Sebagaimana orangtua pada umumnya, proses parenting yang kami jalani juga mengalami keberhasilan dan kegagalan. Kami berniat selalu berusaha melakukan yang baik dan terbaik untuk anak-anak. Prakteknya, banyak kekurangan dan kesalahan yang kami lakukan sepanjang perjalanan dan terus berusaha kami perbaiki.
Salah satu contoh kesalahan dan kegagalan kami dalam parenting terjadai beberapa waktu yang lalu. Kesalahan ini berkaitan dengan over response atau over stimulus yang kami lakukan.
Kesalahan ini kami lakukan pada saat menangani Tata.
Semangat yang Berlebihan
Ceritanya, pada saat itu kami sangat senang dan menikmati perkembangan Tata yang tiba-tiba berinisiatif belajar membuat boneka dan kemudian membuat sendiri.
Saking senangnya, kami kemudian membelikan Tata mesin jahit kecil. Sampai di sini masih oke. Tata senang sekali mendapatkan mesin jahitnya. Dia belajar dengan memakainya dengan menggunakan tutorial-tutorial Youtube.
Saat Garis Batas Dilewati
Satu semangat memicu kelahiran semangat baru. Demikian kami mendukung Tata. Termasuk para Eyang & Tantenya yang ikut mendukung Tata. Melihat Tata bisa membuat boneka, Tata pun mendapat pesanan untuk membuatkan boneka. Kain perca untuk membuat boneka sudah disediakan untuk memudahkan Tata.
Tapi di sinilah mungkin titik awal kesalahan kami. Ekspektasi kami terhadap Tata meningkat. Kami berharap Tata bisa melakukan produksi sesuai yang diminta Eyang & Tantenya. Padahal Tata melakukan itu semua hanya untuk bersenang-senang.
Mundur Teratur
Sehari dua hari, Tata mengerjakan bonekanya. Tapi lama-lama dia mulai ogah-ogahan. Saat ditanya, dia tak membantah, tapi boneka itu tak kunjung selesai dikerjakannya.
Setelah beberapa waktu mencoba memotivasi Tata dan tak berhasil, kami kemudian mundur secara teratur. Kami tak memaksanya untuk menyelesaikan boneka yang dipesan.
Merefleksikan Proses
Parenting, ibarat manajemen, adalah ilmu praktek. Ada teori dan konsep yang kita fahami. Tetapi efektivitas penerapannya sangat tergantung kondisi di lapangan karena manusia (yang menjadi variabel dalam parenting/manajemen) bersifat dinamik.
Kapan kita terus mendorong? Kapan kita harus mundur teratur? Semua itu berdasarkan penilaian kita di lapangan.
Kadang kita terus mendorong karena kondisi sedang memberikan kesempatan kepada kita untuk mengajarkan tentang konsistensi dan persistensi.
Dalam kasus yang kami alami bersama Tata, kami merasa bahwa pelajaran untuk saat ini adalah bahwa kami yang harus mundur & melonggarkan, bukan mendorong Tata untuk maju terus. Dalam refleksi kami di lapangan, kami merasa terlalu semangat dan over stimulus.
Keputusan mundur memberikan ruang yang lebih luas bagi kami dan Tata. Tata sibuk dengan ide dan inisiatif-inisiatifnya yang lain. Kami fokus dalam pendampingan untuk kegiatan yang berbeda.
Suatu saat, kami mungkin akan kembali lagi ke proyek membuat boneka jika Tata lebih siap dan kondisi memang memungkinkan.
6 thoughts on “Pengalaman kegagalan dalam proses parenting”
salut untuk kalian!
Gagal kok disaluti mbak Ratna? Piye tho… hehehe
Anyway, terima kasih sudah menjejakkan perhatian dan komentarnya.. 🙂
refleksi yang menginspirasi mas Aar..
Terimakasih… 🙂
Hehehe.. sama2 Lea 🙂
kalau pengalaman saya, saya biasanya ‘menurunkan target’. tapi intinya sama mas aar, memberi ruang pada anak2 untuk menghela nafas. dan buat emboknya bisa selonjoran kaki dulu … hehehe
Betul sekali mbak Ika Rais 🙂