“We don’t teach anything,” kata Nicolas Sadirac, kepala sekolah Ecole 42. “Para siswa mencipta kebutuhan mereka sepanjang waktu.
Itulah kredo École 42, sebuah sekolah-tanpa-guru di Paris yang mengajarkan pemrograman.
Di dalam dunia digital yang berubah sangat cepat, “pengetahuan” cepat menjadi usang sehingga para siswa masa kini harus belajar cara berinovasi dan melakukan kolaborasi.
Karena tak ada guru, proses belajar diserahkan pada para siswa untuk memikirkannya. Siswa mengatur waktu mereka sesuai keinginan dan proses belajar berlangsung secara mandiri (self-organized). Dalam dunia pendidikan, École 42 adalah pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran peer-to-peer. Penilaian dilakukan oleh sesama siswa.
Dalam proses seleksi penerimaan siswa, ada 64.000 orang yang mengikuti tes logika online dasar untuk seleksi. Lebih dari 20.000 orang lulus, namun sekolah tersebut hanya menerima 3.000 teratas karena keterbatasan ruang. Tiga ribu orang tersebut “bekerja” selama sebulan untuk melihat siapa yang terbaik menyelesaikan proyek digital dan akan diambil 1000 orang. Dari jumlah tersebut, 5-15% putus sekolah karena beratnya tantangan dalam proses belajar.
Pendidikan Mandiri
Ecole 42 merupakan salah satu manifestasi dari model pendidikan yang berbasis pendidikan mandiri, swa-belajar, atau self-education.
Dengan ketersediaan aneka materi belajar dalam bentuk video, tutorial, gamification; ditunjang dengan platform interaksi & kolaborasi; model pendidikan mandiri ini semakin memungkinkan untuk berkembang.
Model pendidikan mandiri mensyaratkan anak-anak yang memang disiapkan menjadi pembelajar mandiri (self-directed learner). Sebagai pembelajar mandiri, anak belajar mengenali tujuan; tumbuh dalam budaya belajar (learning culture); belajar keterampilan belajar (learning skills); serta belajar keterampilan mengelola diri (self management).
***
Pendidikan mandiri merupakan salah satu peluang untuk anak-anak kita. Tapi, dia sekaligus juga menjadi tantangan bagi kita.
(Source: WeForum)