Bincang Edukasi #2 @america

Rabu (27/7/11) aku berkesempatan untuk menghadiri acara Bincang Edukasi yang diadakan di atamerica Pacific Place, Jakarta. Acara yang dimotori oleh @kreshna, @bukik, @salsabeela, @inandatiaka, @akhmadguntar, @dwikrid mengambil format mirip dengan TED. Ada 5 pembicara yang diberi kesempatan berbagi di depan audiens, masing-masing 17 menit. Dalam waktu yang singkat tersebut tiap pembicara harus bisa mengemas gagasan mereka sehingga bisa menjadi inspirasi bagi para peserta.

Kebetulan salah satu pembicara malam itu adalah sahabatku Wiwiet Mardiati. Jadilah aku dan beberapa teman datang bersama ke acara tersebut, juga menjadi supporter buat mbak Wiet 🙂

Acara dibuka oleh @kreshna sebagai salah satu inisiator Bincang Edukasi

Acaranya berlangsung padat, cepat dan penuh inspirasi. Dibuka oleh Kreshna yang menceritakan latar belakang berdirinya Bincang Edukasi serta misi-misi mereka, kami pun seakan larut dalam lautan inspirasi.

Diawali dengan Agus Sampurna [@gurukreatif ], seorang guru kreatif yang berbagi ide serta inspirasi melalui sosial media. Agus merasa situasi pendidikan seakan sama saja dari tahun ke tahun. Banyak guru yang tidak berhasil mengakomodasi keinginan siswa untuk lebih eksploratif. Padahal -menurut Agus- setiap siswa yang duduk di bangku sekolah memiliki sinar mata yang sama, mereka ingin belajar dengan cara yang menyenangkan. Hanya saja belum banyak guru yang berani untuk eksplorasi, kebanyakan bahkan masih bergulat dengan faktor ekonomi.

Dalam salah satu slideshownya Agus memberikan gambaran betapa ironinya, sebuah pelatihan belajar “kreatif” diajarkan kepada guru dengan cara “duduk manis” berjejer berdempetan. Padahal yang namanya “kreatif & aktif” itu berarti berarti banyak bergerak bukan duduk diam. Bagaimana guru bisa mentransfer ilmu kreatif tersebut jika dalam penerimaan pengajarannya saja sudah tidak ada kesan kreatif?

Agus Sampurno – Creative Teaching evangelist

Untuk itulah sebagai pendidik, Agus merasa tergerak untuk berbagi teknik pembelajaran aktif & kreatif kepada rekan-rekannya sesama guru. Agus kemudian membuat blog Guru Kreatif  sebagai sarananya berbagi dengan mitra pendidik lainnya.

Kekuatan sosial media dirasakan Agus amat membantu dirinya dalam berbagi & mengembangkan kreatifitas seorang guru. Agus percaya, ketika keinginan mengajar tumbuh dari dalam hati, tiba-tiba semua orang ingin membantu. Kolaborasi antara para guru di Internet adalah inspirasi yang bagus untuk membuat para murid mau bekerjasama dengan teman-temannya.

Agus juga meyakini bahwa seorang guru yang baik itu bukanlah guru yang sangat jago dalam mata pelajaran tapi seorang guru yang mampu merubah pola pikir murid-muridnya. Act, choose & reflect. Begitulah intisari mengajar Agus.

***

Pembicara berikutnya adalah Nandha Julistya, inisiator dari Reading Bugs & KKS Melati. Dengan gaya yang amat sederhana, menurutku Nandha sangat luar biasa. Dia memodifikasi slogan pemerintah “ayo membaca buku” menjadi “ayo membacakan buku”. Karena buat Nandha, bisa membaca itu tidak sama dengan suka/mau membaca.

Nandha Julistya – Initiator of Reading Bugs and KKS Melati

Ironisnya, saat ini masyarakat seakan berlomba-lomba mengajarkan anak mereka membaca sejak dini. Bahkan beberapa waktu sebelum seminar, Nandha melihat iklan kursus membaca untuk anak usia 7 bulan dengan biaya mulai dari 900rb/bulan hingga juta. WOW.. mengerikan sekali.

Apakah anak yang bisa membaca dalam usia dini itu pada akhirnya menjadi anak yang suka membaca? Belum tentu. Bahkan bisa jadi tidak.

Fenomena membaca yang dipaparkan oleh Nandha adalah

  • Para anak di Indonesia dipaksa sesegera mungkin untuk tahu membaca
  • Pelajaran membaca di Indonesia membuat anak stress
  • Sekolah dan orangtua menjadi pembunuh minat baca anak
  • Terjadi manipulasi saat anak belajar membaca.

Buat Nandha Julistya, yang penting adalah membuat waktu membaca menjadi waktu yg menyenangkan bagi anak. Salah satu jalan yang ditempuhnya untuk membangun kecintaan membaca adalah membuat gerakan membacakan buku ke sekolah-sekolah dasar. Tujuannya membangun kedekatan anak dengan buku, sehingga diharapkan kelak anak menyukai buku.

Dalam sesi itu, Nandha bercerita tentang Dr. Ben Carson, seorang anak pembantu yang ketika kelas 5 SD mendapatkan peringkat terakhir di kelasnya. Kemudian ibunya meminta waktu 1 jam sehari kepada sang majikan untuk mengantarkan Ben kecil ke perpustakaan dan menemaninya membaca. Ternyata 1 jam per hari itu sangat efektif dalam membangun semangat belajar Ben, sehingga akhirnya Ben Carson pun menjadi salah satu lulusan terbaik di Amerika dan menjadi ahli bedah syaraf anak termuda di Amerika.

***

Karina Adistiana – Initiator of Gerakan Peduli Musik Anak

Suasana Bincang Edukasi kemudian menjadi lebih cair dengan kehadiran Karina Adistiana [@Anyi_Karina] inisiator Gerakan Peduli Musik Anak.

Dalam paparannya, Anyi merasa miris dengan realita yang terjadi di masyarakat, di mana anak tidak boleh nonton film dewasa tapi lagu-lagu dewasa bebas dinyanyikan. Kondisi ini mungkin dilatarbelakangi ketidaktahuan, tetapi tetap saja memprihatinkan. Padahal, menurut Anyi yang berlatar belakang pendidikan psikologi, anak menyerap banyak hal dari lagu, mereka belajar dari nyanyi dulu sebelum belajar “sungguhan”.

Keseriusan Anyi menyebarkan musik untuk anak tidak hanya dituangkan dalam CD yang dibagikan saat hari pernikahannya, tapi juga dengan cara berkeliling ke sekolah-sekolah dan mengajak para guru serta murid melakukan proses belajar menggunakan lagu.

Buat Anyi, setiap orang pasti bisa mengajar lewat bernyanyi. Tidak perlu memiliki suara indah untuk bisa mengajar lewat lagu karena bagi seorang anak suara ibu mereka adalah suara yang paling indah. Jadi jangan ragu, ayo bernyanyi untuk anak.

Anyi juga mengajak adik-adik kelasnya di fak Psikologi untuk tampil membawakan lagu-lagu mereka . Di akhir acara, komunitas yang dipimpin Anyi membagikan CD berisi lagu-lagu yang bisa dipakai dalam mendidik anak-anak, seperti lagu: Ayo Makan, Ayo Mandi, Adik Bobo dan lain-lain. Bila ada yang tertarik dengan CD ini, follow saja akun twitternya @Anyi_Karina dan mention di TL. Aku yakin komunitas ini pasti dengan senang hati membagikan CD mereka.

Aku suka sekali dengan gerakan bernyanyi untuk pendidikan ini, aku sendiri memiliki passion & keprihatinan yang sama tentang perkembangan musik anak di Indonesia. Itu sesungguhnya yang melandasi alasanku membuatkan lagu2 untuk anak. Perbedaannya, aku tidak menjadikannya itu sebagai sebuah gerakan, aku tidak cukup percaya diri untuk mendistribusikannya. Aku hanya mengunggahnya di web dan mempersilahkan siapapun yang membutuhkannya untuk mengunduhnya untuk keperluan non komersil.

Mungkin alasan paling utama adalah karena aku merasa anak2ku masih terlalu kecil sehingga waktuku sebagian besar memang aku dedikasikan untuk mereka. Entahlah.. yang jelas aku suka melihat bagaimana Karina Adistiana dan teman-temannya berjalan dari satu tempat ke tempat lain, memasuki hati tiap-tiap orang dengan senandung bak cahaya dalam gelapnya kabut yang menutupi dunia musik anak.

***

Wiwiet Mardiati – Homeschooling evangelist

Sesi selanjutnya tentu saja adalah yang aku tunggu2, yaitu majunya Wiwiet Mardiati [@wietski] ke atas panggung Bincang Edukasi.

Dalam penuturannya, Wiwiet menyatakan bahwa pendidikan tidak akan berhasil tanpa peran orangtua. Dia merasa amat senang karena akhirnya orangtua mendapat kesempatan untuk berbicara dalam perbincangan edukasi yang biasanya hanya melibatkan para pendidik.

Wiwiet tersentak dengan kenyataan bahwa orangtua adalah konsumen. Bahkan pendidikan yang sejatinya berpangkal pada keluarga pun sekarang menjadi mahal. Dan ketika pendidikan banyak yang kacau saat ini, di mana peran orangtua?

Buat Wiwiet, keluarga adalah pusat tata surya. Homeschooling membuat keluarga tidak lagi mutlak menjadi konsumen, tapi juga menjadi produsen. Minimal menjadi konsumen pintar, karena bisa memilih produk mana yang dibeli mana yang tidak.

Sepertinya mbak Wiet sangat menikmati berbicara di Bincang Edukasi sehingga melebihi waktu yang dialokasikan oleh panitia. Memang kalau membicarakan tentang homeschooling seperti tiada habisnya ya.. hehe 😀

***

Ainun Chomsun – Initiator of Akademi Berbagi

Sesi terakhir, diisi oleh pemenang Bubu Award 2011 kategori Community Leader – Ainun Chomsun [@pasarsapi] inisiator Akademi Berbagi yang baru berusia setahun tapi sudah memiliki puluhan kelas dan mendidik ribuan murid. Luar biasa.

Berawal dari Twitter sederhana yang dilontarkan mbak Ainun kepada pak Subiakto (praktisi iklan) bahwa dia mau belajar copywriting. Ternyata pak Subiakto membalas dengan antusias dan menyatakan dia bersedia mengajar secara gratis kalau ada 10 orang yang terkumpul. Ainun langsung melempar berita bahagia ini ke Twitter dan ternyata sambutannya cepat. Tak lama banyak yang mendaftar hingga akhirnya dengan berat hati harus dibatasi hanya 20 peserta. Pak Subiakto pun mengatakan bersedia membuka kelas berikutnya. Dari sinilah benih Akademi Berbagi [@akademiberbagi] dimulai.

Mengapa Akademi Berbagi bisa tumbuh dengan cepat? Ainun mengatakan karena semua merasakan manfaatnya. Orang bisa bertemu dengan orang lain di luar lingkarannya dari Akademi Berbagi, orang bisa mendapat pekerjaan dari Akademi Berbagi, semangat berbagi yang tumbuh dan menular ternyata terasa sangat menyenangkan. Ainun berhasil membuat “virus kebaikan untuk pembelajaran”.

Selama ini kita suka mendengar banyak tawaran “Cara cepat menjadi orang kaya”. Menurut Ainun hal ini sangat tidak mendidik karena orang jadi tidak menghargai proses. Untuk itulah Akademi Berbagi hadir, untuk berbagi proses, berbagi pengalaman, karena niscaya keberhasil seseorang itu tidaklah datang secara instan, ada jatuh bangun dan proses yang jauh lebih menarik untuk dipelajari lebih daripada keberhasilan itu sendiri.

Dari ayahnya, Ainun mendapat sebuah semangat “beri kaki pada mimpi” karena di dunia ini tidak ada yang tidak bisa kita lakukan. Yang ada kita mau atau tidak. Semua orang boleh bermimpi, tapi jangan lupa untuk memberi kaki pada mimpi.

Tips dari Ainun, apapun kegiatannya selama ada manfaatnya pasti banyak yang mendukung. Buang saja di timeline Twitter “saya mau bikin ini”, selama hal itu bermanfaat buat orang lain, pasti ada yang bantu.

Luar biasa..

***

Acara Bincang Edukasi #2 berlangsung cepat & padat. Tidak terasa sudah jam 9 dan harus diakhiri. Padahal rasanya banyak sekali yang masih bisa digali dari para pembicara.

Salah satu hal yang berkesan di luar acara inti adalah pertemuan dengan Anyi yang kata teman2 setipe dengan aku. Lebih terkejut lagi ketika melihat suaminya dengan kacamata bulat yang menurutku seperti berjumpa dengan Lala versi kurus bersanding Aar versi gondrong.. hehe.

Lebih lucu lagi kalau ditarik ke beberapa waktu yang lalu, ketika pertama kali mengenal Kreshna salah satu inisiator Bincang Edukasi. Dari tulisan & beberapa kisah yang dilontarkan oleh mbak Wiet, aku menangkap kesan kalau mas Kreshna ini agak2 mirip dengan adikku Andito Wibisono. Bukan karena mereka sama2 menyandang nama wayang, tapi sepertinya karakternya memang mirip Andit. Begitu ketemu langsung di #bined02 aku lihat memang mirip Andit. Lho kok ternyata di akhir acara aku baru tahu kalau Anyi itu adiknya Khresna. Lhaaa… sebuah kebetulan yang aneh.

***

Betapapun aku sangat menikmati Bincang Edukasi #2. Acara ini membuktikan masih banyak orang kreatif yang baik dan luar biasa di Indonesia. Semoga acara ini dapat menjadi benih unggul yang akan membuahkan perubahan besar bagi Indonesia tercinta kita ini. Amin.

5 thoughts on “Bincang Edukasi #2 @america”

  1. Acara yang luar biasa ya mbak, acara bincang edukasi ini setiap minggu? semoga ada websitenya ya ato laporan seperti yang mba lala bikin?biar yg jauh jg bs menikmati dan semoga pendidikan Indonesia akan lebih baik …

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.