sang suami menikah lagi. Dalam waktu hampir bersamaan, dia ditinggal pergi sang ibu akibat kanker payudara. Cobaan-cobaan itu nyaris membuatnya bunuh diri. Namun, ia akhirnya malah termotivasi untuk berbuat baik bagi sesama. Sepulang menjadi TKW, bersama suami barunya, dia mendirikan yayasan sosial untuk membantu masyarakat miskin yang sakit serta anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Perempuan dan Pendidikan
Reza Purwanti, Tangerang Selatan
Reza Purwanti punya mimpi untuk anak-anak negeri. Baginya, anak-anak adalah kertas putih yang bisa dilukis apa saja. Keprihatinan akan kekerasan yang sering terjadi di rumah dan anak-anak yang tumbuh tanpa arahan jelas, membuatnya mendirikan Rumah Semut Jalan Peduli. Di tempat ini ia mendidik anak-anak dengan beragam kegiatan, seperti membaca, menulis, beragam keterampilan, hingga pembinaan karakter dan kemandirian. Ia berharap, dari Rumah Semut Jalan Peduli akan muncul calon-calon pemimpin yang jujur dan amanah.
Salma Safitri Rahayaan, Malang, Jawa Timur
Ibu tiga anak kelahiran Jayapura ini mengawali karier sebagai aktivis dunia hukum yang fokus pada ketenagakerjaan. Sebagai lawyer di LSM Solidaritas Perempuan Jakarta, ia melakukan advokasi untuk para TKW yang tersandung masalah.
Jiwa aktivisnya tak pernah surut meski menikah dan ikut suami tinggal di Batu, Malang (Jatim). Di kota berudara sejuk itu, anak kedua dari lima bersaudara pasangan Achmad Rahayaan dan Maryam Rahayaan ini memberdayakan perempuan desa dengan mendirikan Sekolah Perempuan. Berbagai aktivitas diajarkan, mulai mengajari tentang keterampilan sampai demonstrasi.
Perempuan dan Sosial
Arnis Wigati, Jakarta
Berawal dari kegemarannya menjelajah pelosok negeri, ia menemui realita akan minimnya support pendidikan untuk anak pesisir di Indonesia. Ia lalu tergerak mendirikan Taman Bacaan Pesisir, sebuah upaya nyata untuk memberikan akses dan meningkatkan budaya literasi baca dan tulis. Kini Taman Bacaan Pesisir telah berdiri di beberapa daerah, di antaranya Jerowaru, Lombok; Pujut, Lombok Tengah; Kepulauan Selayar; dan Gorontalo.
Lusia Efriyani Kiroyan, Batam, Kepulauan Riau
Perempuan kelahiran 1 Agustus 1980 ini mendirikan rumah singgah Cinderella From Indonesia Center (CFIC) di Batam, Kepulauan Riau. Melalui CFIC, ia memberdayakan ratusan wanita penghuni Lapas dan anak-anak jalanan membuat boneka Batik Girls. Tak sekedar boneka, Batik Girls adalah “Barbie” berambut hitam dan mengenakan batik.
Perempuan dan Lingkungan
Pariama M.D Hutasoit, Denpasar, Bali
Ketertarikannya pada isu lingkungan berawal dari keterlibatannya sebagai field staff WWF-Indonesia untuk menjalankan program Adopt Turtle dan Turtle Night yang bertujuan menggalang dana untuk mengadopsi sarang penyu. Ia juga menginisiasi terbentuknya Kelompok Jurnalis Laut di Bali. Kini ia juga aktif pada kegiatan rehabilitasi terumbu karang di Nusa Dua, Bali.
drh. Erni Suyanti Musambine, Bengkulu
Beberapa waktu lalu, foto drh. Erni Suyanti Musabine, atau Yanti, satu perahu dengan harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) menjadi viral di laman Facebook. Pujian pun berdatangan dari para netizen. Pengabdiannya terhadap perlindungan satwa liar memang luar biasa. Hampir seluruh waktunya dihabiskan di berbagai pelosok hutan di Indonesia untuk memerhatikan kelangsungan hidup satwa liar. Dokter hewan lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini bahkan berani bertaruh nyawa demi menyelamatkan satwa liar yang kian hari terancam punah.
Perempuan dan Seni Budaya
Aliya Nurlela, Kediri, Jawa Timur
Beberapa tahun lalu ia sempat terpuruk akibat penyakit bell’s palsy (kelumpuhan separuh saraf wajah) yang menyerangnya. Hilang rasa percaya diri akibat wajah yang jadi tidak simetris, sehingga membuatnya minder bertemu orang banyak. Pada saat itulah ia berkesempatan menekuni hobi menulisnya secara lebih intens dan mendirikan Forum Aktif Menulis (FAM) yang kini memiliki ribuan anggota, termasuk dari Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Jerman dan Saudi. Wadah untuk para penulis ini telah berdiri selama 5 tahun, memiliki 20 cabang di berbagai kota, dan menerbitkan lebih dari 500 judul buku.
Nur Anani M. Irman, Cirebon, Jawa Barat
Di tengah arus modernitas, mempertahankan seni tradisi bukan perkara mudah.Salah satunya adalah tari Topeng Losari Cirebon. Namun, berkat perjuangan yang dilakukan Nur Anani M. Imran, tari Topeng Losari terdengar hingga ke mancanegara. Lebih dari 20 negara sudah didatangi ibu dua anak ini untuk mengenalkan seni tradisi ini. Sanggar Purwa Kencana yang ia pimpin pun ikut dikenal.
***
Keluarga Besar Perempuan Inspiratif Nova
Seperti yang beberapa kali sudah aku tulis sebelumnya, aku sangat menikmati menjadi bagian dari keluarga besar Perempuan Inspiratif Nova karena ajang ini bukan hanya memberi pengakuan bagi perempuan atas prestasinya atau penghargaan terhadap kegiatan yang sedang dijalankannya, tapi juga memberikan sebuah keluarga & sahabat-sahabat baru yang saling menguatkan dan menginspirasi.
Seperti kali ini, aku menghabiskan banyak waktu dengan mbak Anis (Rochmatun Nisa), mbak Zahro (Zahrotur Riyad) & bunda Sri Utami. Aku terkesan mendengarkan langsung perjalanan hidup bunda Sri dari mulai masa sulitnya hingga masa jayanya. Bagaimana bunda Sri berjuang menjadi apa saja asal halal dari mulai buruh cuci baju, juru masak, cuci mobil, jualan sayur, jamu keliling, dan lain-lain hingga akhirnya sekarang beliau berhasil membangun 5 rumah sakit Mojosongo yang terkenal ramah bagi rakyat karena tarif berobatnya yang sangat murah. Kalau aku tidak salah dengar biaya konsultasi dokternya saja antara Rp. 15rb – Rp. 20rb. Biaya menginapnya juga murah sekali dibandingkan dengan rumah sakit swasta pada umumnya.
Belum lagi cerita-cerita dari mbak Zahro & mbak Anis. Wah, bisa nggak tamat-tamat deh posting ini kalau diceritakan semuanya. Satu hal yang paling aku suka adalah semangat yang aku rasakan dalam cerita mereka. Bagaimana perjuangan mereka mengalahkan kondisi dan terus mengayuh.
Malam Penghargaan Perempuan Inspiratif Nova
Waktu menunjukkan pukul 18.00 ketika kami mulai beranjak dari kamar hotel menuju Ballroom Grand Tjokro, Bandung. Karpet merah pun menyambut begitu kami keluar dari lift. Mataku langsung berbinar melihat banyak teman alumni PIN yang hadir, juga tim Nova yang terasa semakin akrab dari tahun ke tahun.
Setelah sulit sekali beranjak dari backdrop foto, akhirnya kami memasuki ruang untuk menikmati acara. Acara dibuka dengan makan malam. Aku sempat galau sedikit, karena sudah lebih dari 2 bulan menjalankan pola makan ketogenic dan malam ini seluruh makanan diantar langsung ke meja. Bisa bertahan nggak yaaah, hohohoho.
Untunglah makan malamnya cukup aman. Sup tomat & saladnya yummy. Steaknya empuk, mashed potatonya juga nggak bisa aku tolak. huehehe. Untungnya aku berhasil tidak mencolek cake coklat yang enak itu dan bertahan dengan kopi pahit sebagai penutup.
Setelah makan malam, mbak Iis (Iis R Soelaeman – pemred Tabloid Nova) membuka acara dan menyampaikan garis besar tentang acara PIN. Acara berlanjut dengan sambutan dari tamu spesial malam itu, yaitu ibu walikota Bandung yang geulis pisan, teh Ataliya Praratya. Beliau ternyata beneran tidak hanya cantik, tapi juga lucu dan cerdas. Katanya jadi perempuan itu harus siap bangkit lagi, “Perempuan itu sosok yang tangguh. Jika jatuh akan berdiri lagi, jika kalah akan coba lagi”. Aaah teteh, aku aku padamu deh.
Masih ada sambutan dari ibu Agustina dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang menyatakan dukungan pemerintah kepada pemenang Perempuan Inspiratif Nova dan kemungkinan untuk kolaborasi agar bisa semakin banyak memberikan manfaat bagi orang banyak.
Satu persatu kategori pemenang PIN 2016 pun mulai diumumkan, diselingi dengan tarian dan musik. Kesukaanku adalah ketika D’Cinnamons hadir dan membawakan lagu favorit aku, “Selamanya Cinta”.
Acara ditutup dengan foto-foto. Walau tidak seluruh alumni PIN hadir malam itu, tapi rasanya udah ruameee banget. Apalagi ada mbak Ida dengan tongsisnya yang membuat kami selalu kumpul begitu mbak Ida mengulurkan tongsisnya. Sebagian fotonya ada di sini.
***
Membangun Kolaborasi
Menjadi keluarga besar PIN itu berarti membuka jalan kolaborasi. Karena di sini aku berkesempatan berinteraksi langsung dengan banyak perempuan dari beragam latar belakang lengkap dengan kekuatannya masing-masing.
Salah satu impianku adalah mengenal lebih dekat setiap sosok PIN dan melihat langsung tempat mereka berkarya. Seperti yang aku lakukan keesokan harinya (minggu, 27 Nov), aku berkunjung ke Sekolah Perempuan, tempat mbak Indari Mastuti berkarya.
Di sana kebetulan sedang ada pelatihan menulis yang dipimpin oleh mbak Anna Farida (seorang penulis yang sudah menghasilkan banyak buku). Kelas menulis yang dilakukan secara online & offline ini ternyata sudah sampai ke batch 15. Sayangnya mbak Indari sedang ada acara ke Batam, jadinya begitu acara selesai aku pun jalan dengan mbak Anna.
Ternyata, ketika aku sedang makan siang dengan mbak Anna, mbak Indari menelpon dan menyatakan dirinya sudah sampai stasiun kereta api. Wuaaaaaa, akhirnya bisa ketemuan deh kita.
Senang deh, semoga kita bisa beneran bisa kolaborasi yaaa. Aku yakin, semakin banyak kolaborasi antar alumni PIN terjadi, semakin banyak kami bisa memberikan manfaat bagi bangsa ini. Sehingga PIN bukan lagi sekedar “penghargaan” atau “ajang apresiasi”, tapi menjadi pintu kolaborasi perempuan untuk negeri ini.