Pernah mendengar pertanyaan ini:
“Sekolah di mana?”
“Kelas berapa sekarang?”
“Berapa nilai rapornya?”
“Rangking berapa di sekolah?”
Yup! Kita semua hampir pasti sering mendengar pertanyaan itu ditujukan kepada anak-anak kita. Di jalan, di kendaraan umum, di acara keluarga; pertanyaan semacam itu lumrah kita dengar sebagai bagian dari alat komunikasi sosial. Lebih seru lagi, pembicaraan semacam itu terkadang diselingi dengan pembandingan dan penilaian tentang anak.
Oke, kita abaikan dulu cerita tentang pembandingan anak dalam pergaulan sosial. Kita bicarakan dulu tentang pertanyaan-pertanyaan ringan yang sering kita dengar itu.
Beberapa keluarga homeschooling terkadang merasa jengah dengan pertanyaan itu. Homeschooling (apalagi unschool) berbeda nature dibandingkan sekolah dan tak selalu bisa dianalogikan begitu saja dengan sekolah.
Cara Bermain di Sistem Sekolah
Pertanyaan tentang tempat sekolah, kelas, nilai, rangking adalah pertanyaan tipikal anak-anak di sekolah. Jawaban atas pertanyaan itu berguna untuk mengidentifikasi posisi awal untuk bahan percakapan lanjutan. Secara implisit, jawaban-jawaban atas pertanyaan basa-basi itu akan menunjukkan prestasi dan “status sosial” anak (baca: kita).
Tempat sekolah, jenjang kelas, nilai dan rangking adalah seperti indikator prestasi anak (Key Performance Indicator) di sekolah. Perjuangan di sekolah adalah mendapatkan sekolah terbaik, menyelesaikan secepatnya (akselerasi), mendapatkan nilai yang bagus, dan mencapai rangking tertinggi di kelas/sekolah. Semua itu menjadi paket dari sistem persekolahan yang menekankan pada kompetisi.
Semua effort orangtua dan anak ditujukan untuk mencapai hal-hal tersebut. Biaya, kerja keras, les, bimbingan belajar ditujukan untuk mendapatkan nilai tinggi, sehingga menjadi juara kelas/sekolah, agar bisa akselerasi, dan kemudian melanjutkan ke sekolah yang bagus. Pemerintah meneguhkan nilai-nilai ini melalui kebijakan mengintegrasikan proses masuk Perguruan Tinggi via jalur undangan.
Cara Bermain dalam Homeschooling
Salah satu kesempatan bagi praktisi homeschooling adalah memainkan permainan yang berbeda dibandingkan anak-anak sekolah. Hal ini sangat memungkinkan karena proses di dalam homeschooling sangat fleksibel. Kelonggarannya memberikan ruang yang sangat luas untuk “improvisasi”, di level manapun dari proses pendidikan.
Sebagai pendidikan berbasis keluarga, orangtua homeschooling bisa menetapkan tujuan-tujuan yang lebih sesuai kebutuhkan anak dan kondisi keluarga. Orangtua bisa menggunakan metode, pendekatan, dan materi belajar yang jauh lebih variatif dan beragam.
Oleh karena itu, permainan dalam homeschooling bukan terletak pada rapor, rangking, jenjang, dan tempat belajar. Permainan dalam homeschooling bisa masuk ke hal-hal yang lebih substansi dalam proses pendidikan. Anak tak hanya menjadi obyek/input yang dipaksa mengejar standar-standar yang ditetapkan secara eksternal. Tetapi anak bisa menjadi subyek pendidikan yang menjadi faktor penting, bahkan yang utama dalam prosesnya.
Sudut pandang ini memberikan kesempatan untuk memainkan game berbeda dari sekolah, yaitu: passion, portofolio, dan prestasi. Tantangan pertama orangtua homeschooling adalah menemukan passion anak. Passion adalah sesuatu yang menjadi minat dan fokus perhatian anak dalam hidupnya. Passion ditandai dengan hal yang diSUKAi anak, diTEKUNI dengan sukarela, menjadikannya AHLI yang berkemampuan PRODUKSI (bermanfaat bagi orang lain).
Apa yang menjadi passion anak itu difasilitasi dan didokumentasikan melalui portofolio karya sehingga bisa dipantau perkembangannya. Portofolio menjadi bahan untuk stimulus dan peningkatan kualitas sehingga passion itu bertumbuh dan berkembang menjadi rangkaian prestasi yang bermanfaat bagi orang lain.
Passion yang tumbuh dan menjadi keahlian yang bermanfaat bagi orang lain adalah bekal untuk hidup dan berkarya di masyarakat.
***
So, setiap sistem memang memiliki model dan cara berrmainannya masing-masing. Ibaratnya, jangan bermain futsal seperti bermain sepakbola. Ada yang sama, ada yang berbeda. Menyadari perbedaannya adalah kunci untuk membuka potensi yang ada di dalamnya.
1 thought on “Homeschooling: Beda Game, Beda Cara Bermain”
anu pak… maap, game sama permainan apa bedanya yah?