“Aku hanya orang biasa yang bekerja untuk bangsa Indonesia dengan cara Indonesia. Namun yang penting untuk kalian yakini, sesaatpun aku tak pernah mengkhianati tanah air dan bangsaku, lahir maupun batin. Aku tak pernah mengkorup kekayaan negara. Aku bersyukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan langkah perjuanganku.“
Tulisan di atas merupakan petikan dari pesan Ki Hajar Dewantara yang terpampang menjadi salah satu poster besar di Museum Sumpah Pemuda yang kami kunjungi kemarin pagi bersama anak-anak.
Hari Minggu (27/10/2013) kami mengikuti kegiatan Napak Tilas Sumpah Pemuda yang diselenggarakan oleh Komunitas Historia Indonesia (KHI). Perjalanan napak tilas ini diawali di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Salemba dan berakhir di Museum Sumpah Pemuda.
“Bagaimana kesanmu untuk acara hari ini, Dhis?” aku bertanya kepada Yudhis (12) mengenai kegiatan yang diikutinya hari ini.
“Senang. Tapi cuacanya panas banget dan bikin capek. Aku mulai banyak ngerti setelah menonton video di Museum Sumpah Pemuda,” jawab Yudhis.
“Kalau kamu Ta?” pertanyaan beralih kepada Tata (9).
“Asyik.Senang,” Tata menjawab dengan pendek tapi dengan nada yang mantap dan penuh keyakinan.
“Masih mau ikut lagi nggak ada kegiatan semacam ini lagi?”
“Mau,” Tata dan Yudhis menjawab serempak.
Plong. Lega. Itulah perasaan yang aku rasakan saat mendengar jawaban Yudhis dan Tata mengenai kegiatan Napak Tilas Sumpah Pemuda yang mereka ikuti.
Bagaimana tidak?
Kegiatan hari ini relatif berat buat anak-anak. Materi yang dibahaskan serius. Perjalanan napak tilas yang dilakukan dengan berjalan kaki itu menempuh perjalanan sekitar 4,5 km. Belum lagi cuaca panas menyengat dan terik yang sedang terjadi di Jakarta. Plus, anak-anak sebenarnya masih kelelahan usai seharian mengikuti kegiatan Festival Dongeng Indonesia di perpustakaan UI pada hari sebelumnya.
Gedung Fakultas Kedokteran UI
Gedung Fakultas Kedokteran UI menjadi titik berkumpul kegiatan Napak Tilas Sumpah Pemuda kali ini. Diawali dengan briefing dan pengelompokan sekitar 150 peserta menjadi 4 kelompok besar, kegiatan dimulai dengan menjelajahi gedung Fakultas Kedokteran yang diresmikan pada tahun 1916. Bersama keluarga mas Faizal Kamal, kami masuk dalam kelompok biru dengan narasumber guide mas Danu dari KHI.
Menjelajahi gedung kuno dengan arsitektur Art Deco dipandu dengan penjelasan mas Danu dan teman-teman KHI serasa mencoba memasuki lorong waktu. Gedung tua itu tak lagi sekedar memasuki bangunan tinggi kokoh tapi renta dan remang-remang, tapi ada sepotong cerita yang menghubungkan zaman kini, masa bangunan didirikan, dan dinamika peradaban yang berkembang diantaranya.
Museum M. Husni Thamrin
Aku tak mengira bahwa di balik kawasan pertokoan Kenari yang menjual aneka peralatan pompa air & plumbing, ada sebuah jejak sejarah yang bernama museum M. Husni Thamrin. Museum ini merupakan tempat tinggal Husni Thamrin,
pahlawan nasional asal Betawi, yang kakeknya adalah orang Inggris yang juga seorang pebisnis yang memiliki hotel.
Yang juga menarik, ada foto hutan kenari yang menjadi asal penamaan jalan kenari.Husni Thamrin sendiri diabadikan sebagai nama jalan protokol penting di Jakarta dan dua patung, salah satunya berada di museum itu. Selain berisi sejarah kehidupan Husni Thamrin, museum Husni Thamrin yang berlokasi di Jl. Kenari II/15 ini banyak menyajikan jejak-jejak sejarah tokoh Betawi, termasuk diantaranya bang Pei, bos preman Pasar Senen yang dijadikan Menteri Keamanan pada masa presiden Soekarno.
Panti Asuhan Vincentius Putra
Menyusuri jalan Salemba menuju Museum Sumpah Pemuda, kami sempat dibawa berkunjung ke Panti Asuhan Vincentius Putra yang memiliki bangunan kuno sejak era Belanda yang tetap terawat apik dan bersih.
Kami dibawa berjalan menyusuri lorong-lorong gedung asrama Vincentius hingga jauh ke dalam.
Panti asuhan Vincentius merupakan salah satu saksi sejarah Sumpah Pemuda 1928, saat para pemuda yang didalamnya ikut terlibat dalam kegiatan yang menjadi tonggak penting dalam berdirinya Republik Indonesia ini.
Museum Sumpah Pemuda
Perjalanan terakhir dari napak tilas ini berujung di Museum Sumpah Pemuda, lokasi tempat terjadinya peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Apa yang menarik dari peristiwa Sumpah Pemuda ini?
Menurut kang Asep Kambali, pendiri Komunitas Historia Jakarta, yang menjadi pencerita tentang peristiwa Sumpah Pemuda adalah spiritnya yang disebut dengan satu kata kunci, yaitu “fusi”. Menurut Asep Kambali, fusi atau peleburan aneka organisasi kedaerahan dan keagamaan menjadi satu, yaitu Indonesia Muda adalah peristiwa yang sangat penting, di mana kesadaran yang tinggi pada para pemuda membuat mereka rela membubarkan organisasinya demi cita-cita yang lebih besar, yaitu Indonesia.
***
Kala Sejarah Tak Hanya Hafalan
Walaupun baru pertama mengikuti kegiatan Komunitas Historia Indonesia (KHI), kami sangat menikmati kegiatan ini. Hal paling menarik dari kegiatan semacam Napak Tilas Sumpah Pemuda yang kami ikuti adalah belajar tentang sejarah dari narasi dan pengalaman berinteraksi langsung dengan jejak-jejak yang masih ada.
“Aku suka karena seperti mendengarkan dongeng,” itu salah satu komentar Tata mengenai kegiatan ini.
Di tangan orang-orang yang mencintai dan memiliki passion seperti teman-teman KHI, sejarah tak nampak seperti kumpulan fakta kering yang harus diingat dan dihafalkan. Belajar sejarah terasa seperti memasuki masa lalu, merekonstruksi pecahan-pecahan peristiwa berdasarkan data yang tersisa dan berusaha memahami dialektika yang terjadi pada masa itu.
“Belajar sejarah seperti ini beda dengan belajar waktu mau ujian dulu,” kata Yudhis.
***
Secara pribadi, aku berharap mudah-mudahan kegiatan-kegiatan seperti yang diselenggarakan KHI ini terus berkembang. Syukur-syukur kalau KHI bisa mengadakan kegiatan dalam format yang lebih ringan, yang ditujukan untuk anak-anak.
Alangkah bahagianya kalau kita bisa membenihkan kecintaan akan belajar dan sejarah pada anak-anak.
Album foto kegiatan: Napak Tilas Sumpah Pemuda