Pola belanja kami adalah belanja bulanan di hipermarket ditambah belanja mingguan di pasar tradisional. Kurang lebih seperti itu.
Selama ini, Lala belanja ke pasar sendirian. Berangkat pagi sebelum anak-anak bangun dan pulang membawa belanjaan sekaligus sarapan pagi. Setelah Lala datang, anak-anak biasanya kerja bakti membantu memotong bayam dan sayuran untuk dimasukkan ke kotak, kemudian disimpan di kulkas.
***
Sudah beberapa minggu ini Lala mengajak Yudhis ke pasar untuk berbelanja. Selain untuk mengajari Yudhis tentang kehidupan, kebetulan Lala juga butuh bantuan karena harus ganti pasar disebabkan pasar lama sedang direnovasi.
Awalnya Yudhis tidak tertarik saat Ibunya memintanya ikut pergi ke pasar. Siapa yang tertarik untuk bangun pagi-pagi dan kerja keras mengangkat barang di pasar yang becek?
Tapi karena diminta untuk menolong ibunya, mau tidak mau dia ikut. Banyak pengalaman yang diperoleh Yudhis selama beberapa minggu ini.
Dalam perjalanan menuju pasar, di angkot dia melihat bahwa banyak anak-anak sekolah seusia dia yang berangkat dengan seragam rapi dengan mata tertutup dan bersandar separuh tidur di pundak orang tuanya. Lumayan, pemandangan itu ternyata bisa membuatnya makin mensyukuri homeschooling yang dijalaninya.
Pada hari pertama Yudhis menjadi “kuli panggul” belanjaan untuk ibunya, hasilnya memang agak kacau. Dia tidak terbiasa mengangkat beban belanjaan yang berat dalam jangka panjang. Akibatnya, tas belanjaan itu sering dia seret atau jatuh dengan keras di tanah sehingga membuat sebagian isinya agak rusak. Tapi itu hanya terjadi pada hari pertama. Dalam kesempatan belanja selanjutnya, Yudhis sudah belajar untuk berhati-hati membawa belanjaan.
Perjalanan belanja ke pasar memang bukan hal yang mudah dan menyenangkan. Jarak dari rumah ke tempat angkot sekitar 100 meter, pasti terasa berat kalau harus membawa tas belanja yang isinya penuh. Belum lagi proses menjadi kuli panggul belanjaan selama di pasar.
Tapi kata Lala, lama-lama Yudhis mulai bisa menikmati prosesnya menemani Lala berbelanja. Di tempat belanja, dia sering ngobrol dan bertanya kepada penjualnya. Dia bertanya macam-macam di tukang ikan sehingga mulai tahu nama-nama ikan beserta bentuknya (yang berbeda dari ikan yang sudah dipotong dan terhidang di meja makan). Dia jadi tahu tentang harga ayam yang berbeda-beda antar-penjual; juga mengamati serunya tukang bumbu meramu berbagai campuran untuk membuat bumbu suatu masakan. Obrolan juga terus terjadi sepanjang perjalanan bersama Lala.
***
Belajar kok begini… mungkin ada yang berfikiran seperti itu. Tak apa-apa. Anda boleh tidak setuju kok, tapi inilah diantara proses belajar yang kami jalani dalam keseharian homeschooling kami; selain belajar tentang mata pelajaran.
Apakah proses belajar dalam homeschooling harus seperti ini? Tentu saja tidak. Setiap keluarga homeschooling memiliki kebebasan untuk merancang model pendidikan yang paling “ideal” untuk anak-anaknya.
Dengan menjadi kuli panggul belanja untuk Ibunya, kami melihat Yudhis semakin empatik dan apresiatif. Dia tak hanya melihat makanan di atas meja sebagai sebuah hak semata, tetapi memahami bahwa ada proses dan kerja keras untuk menghadirkannya.
Proses lahirnya pemahaman semacam ini menurut kami adalah proses belajar yang “mahal dan berharga”. Sebab, pemahaman ini diperoleh bukan hanya dari proses intelektual/mengetahui, tetapi melalui kesadaran yang diperoleh dari pengalaman.
Bagi kami, itu adalah nilai-nilai besar dan pelajaran tentang kehidupan yang penting untuk menjadi pondasi hidup mereka.
6 thoughts on “Menjadi Kuli Panggul di Pasar”
Yudhis….sabtu besok gantian temenin tante Devi yaaa
kok sama sih pasarnya lagi direnov juga….???
*ga sabar Rafif lebih gede lagi*
Wah… sudah langsung dapat order nih? Asyik… Lumayan beragam nih profesi yg dijalani Yudhis, mulai guru Photoshop sampai kuli panggul, hehehe 🙂
Pada hari pertama Yudhis menjadi “kuli panggul” belanjaan untuk ibunya, hasilnya memang agak kacau. Dia tidak terbiasa mengangkat beban belanjaan yang berat dalam jangka panjang. Akibatnya, tas belanjaan itu sering dia seret atau jatuh dengan keras di tanah sehingga membuat sebagian isinya agak rusak. Tapi itu hanya terjadi pada hari pertama. <– senang sekali melihat orangtua memaklumi anaknya, dan memberi kesempatan. Kalau saya dulu masih kecil…membuat kesalahan sedikit saja sudah dimarahi dan dipukul. Tidak ada penjelasan yg baik di awal, kalau kita salah dimarahi, tp kalau kita bekerja baik, tidak dipuji. Yudhis beruntung deh.
Mudah-mudahan kita bisa menjadi orangtua yang lebih baik ya mbak untuk anak-anak kita.. 🙂
ini proses pembelajaran yg cool, sangat membumi!
Terima kasih mbak Ratna. Kami memang sdg belajar mengintegrasikan dan membumikan proses belajar dengan keseharian. 🙂