Hari ini berjalan dengan lancar. Paginya aku dapat kesempatan untuk sharing dengan komunitas Cantrik – praktisi homeschooling di Salatiga yang memang datang rutin seminggu sekali untuk berkegiatan bersama di Margosari.
Pembicaraan berlangsung sangat seru karena setiap keluarga bercerita tentang pengalaman & sudut pandangnya dalam homeschooling. Menjadi semakin menarik karena anak dari teman-teman di komunitas Cantrik ini sudah beranjak remaja dan mulai “berbuah”.
Ada yang sudah mampu bermain keyboard mengiringi paduan suara di depan 500 orang, ada yang mulai dapat order pekerjaan grafis lewat marketplace, ada yang suka bikin lagu, bahkan ada yang logo buatannya berhasil menjadi logo WIFI untuk MRT pemerintah Jakarta. Wooow!
Apakah anak homeschooling selalu “super” seperti ini? Sebenarnya anak-anak ini biasa-biasa saja, tapi para orangtua yakin bahwa buah yang mereka dapatkan itu karena anak-anak melalui hari-harinya penuh suka cita melakukan sesuatu yang sesuai dengan minat & bakatnya.
Jadi, setiap anak itu sesungguhnya luar biasa, mereka bak harta karun yang sangat berharga. Tugas kita sebagai orangtua adalah menemani mereka agar mampu menggali dan menemukan sendiri potensi yang mereka miliki. Karena ini hidup mereka, maka mimpi merekalah yang harus kita hantarkan, BUKAN mimpi orangtua. Banyak orangtua yang secara tidak sadar menitipkan mimpinya yang dulu belum tercapai pada anak, padahal mungkin sang anak punya mimpi yang sama sekali berbeda dengan orangtuanya.
Buatku yang anaknya masih baru menjelang remaja, hal ini menjadi sarana untuk terus belajar & refleksi. Karena godaan untuk menyodorkan mimpi kita pada anak masih besar. Inilah asiknya berjejaring & sering sharing dengan sesama praktisi. Dalam suasana seperti ini, kami tidak lagi membicarakan tentang teori homeschooling, tapi yang ada adalah percakapan yang saling menguatkan & menginspirasi yang berasal dari perjalanan keseharian.
***
Setelah makan siang, aku mengantar Yudhis untuk ujian hari kedua. Kali ini Yudhis pakai baju sekolah. Biar afdol nyobain ujian pakai seragam, hehehe. Sepertinya Yudhis langsung akrab & nyaman dengan teman-teman barunya, sehingga aku tak perlu menemaninya dan langsung pulang lagi ke Margosari.
Melihat Yudhis dengan seragam sekolah rasanya gimana gitu. Ada rasa tidak percaya kalau ini anakku. Ternyata aku itu beneran sudah ibu-ibu dengan anak yang sudah besar. Soalnya kalau nggak ngaca, beneran deh rasanya masih baru kemarin SMA #uhuk.
Waktu itu berjalan sangat cepat. Dulu aku berencana untuk menikah di usia 35. Aku berfikir untuk menjadi wanita karir yang mandiri dulu secara finansial, baru setelah itu menikah. Menjadi ibu rumah tangga yang mengurusi sendiri anak-anaknya mungkin nyaris tidak ada dalam daftarku. Untung Allah punya rencana lain yang jauh lebih indah dari rencanaku. Ternyata di usia 35 aku sudah punya 3 anak, yang satu sudah menjelang remaja pula! Terima kasih ya Allah. Coba kalau Allah lebih mengabulkan rencanaku dibanding dengan rencanaNya, betapa rugi besarnya aku.
Sorenya, Yudhis pulang bersama Raihan. Waktu aku tanya bagaimana ujiannya, kedua anak itu ketawa-tawa dan bilang “lumayan…”. Lalu mereka menghabiskan sore membaca buku-buku keren koleksi keluarga mbak Septi.
2 thoughts on “Hari Kedua Ujian Paket A”
Saya selalu salut dengan Ibu yang bisa mengajari sendiri anaknya Home schooling (y)
TOP .
Terima kasih kunjungannya ya mak Hanaaa 😀