Dalam homeschooling, hasil yang kami tanam lebih sering tak langsung “terlihat hasilnya”. Tak seperti sekolah yang langsung ada “nilai” ulangan harian, mingguan, rapot bahkan UN.
Kami terbiasa menanam dan terus menanam sambil berdoa hasilnya akan sesuai dengan apa yang kami harapkan. Kami berusaha tak memetiknya terlalu dini dan membiarkan mereka tumbuh sesuai dengan waktunya masing-masing.
Seperti yang terjadi pada Tata dan proses belajar masaknya, semuanya sangat alami. Diawali dari terbiasa dilibatkan dalam kegiatan masak dan bikin kue, kemudian ikut membantu kak Yudhis yang mulai bisa masak sendiri, sampai akhirnya memberanikan diri untuk memasak sendiri makanan-makanan kesukaannya.
Mengutip seminar Pembelajar Mandiri kemarin, proses melatih Anak untuk belajar mandiri itu (jika disederhanakan) adalah seperti berikut:
1. Melihat contoh
Pada fase ini anak melihat bagaimana kita sebagai orangtua mengerjakan sesuatu. Di sini “tugas” kita adalah mencintai dan berbagi “passion” sehingga anak bisa merasakan bahwa pekerjaan itu menyenangkan. Ketika mereka melihat kita menyukai sebuah pekerjaan, biasanya mereka akan tertarik untuk ikut mengerjakannya.
2. Anak Membantu Orangtua
Setelah mereka tertarik maka libatkan mereka. Dalam hal ini, ketika kulihat anak-anak mulai tertarik untuk dekat-dekat dapur, maka aku mulai mengajak mereka untuk membantu. Awalnya tentu yang sangat sederhana yang tidak melelahkan. Lama-lama, bantuan mereka semakin kompleks seiring tumbuhnya ketrampilan mereka.
3. Orangtua Membantu Anak
Keberhasilan kecil akan mengail keberhasilan-keberhasilan lainnya. Makin lama anak-anak tak hanya sekedar membantu, tapi porsi kerja mereka semakin besar. Ketika porsi anak semakin besar, maka tugas kita dan porsi kita kini hanya membantu mereka.
4. Bersama-sama bekerja
Dalam fase ini, posisi anak dan orangtua menjadi sejajar. Anak menjadi partner bekerja orangtua. Tidak lagi Tata membantu ibu atau ibu membantu Tata, tapi kita sudah menjadi 2 sahabat yang masak bersama. Semuanya bisa didiskusikan, kadang-kadang Tata browsing sendiri resep yang diinginkannya dan berdiskusi dahulu denganku, tapi suka juga dia browsing sendiri lalu mengintip sendiri “persediaan” bahan baku sebelum akhirnya meminta izinku untuk membuat kue pilihannya.
5. Mandiri
Ini fase kebahagiaan setiap orangtua, ketika anak akhirnya benar-benar mandiri 100% dalam mengerjakan sesuatu. Inilah “nilai” yang sempurna yang kami nanti & syukuri dalam setiap fase perkembangan mereka. Jika hasilnya belum sempurna, itu biasa. Tapi jika mereka mampu mengerjakan sendiri dari awal hingga akhir itu luar biasa.
***
Sore ini Tata kembali membuat kue kesukaannya. Semakin hari dia semakin tidak membutuhkan bantuanku. Bisa dibilang kali ini aku hanya membantunya mengocok mentega & gula (karena kami hanya punya hand-mixer yang kurang aman untuk anak kecil) serta memasukkan kue ke dalam oven. Seluruh prosesnya dari mulai mencari bahan, menghitung, mengaduk, menguleni, memulung dilakukan sendiri olehnya.
Yang membahagiakan adalah Tata melakukannya dengan bahagia, sambil bernyanyi-nyanyi kecil dan berceloteh tiada henti. Aku percaya, sebuah proses yang dijalani dengan hati gembira akan berbuah manis tidak hanya buatnya tapi juga untuk orang-orang di sekitarnya.
Tak lama setelah kue dimasukkan ke oven, bau semerbak langsung menyeruak ke seluruh rumah. Begitu kue matang, tak sampai 10 menit berikutnya sudah lenyap diserbu orang serumah. Tata tersenyum lebar, “kueku laris manisssss” katanya…
Untuk kegiatan ini, aku menggunakan resep adaptasi dari Majalah Sedap. Kebetulan aku dapat kiriman tepung mocaf dari mbak Wahidah sehingga bisa coba-coba menukar sebagian tepung terigu dengan tepung mocaf. Ternyata hasilnya jadi yummy, garing di luar dengan dalam yang lembuuut banget. Betul-betul kukis yang melt in your mouth deh 🙂
Bahan:
150gr tepung terigu
50gr tepung mocaf
150gr mentega
100gr gula
1 kuning telur
20gr coklat bubuk
50gr coco crunch
Cara Membuat:
Kocok mentega dan gula sampai lembut.
Masukkan kuning telur, aduk rata.
Masukkan campuran tepung terigu + tepung mocaf + coklat bubuk, aduk rata.
Masukkan coco crunch, aduk rata.
Pulung dan letakkan di atas loyang bersalut mentega.
Panggang dengan suhu 160c 15 menit (atau hingga matang).
12 thoughts on “Buah Proses Belajar”
mauu dong… ikutan nyoba deh..thx resepnya ya Tata..:)
Sama2 mbak Shanty, terima kasih kripiknya. Uenaaaak sekali 🙂
senengnya lihat anak yang dah bisa mandiri. buah dai kesabaran orang tua yang patut ditiru, saya baru sadar bahwa kadang sikap saya salah dalam menyambut antusiasme anak, saya kurang sabar. yang pada awalnya mereka tertarik karena sikap saya yang salah (kadang menganggap mereka mengganggu), jadi tidak tertarik lagi. thanks mb lala postingannya inspiratif sekali. selamat ya tata… 😉
Kami juga naik turun kok dalam prosesnya. Kalau lagi capek pasti susah juga mengimbangi energi anak2 yang meluap2. 😀
kata naura, “tata pintar ya” 😀
Ayo kita bikin, Naura! 🙂
Wah … hebat, hebat. Selamat Pak Aar dan Bu Lala, masa panen mulai tiba ya. ^_^ …
Tata, nama kuenya cornflakes tapi kok diresepnya ndak ada jagungnya? ^_^ …
Huehehehe mbak Ame jeli euy… iya itu resep aslinya pakai cornflakes (dan tanpa tepung mocaf), tapi karena di rumah adanya coco crunch jadi pakai coco crunch. (tapi aku langsung perbaiki keterangan gambarnya.. biar tidak membingungkan yang lain.. hehehehe ^_^)
mbak tepung mocaf tuh apaan to? ❓
Mbak Devi,
Tepung Mocaf dikenal sebagai tepung singkong alternatif pengganti terigu. Kata MOCAF sendiri merupakan singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti tepung singkong yang dimodifikasi. Tepung MOCAF memiliki karakter yang berbeda dengan tepung ubi kayu biasa dan tapioka, terutama dalam hal derajat viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut yang lebih baik. (sumber: bisnisukm.com)
Hebaaat.. Jempol utk Tata dan Ibu Lala. Hmmm tante Wini jd pingin nyobaik resep kue buatan Tata, keliatannya lezaaat sekali, nyamiiieee..^^ btw tepung mocaf itu apa La?
Tepung mocaf itu tepung singkong yang dimodifikasi hingga bisa menggantikan tepung terigu. Harganya lebih murah dari tepung terigu.