fbpx

Deschooling = membangun budaya baru belajar

Salah satu tantangan dalam peralihan dari sekolah ke homeschooling adalah membangun budaya baru belajar yang sesuai dengan setting homeschooling. Proses ini sering disebut dengan istilah deschooling.

Apa itu deschooling?

Secara sederhana, deschooling adalah sebuah periode transisi dari proses belajar di sekolah (yang sangat terstruktur) dengan proses belajar di homeschooling (yang kurang terstruktur). Deschooling biasanya diisi dengan kegiatan bebas untuk melepaskan pola sekolah dan memberikan kesempatan pada anak menemukan kembali proses belajar yang alamiah.

Sebenarnya, proses deschooling tak hanya terjadi pada anak yang berpindah dari sekolah ke homeschooling, tapi juga terjadi ketika anak lulus dari sekolah. Sebab, pasca sekolah sebenarnya anak tetap melakukan proses belajar, tapi dalam konteks yang lebih luas dari sekolah yaitu dunia nyata.

(c) http://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&docid=Ua4jKDYOY5wmFM&tbnid=NjuvvL6cLRsLAM:&ved=0CAcQjB0wADgM&url=http%3A%2F%2Fwww.projectmanage.com%2Fhow-to-ease-the-transition-between-project-managers%2F&ei=KSqKUoPADo6urAfRLQ&psig=AFQjCNE-lYJ4w_jnBoya5p19BgSucd6yog&ust=1384872873333091
(c) www.projectmanage.com

Mengapa ada proses deschooling?

Sebab, homeschooling itu berbeda dari sekolah. Dalam homeschooling tak ada lagi “pemaksa eksternal” untuk belajar materi tertentu, pada jam tertentu, dan melakukan tugas-tugas belajar tertentu. Berbeda dengan sekolah yang menetapkan keharusan-keharusan sistematis, kata kunci homeschooling adalah “boleh”.

Karena proses keseharian homeschooling sangat tergantung pada anak dan orangtua, diperlukan proses bersama untuk mencari pola belajar yang paling sesuai dengan harapan orangtua dan kondisi anak.

Di sinilah dibutuhkan masa transisi yang disebut deschooling itu. Jadi, orangtua tak perlu terburu-buru langsung menyuruh anak belajar ini dan itu, tetapi secara perlahan beradaptasi dengan proses yang sama sekali baru bagi orangtua dan anak ini.

Banyak manfaat yang diperoleh dari proses deschooling, antara lain:

  • Jika anak punya pengalaman yang tidak menyenangkan dengan sekolah, masa deschooling adalah kesempatan untuk mencairkan trauma itu dan membangun kembali kecintaan belajarnya. Anak dipulihkan dari trauma, bullying, dan sebagainya.
  • Deschooling adalah masa orangtua mendekatkan diri dan menjalin hubungan akrab dari hati-ke-hati bersama anak.
  • Deschooling memberikan kesempatan kepada orangtua untuk belajar, melakukan perencanaan, dan mengeksplorasi pilihan-pilihan model homeschooling yang ada tanpa harus tertekan untuk segera melakukan proses belajar seperti sekolah yang diselenggarakan di rumah.
  • Deschooling memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan hal-hal yang menjadi minatnya. Mereka memiliki waktu yang cukup longgar untuk mengerjakan sesuatu tanpa tekanan.
  • Dalam masa deschooling, orangtua dan anak sama-sama mencari pola belajar yang efektif dan menyenangkan. Orangtua memantau kesukaan anak sambil mencari model belajar yang sesuai untuk anak, misalnya: berbasis proyek, menggunakan multimedia, berbasis cerita, dan sebagainya.

Apa yang dilakukan selama masa deschooling?

Banyak hal yang bisa dilakukan selama masa deschooling. Intinya adalah melepaskan diri dari jadwal dan kegiatan belajar formal seperti di sekolah. Tugas orangtua menyediakan lingkungan yang kondusif agar bisa melampaui proses transisi dengan mulus. Transisi berjalan mulus jika harapan orangtua dan keinginan anak bertemu di sebuah titik-titik yang menjadi pemandu proses homeschooling selanjutnya.

Kegiatannya selama masa deschooling antara lain:

  • membaca buku, baik sendiri maupun read-aloud
  • mengobrol tentang apa saja, misalnya tentang game, hobi yang disukai anak, dan kegiatan-kegiatan di keluarga.
  • jalan-jalan (field trip)
  • ikut klub atau les, misalnya: berenang, atletik, astronomi, robotik, bahasa Inggris, dan sebagainya.
  • membuat prakarya atau proyek seni
  • melakukan percobaan-percobaan sains
  • belajar keterampilan baru: menjahit, menggambar, programming, dan lain-lain
  • berkebun, memasak, fotografi
  • menulis, membuat buku, blogging
  • bermain bersama teman
  • menjadi relawan kegiatan sosial
  • main game
  • dan yang terutama adalah mengobrol tentang apa yang disukai anak dan menjadi rencana bersama di masa datang.

Apakah itu berarti anak sama sekali tak belajar?

Belajar tak hanya berarti menghafal atau mempelajari mata pelajaran. Belajar bisa berwujud mengambil pelajaran dari kehidupan dan terjadi melalui dunia nyata sehari-hari. Proses adjustment dalam masa deschooling adalah termasuk tentang pemaknaan belajar, yang diperluas dari urusan pelajaran menjadi proses meningkatkan kualitas diri anak, melalui berbagai kegiatan yang dilakukannya.

Berapa lama proses deschooling terjadi?

Masa transisi ini usai ketika orangtua dan anak menemukan pola belajar yang alamiah berjalan dalam keseharian. Orangtua tak perlu memaksa anak belajar, anak menikmati proses belajarnya.

Menurut pengalaman praktisi homeschooling, jangka waktu deschooling bisa dihitung dengan kesetaraan 1 tahun sekolah = 1 bulan deschooling. Jadi, kalau anak pernah bersekolah formal 5 tahun, waktu deschooling yang dibutuhkan kurang lebih sekitar 5 bulan.

 

3 thoughts on “Deschooling = membangun budaya baru belajar”

  1. Bagaimana cara ujian semester untuk SD? Apakah “nebeng” di sekolah formal? Atau ga ada ujian semester langsung paket A ketika sudah kelas 6?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.