fbpx

Cara belajar untuk anak beda usia? Project-based learning

Di dalam keluarga, usia anak-anak pasti berbeda. Bagaimana orangtua homeschooling
mengelola proses belajar anak yang berbeda-beda?

Di keluarga kami, pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan proyek. Ada satu
kegiatan dengan tema sama yang dilakukan, tetapi proses yang dijalani setiap anak
berbeda sesuai dengan tingkat kesulitannya.

Proyek terakhir yang kami lakukan adalah membuat video tentang perjalanan
#TourDeTalent #OASEBackpackerFamily. Yudhis (14 tahun) dan Tata (11 tahun) belajar
membuat video kegiatan tersebut. Itulah proyek yang kami lakukan bersama.

TourDeTalent2015a

***

Project-based learning

Pembelajaran berbasis proyek adalah cara belajar anak yang tidak berbasis mata pelajaran.

Menurut Edutopia, project-based learning adalah “dynamic classroom approach in which students actively explore real-world problems and challenges and acquire a deeper knowledge.”

Kunci dalam pembelajaran berbasis proyek adalah anak-anak melakukan kegiatan di dunia nyata, yang materinya relevan dan menjadi sebuah hal yang bermanfaat. Idealnya ada hasil nyata yang memang dirasakan manfaatnya di dunia nyata.

Dalam konteks pembelajaran yang kami lakukan, proyek Yudhis & Tata adalah belajar membuat video. Outputnya jelas dan terukur. Hasilnya bermanfaat sebagai dokumentasi  kegiatan pribadi mereka dan juga anak-anak lain peserta #TourDeTalent #OASEBackpackerFamily.

***

Apa yang kami lakukan dalam Proyek Video ini?

Untuk membuat proyek video ini, yang kami lakukan adalah:

a. Memastikan proyek bisa dikerjakan dan cukup menantang

Tugas pertama kami adalah memastikan bahwa proyek ini bisa diselesaikan (doable) dan cukup menantang. Kalau proyeknya terlalu ambisius, proyek itu hanya akan menciptakan frustasi baik bagi orangtua maupun anak. Yang kedua, proyeknya cukup menantang karena meningkatkan kapasitas (pengetahuan dan keterampilan) mereka membuat video.

Anak-anak sudah punya fondasi membuat video. Yudhis sudah pernah membuat video saat membuat Kelas Minecraft. Tata pernah membuat video speed drawing.

b. Menyediakan sarana untuk mengerjakan proyek

Tugas anak-anak bekerja keras dan belajar, tugas orangtua menyediakan sarana untuk proses belajar mereka. Sarana tidak harus mewah, tapi apa yang dimiliki keluarga dan bisa dioptimalkan.

Dalam konteks proyek video ini, kebetulan Lala sedang ada proyek yang berkaitan dengan pekerjaan membuat video. Karena berhubungan dengan pekerjaan, kami sudah melakukan investasi alat kerja baik hardware maupun software yang diperlukan untuk membuat video profesional.

Jadi, kami memanfaatkan sarana yang sudah ada.

c. Memberikan arahan yang jelas

Ekspektasi kegiatan dari orangtua jelas dan dimengerti oleh anak. Anak tahu tahapan yang harus dilakukannya untuk menyelesaikan proyeknya.

Kepada Yudhis, tugas yang kami berikan adalah membuat video dokumentasi #TourDeTalent #OASEBackpackerFamily. Materinya lengkap dan informatif, tapi cukup ringan dan tidak terlalu panjang. Dia boleh menggunakan stok foto & video pribadi yang kami buat sepanjang perjalanan. Dia juga boleh menggunakan foto-foto yang dibuat oleh peserta #TourDeTalent #OASEBackpackerFamily yang lain.

Arahan untuk Tata adalah membuat video pengalamanmu menjalani #TourDeTalent
#OASEBackpackerFamily. Sudut pandangnya anak-anak. Jadi, isinya lebih banyak gambar tentang anak.

d. Mengawal proses pelaksanaan proyek

Untuk memastikan proyek dieksekusi dengan baik, orangtua harus menyediakan diri menjadi pendamping, penyemangat, dan penunjuk arah proses belajar.

Kami memastikan bahwa Yudhis dan Tata melakukan prosesnya yang dimulai dengan mengumpulkan video dan foto terkait kegiatan, melihat semua, memilih, membuat skenario/storyboard. Pada saat bersamaan, Yudhis dan Tata harus belajar menggunakan software Final Cut Pro (FCP) yang digunakan untuk mengolah video.

Aku sendiri tidak tahu sama sekali proses mengolah video. Lala mendampingi Yudhis dan Tata untuk berdiskusi dan mencari tutorial yang mereka butuhkan. Pada titik proses ini, Yudhis menjadi guru bagi Tata mengenai cara menggunakan FCP.

Nah, di titik proses inilah ada pemilahan proses belajar antara Yudhis dan Tata. Yudhis benar-benar dilepas untuk menyelesaikan semua masalahnya. Tata masih dipandu dan dibantu untuk membuat videonya.

e. Meningkatkan kualitas proses dan hasil

Supaya hasil proyeknya tidak asal jadi, tugas orangtua adalah memastikan bahwa anak menjalaninya dengan proses yang baik dan hasilnya juga lebih baik daripada hasil mereka sebelumnya.

Di sini ada esensi proses belajar untuk menjadi profesional, mengenalkan anak pada sebuah standar kualitas yang harus mereka kejar. Kami menemani, menyemangati dan juga memberikan feedback. Anak-anak belajar meningkatkan stamina belajar mereka.

Meningkatkan kualitas proses belajar dan hasil adalah proses yang cukup berat dijalani. Yudhis dan Tata belajar untuk merevisi, membongkar, bahkan mengerjakan ulang videonya setelah menerima feedback. Buat kami, stamina belajar dan bekerja adalah hal yang penting untuk dikuasai anak-anak. Stamina ini perlu dilatih terus-menerus agar semakin menginternal dan daya tahannya semakin lama.

f. Menjaga stamina belajar sampai proyek selesai

Banyak proyek yang diawali dengan semangat tinggi, tapi tidak selesai sampai akhir. Stamina dan endurance menjadi tantangan yang harus diselesaikan oleh anak-anak.  Jangankan anak-anak, orangtua pun sering menghadapi masalah dalam hal ini.

Jadi, kami bukan hanya membiarkan anak-anak mengerjakan proyeknya. Kami mendampingi, menyemangati, mengingatkan, bahwa terkadang sedikit mendorong mereka untuk menuntaskan komitmen proyek ini sampai selesai.

Proses yang kami jalani lebih dari dua minggu. Kami berproses bersama, tidak selalu mulus, tapi kami berkomitmen bahwa video ini harus selesai.

g. Membungkus dan mengapresiasi hasil akhir

Setelah selesai, tentu saja penting untuk mendokumentasikan hasil proyek dan mengapresiasi kerja keras mereka.

Dalam proyek video ini, kami sama-sama berjuang lebih dari 2 minggu untuk menyelesaikannya. Setelah selesai, hasilnya kami unggah ke Youtube dan Facebook untuk kami nikmati bersama.

Selesai juga satu siklus proyek belajar Yudhis dan Tata.

Video hasil karya Yudhis (14 tahun):

Video hasil karya Tata (11 tahun):

3 thoughts on “Cara belajar untuk anak beda usia? Project-based learning”

  1. Nah proyek proyek kayak begini memang asyik dan berkesan. Sekali coba tak akan lupa selamanya. Diperlukan untuk membangun kemandirian anak. Bincang dengan ahlinya terus dibimbing dalam mempraktekkan ilmunya makin seru dan bersemangat seperti ketika bincang “Akhirnya Semua Jadi Pengusaha”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.