Memilih sebuah nilai yang benar (mis: jujur) bukan hal yang netral. Ada konsekuensi yang menyertainya. Dan konsekuensinya tidak melulu baik dan menguntungkan. Terkadang, ada harga yang harus dibayar saat kita memilih kejujuran daripada kecurangan.
Seperti pengalaman pagi ini yang kualami.
***
Di rumah, kami sedang mengalami kehilangan remote TV-berbayar (paid TV). Sudah dicari kesana-kemari selama satu minggu, tetap saja tidak ketemu. Walaupun TV tetap berfungsi, tetapi hal itu sangat mengganggu.
Kemarin, akhirnya kami memutuskan untuk menelpon TV provider untuk meminta penggantian remote TV. Dan kami lumayan kaget, ternyata ongkos penggantian remote TV itu lumayan mahal: Rp. 200 ribu!
Duh, mahal sekali, keluhku uring-uringan. “Ini harganya sama dengan belanja Ibu satu minggu,” kataku kepada anak-anak untuk menasihati mereka agar berhati-hati menjaga barang.
***
Hari ini akhirnya ada petugas yang datang mengantarkan remote TV pengganti ke rumah. Setelah mencoba, aku mengambil 2 lembar ratusan ribu yang ada di dompet diiringi tarikan nafas panjang dan berat. Aku masih merasa sayang, uang 200 ribu melayang percuma akibat kecerobohan remote TV yang hilang.
Ketika aku keluar mengantarkan uang, petugas itu berkata kepadaku.
“Nanti uangnya ditransfer pak,” katanya sambil menunjukkan invoice.
“Tapi sebenarnya harganya cuma seratus ribu.” lanjutnya.
“Seratus ribu?!” tanyaku. “Wah, lumayan nih kalau bisa hemat 100 ribu,” pikirku.
“Iya pak. Bapak tinggal bayar ke saya saja.”
“Maksudnya bagaimana? Jadi Anda jual remote, terus saya bayarnya ke Anda, gitu?”
‘Ng…,” dia kelihatan agak bingung menjelaskan. “Pokoknya bapak bayarnya cuma seratus ribu saja. Beres.”
Aku sendiri penasaran dengan tawaran itu. Kalau tawaran itu benar, tentunya sangat lumayan kan kalau bisa berhemat 100 ribu alias hanya bayar 50%. Tapi aku ingin tahu mekanismenya, jadi aku terus bertanya kepadanya. Setelah berputar-putar, beberapa saat kemudian dia menerangkan dengan lebih jelas.
“Jadi nanti bapak bilang saja kalau remote-nya sudah ketemu dan bapak membatalkan pemesanan remote.”
“Terus remote yang baru itu bagaimana?”
“Ya sudah. Remote itu untuk bapak. Sisanya urusan saya.”
Oooo… baru aku menangkap maksudnya. Jadi, aku disuruh berbohong bahwa remote-nya sudah ketemu. Kemudian, petugas itu memberikan remote pengganti kepadaku tanpa melalui prosedur resmi. Sebagai imbalannya, aku disuruh membayar setengah dari biaya yang seharusnya. Biaya setengah itu masuk ke kantong pribadinya, mungkin akan dibagi-bagi dengan temannya yang mengurusi inventaris remote di perusahaan.
Hmmm…
“Nggak deh… saya transfer saja,” kataku sambil menandatangani invoice sambil terus membayangkan penghematan 100 ribu yang melayang.
***
Ketidakjujuran, kecurangan, suap dan korupsi memang menyimpan godaan yang besar. Mereka menawarkan kemudahan, kepraktisan, penghematan, dan keuntungan-keuntungan lain yang seringkali sangat menggiurkan.
Sementara, kejujuran membawa konsekuensi yang seringkali tidak mengenakkan, seperti ongkos yang lebih mahal dibandingkan melalui jalan kecurangan.
Hari ini, ongkos kejujuranku berharga 100 ribu, hehehehe…
***
Rasanya masih kesal, tapi aku tak menyesal membuat pilihan ini. Mudah-mudahan Tuhan terus memberikan kekuatan kepadaku untuk berpegang pada kejujuran dan melawan daya tarik godaan-godaan untung-rugi dan kepraktisan yang membuat kecurangan.
7 thoughts on “#indonesiajujur: Ongkos kejujuran”
Semua kebaikan akan berbuah kebaikan juga Mas, pasti itu. Tunggu buah kebaikannya siap & matang pada waktunya, pasti luar biasa manisnya 😀
*terus terang, aku kalau di posisi itu pun merasa beraat…50% lhoo, tp rasanya kalau bisa mengalahkannya akan ada rasa legaa yg luar biasa
Amin mbak Ratna. Tapi kelegaan itu saja sudah menjadi “imbalan” yg luar biasa kok. 🙂
keren! 🙂 terus terang kalau aku di posisi itu pun belum tentu bisa melakukan hal yang sama. post ini jadi bahan perenungan yang oke banget. 🙂 thanks for sharing! 🙂
Saya yakin mbak Vera pasti bisa. Rasa lega dan damainya itu enak sekali mbak. Kalau sudah merasakannya, pasti ketagihan, hehehehe 🙂
jujur bukan hanya Rp. 200 ribu donga harganya, lebih mahal dari itu.
Betul. Setuju 🙂