fbpx

Pendidikan Tanpa Ijazah

Tinggalkan Sekolah Sebelum Terlambat

Ijazah adalah sebuah “mata uang” yang sangat penting di dunia kerja. Itulah sebabnya, hampir semua orang mengumpulkan mata uang jenis ini sebanyak-banyaknya. Terkadang, pengejaran terhadap ijazah itu dilakukan dengan cara apapun, termasuk cara-cara haram dan mengorbankan integritas anak/diri.

Bagi mereka yang ingin melihat alternatif jalan lain selain “jalan ijazah”, ada kisah menarik dari James Marcus Bach, seorang putus sekolah yang tidak tamat SMA. Gurunya meremehkannya dan menganggapnya akan gagal kalau dia tidak bersekolah dengan baik. Tetapi Bach memilih untuk menjadi pembelajar mandiri (otodidak) yang menekuni bidang pemograman hingga kemudian direkrut Apple Computer sebagai ahli software testing dan dikenal sebagai software tester yang diakui di dunia.

Pengalaman Bach itu dituangkan dalam buku berjudul “Tinggalkan Sekolah sebelum Terlambat, Belajar Cerdas Mandiri dan Mraih Sukses dengan Metode Bajak Laut”, diterbitkan oleh penerbit Kaifa. Judul aslinya “Secrets of Buccaneer-Scholar: How Self-Education and the Pursuit of Passion Can Lead to a Lifetime of Success”.

Dalam buku ini, Bach menceritakan tentang pengalaman hidupnya dan usahanya membangun credential/reputasi/akreditasi sebagai “mata uang” pengganti ijazah. Semuanya berawal dari proses panjangnya menggeluti bidang yang disukainya, ditekuninya dengan belajar keras, dan dibuktikannya melalui portofolio karya dan prestasinya. Buku ini juga menggambar strategi belajar Bach yang dinamakannya metode Bajak Laut (buccaneer).

***

Dalam konteks homeschooling, James Marcus Bach adalah salah satu contoh profil yang menempuh model unschooling, pendidikan yang didasarkan pada minat/passion, bukan berdasarkan model sekolah (dengan mata pelajaran, jenjang dan struktur yang melekat padanya).

Model yang dijalani oleh Bach ini memang sangat berbeda dibandingkan model sekolah. Tapi bukankah pendidikan itu tak hanya sekedar sekolah? Kegagalan di sekolah bukan berarti kegagalan kehidupan. Menempuh model pendidikan yang berbeda dengan sekolah juga bukan berarti kebodohan. Jalan-jalan pendidikan lain pun bisa menjadi pintu menuju keberhasilan sebagaimana yang ditunjukkan secara nyata oleh Bach.

Sebagian besar ketakutan orang untuk menempuh jalan non-sekolah dipicu oleh kekhawatiran terhadap dunia kerja. Sebagaimana hal itu juga ditanyakan kepada Bach: “Banyak majikan/perusahaan sama sekali tidak akan melirik Anda jika Anda tidak memiliki setumpuk ijazah formal.”

Dan Back menjawabnya dengan sudut pandang yang menarik. “Barangkali itu benar. Memangnya kenapa? Saya tidak mencari pekerjaan ke banyak majikan/perusahaan. Satu majikan sudah cukup buat saya. Selalu ada orang yang menghargai sesuatu yang benar-benar bermanfaat, seperti keahlian teknis dan kemampuan untuk bekerja sama dengan baik di dalam tim. Temukan orang-orang seperti itu.”

Ya… orang-orang yang belajar secara otodidak itu biasanya unique. Mereka sering mempunyai sudut pandang, cara berfikir, dan pendekatan-pendekatan yang berbeda. Mereka berbeda dari produk sekolah yang relatif memiliki pola pikir dan sikap yang sejenis. Keunikannya ini adalah kekuatan yang sering diperlukan untuk memicu inovasi-inovasi di dalam perusahaan.

Para pembelajar mandiri ini biasanya juga akan sukses di bidang-bidang yang memang berorientasi output, yang lebih menghargai karya daripada sekedar formalitas ijazah, seperti: dunia fotografi, penulis, seni, desainer, dan tentu saja dunia bisnis.

***

Membaca buku ini, aku seperti melihat Lala, isteriku tercinta yang adalah seorang pembelajar otodidak. Logika-logika yang dibangun Bach, juga strategi belajar ala bajak laut yang diutarakannya memiliki banyak sekali kemiripan dengan cara berfikir dan cara belajar Lala.

Ada cara berfikir yang khas dari pembelajar otodidak ini, yang lebih menyukai model belajar praktek langsung (“tinkering”) daripada model belajar secara konseptual ala sekolah. Pemahaman konseptual mereka tumbuh seiring dengan penguasaan teknis/lapangan mereka. Seiring meningkatnya pengalaman belajar, mereka
menemukan sendiri strategi dan cara belajar yang efektif & khas bagi mereka untuk mempelajari sesuatu.

Melalui buku ini, aku seperti melihat cermin dan semakin melihat bahwa memang ada orang-orang yang berfikir dengan cara berbeda. Ada orang-orang yang cocok dengan sekolah, tapi ada juga orang-orang yang tidak cocok dengan model sekolah. Tidak semua anak bisa berkembang dengan sukses di dalam sekolah. Ada anak-anak yang lebih cocok belajar di luar sekolah dan mereka tetap memiliki peluang sangat besar untuk berhasil, baik dalam kehidupan profesional maupun sosialnya.

***

Bagi orangtua yang memiliki anak-anak yang drop out atau tidak cocok dengan model sekolah, buku ini sangat bagus untuk memberikan peneguhan bahwa ada jalan-jalan keberhasilan yang lain selain sekolah. Buku ini memberikan banyak pencerahan bagi mereka yang memiliki ruang yang luas untuk membuka diri.

Tapi kalau Anda berkeyakinan bahwa sekolah adalah satu-satunya jalan sukses dan hidup di Indonesia tak bisa lepas dari sekolah dan ijazah, buku ini tidak cocok untuk  Anda.

Walaupun judul buku ini agak lebay dan terjemahannya agak kurang sulit dipahami di beberapa bagian, aku merekomendasikan kepada para praktisi homeschooling untuk membaca buku ini.

3 thoughts on “Pendidikan Tanpa Ijazah”

  1. Jadi beli bukunya setelah baca resensi ini. Terima kasih Pak Aar. Baru buka-buka, sepintas kesannya isi buku ini berani sekali. Like. Tapi saya kok agak terganggu dengan penggunaan kata ganti pertama “saya”, dan dalam hati terus-menerus menggerutu, seharusnya “aku”, kan bajak laut! Memang ada beberapa bagian yang membingungkan, misalnya hal. 160 Pembelajaran Bersiklus mustinya pembelajaran berjenjang/bertahap kali? Kalau siklus, siklus apaan gitu kan? Tapi secara umum masih bisa dipahami sih… sambil sedikit menebak-nebak. Menerjemahkan buku bahasa Inggris mungkin tidak sesederhana yang kita pikirkan? *Saya belum pernah soalnya, baru pengen.

  2. Buat saya (yg scholar), buku ini menarik sekaligus menantang krn dibangun dg logika yg berbeda dari yg biasanya saya kenal.
    Istilah “saya” dan “aku” sangat mengganggu ya mbak? Untungnya saya tidak terlalu sensitif soal itu, hehehehe 🙂

  3. orang yang meninggalkan sekolah, lalu belajar otodidak sesuai passionnya adalah orang yang sangat berani… Dia tahu apa yang terbaik bagi dirinya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.