Sudah lama pengen curhat tentang tukang ojek deket rumah yang suka mengambil kesempatan dalam kesempitan. Sebenernya sih sudah kutahan-tahan, tapi hari ini rasanya sebelku udah agak-agak numpuk jadi perlu penyaluran supaya besok masih bisa senyum kalau ketemu tukang ojek. Hehe..
Jadi, tadi siang aku janjian ketemu mb Shakina Mirfa di LMPI jam 10. Karena lek Gana ada sidang (kena tilang polisi) jadilah aku terpaksa naik ojek ke Utan Kayu:
“Berapa bang ke Utan Kayu?”
“Biasa neng, 25rb”
“Lha kan deket. 20rb aja ya” tawarku
“Nggak bisa neng.” dan dengan kompaknya semua tukang ojek yang mangkal nggak mau kalau aku nggak pake abang itu. Itu giliran dia katanya. 25rb itu sama seperti kalau aku naik taxi, lebih murah malah kayaknya kalau ambil yang tarif bawah. Tapi berhubung aku buru-buru (dan itulah kesempitanku) jadi aku pasrah.
***
Aku tahu, sebenarnya itu biasa banget. Tapi masalahnya ini kejadian berkali2 dalam perbandingan yang luar biasa jauh. Jadi misalnya, di hari aku harus mengajar ke UI, aku harus berangkat jam 6.30 dan lek Gana belum sampai rumah jam segitu, mau tidak mau harus naik ojek ke stasiun KA Tebet. Berapa tarif dari abang ojek? 25ribu! Padahal, kalau pulangnya aku naik ojek juga, para tukang ojek yang mangkal di KA Tebet memberi tarif 15rb sampai rumah. Lumayan kan bedanya nyaris 50% (xixixi, emak2 banget ya aku, nggak mau rugi).
Ok lah, itu yang jauh. Ke pasar Ciplak yang deket rumah aja, mereka tarifin ekstra juga. Jadi kalau dari rumah ke pasar tarifnya 7000 (no nego). Padahal, kalau pulang dari pasar Ciplak, tarifnya 5000 plus si abang ojek mau lho bantu angkat2 belanjaanku yang segambreng, maklum belanjaan seminggu.
Makanya, aku lebih suka belanja ke pasar kaget yang walau lebih jauh, harus naik angkot, tapi bisa bareng Yudhis. Ada 2 keuntungan: Yudhis jadi belajar jadi kuli pasar, harga angkot JELAS, malah kalau aku tambah uang ekstra bisa diantar sampai depan pager. Lumayan.
***
Aku tahu posting ini nggak penting banget untuk dibaca. Hahaha.. Tapi paling tidak buatku sedikit lega. Soalnya, ngomel-ngomel ke abang ojek itu rasanya gak guna. Antara kasihan sama males debat yang gak penting tapi kesel. Jadi gimana dong, daripada numpuk keselnya. Mending ditulis aja lah.. kenang-kenangan. Yang pasti hal ini semakin membuatku menghargai keberadaan lek Gana yang setia mengantarku ke mana-mana.
1 thought on “Kesempatan dalam Kesempitan”
Wah, mba’ Lala ini rumahnya di mana ya? kaya’nya kita ga jauh deh mba’. Saya juga sekitar tebet, di Menteng Dalam. Apa kapan2 bisa main ke rumah ketemuan sama Duta ya? Homeschool anak saya kemarin deh selesai UN SD.