fbpx

Belajar Terus


Banyak orang menyangka aku fasih bermain piano karena aku sering menciptakan lagu. Padahal sebenarnya kemampuanku bermain piano itu pas-pas-an. Yang penting bisa menuangkan ide lagu yang ada dalam pikiranku. Dalam proses membuat lagu, aku sering menggunakan alat bantu teknologi untuk menerjemahkan ide lagu yang ada dalam benakku. Karena sering menggunakan alat bantu teknologi, kemampuan bermain pianoku semakin turun dari tahun ke tahun.

Aku sebenarnya tahu kondisi ini. Tapi entah mengapa, keinginan untuk memperbaiki kemampuan bermain piano itu hanya muncul sayup-sayup saja. Kadang pengin memperbaiki kemampuan main piano. Tapi begitu kesibukan menerpa, keinginan itu pun sirna bersama angin, hehehe

Momentum Belajar Piano yang Terbuka

Sampai suatu malam, kami main ke Semarang dan menginap di kediaman keluarga mas Ilik Sas. Awalnya mengobrol tentang homeschooling bersama puluhan tamunya. Di akhir acara, tiba-tiba mas Ilik memintaku bermain piano di hadapan tamu-tamunya.

“Mati aku!” jeritku dalam hati.Aku sudah lama sekali tak berlatih piano dan aku tahu kemampuanku bermain live sangat buruk.

Tapi aku tak dapat menolak permintaan itu.

Sambil duduk di depan piano, aku bengong menatap tuts piano di hadapanku. Setelah memainkan satu lagu yang sangat sederhana dan salah-salah mainnya, aku seperti mendapatkan momentum. Aku menyadari bahwa kemampuanku bermain piano sudah amat sangat menurun, dan aku harus berubah.

Mencoba Belajar Mandiri

Setelah kembali ke Jakarta, aku menekadkan diri untuk memperbaiki kemampuanku bermain piano.

Diawali dengan mencoba mengikuti aneka tutorial di Youtube yang hanya bertahan beberapa minggu, aku kemudian berlangganan sebuah aplikasi belajar piano di HP.

Proses belajar menggunakan Youtube dan aplikasi berlangsung beberapa bulan. Tapi aku kemudian mulai mengalami kesulitan.

Video Youtube tidak terlalu cocok buatku. Penggunaan aplikasi belajar piano lumayan membantu, tapi kemudian aku mentok karena partitur yang digunakan semakin rumit, sementara aku memiliki kekurangan dalam kemampuan belajar menggunakan partitur yang rumit.

Mencari Tempat Belajar Piano

Karena merasa tidak terlalu berkembang saat belajar menggunakan aplikasi, aku merasa harus mencari guru piano yang bertemu offline.

Aku pun mulai survey ke beberapa sekolah musik, mencari tahu jenis kursus piano yang mereka punya. Ternyata semua kursus piano mengajar piano menggunakan partitur, walau untuk kelas piano pop sekalipun.

Padahal aku dan partitur rasanya sulit untuk bersatu. Aku ingin belajar piano yang tidak menggunakan partitur rumit sebagai alat belajarnya.

Akhirnya aku melempar keinginan mencari guru privat yang bisa mengajar piano tanpa partitur di media sosial, beberapa kawan kemudian merekomendasikan tempat kursus dan guru yang mereka kenal melalui inbox.

Mulai belajar bersama Mr Oktav di 7 String

Setelah menjajaki beberapa rekomendasi, aku berkenalan dengan Oktav Tumbel, seorang guru piano di Seven Strings Music School.

Saat bertemu pertama kali dalam sesi trial, Mr. Oktav mengajukan pertanyaan sederhana.

“Ibu tujuannya belajar piano apa?”

“Saya itu suka bernyanyi dan suka bikin lagu. Tapi saya kesulitan memainkan lagu-lagu di piano, bahkan lagu ciptaan saya sendiri kadang saya tidak tahu itu accordnya apa. Jadi saya ingin paling tidak bisa mengiringi diri saya sendiri dengan baik ketika bernyanyi. Tapi saya nggak mau pakai partitur. Bisa nggak?”.

Sambil tertawa Mr Oktav menjawab “Bisa saja bu, tapi tetap harus latihan tangga nada dan fingering ya? Karena itu pondasi bu. Kita perbaiki pondasinya dulu, supaya nanti ibu mau main lagu apa saja lancar”

Pertama kali aku main piano depan Mr Oktav rasanya jari-jariku kaku semua. Mencet tuts piano saja banyak yang tidak bunyi. Ya ampun, berkarat sekali kemampuanku.

Tapi ya, di mana-mana yang namanya keluar dari zona nyaman itu tidak mudah. Walau dalam pertemuan pertama dengan Mr Oktav aku sudah merasa sreg, hati kecilku tetap resisten. Otakku menolak karena membayangkan waktu yang harus disisihkan untuk berlatih piano setiap hari. Aku ingin menunda kursus 2 bulan dengan alasan ingin mulai belajar dalam kondisi 0, bukan minus. Aku membayangkan dalam 2 bulan aku mau latihan sendiri dulu. Nanti kalau sudah bener mencet tutsnya baru aku mulai latihan dengan Mr Oktav.

Untungnya mas Aar tidak sepakat (hehehe).

Sekian belas tahun pernikahan sepertinya sudah membuatnya mengenalku dengan baik. Aku menceritakan ulang pertemuanku dengan Mr Oktav dengan kalimat penutup “Jadi kayaknya aku mau belajar piano sama Mr Oktav tapi 2 bulan lagi lah supaya nggak minus-minus amat.”

Mas Aar dengan tegas bilang “Nggak. Langsung mulai aja minggu depan. Aku nggak yakin kamu latihan selama 2 bulan ini”

Perjalanan Belajar Piano bersama Mr Oktav

Bulan April 2017, akhirnya aku mulai kursus piano bersama Mr. Oktav di 7String. Pertemuannya seminggu sekali, sekitar 45 menit. Enam bulan pertama proses belajar berlangsung amaaan. Aku bisa mengikuti arahan belajar yang diberikan Mr. Oktav.

Tapi bulan-bulan berikutnya, tantangan mulai berdatangan.

Setiap minggu anak-anak di rumah menyaksikan betapa sulitnya aku menyeret diriku sendiri untuk berangkat kursus. Selalu ada gangguan dan hal yang perlu aku selesaikan pagi itu, entah dengan klien, entah deadline, entah hujan, entah ini entah itu.

Belum lagi dengan waktu latihan yang terasa makin sulit aku “selipkan” dalam keseharian. Padahal belajar piano itu bukan sesuatu yang bisa dikebut semalam. Kemampuan bermain piano itu (sebagaimana kemampuan-kemampuan lain) adalah buah dari ketekunan belajar sedikit-sedikit setiap hari.

Tahu sih teorinya, tapi sulit penerapannya.

Nyaris Mau Menyerah

Sampai akhirnya di ujung semester ke dua aku memutuskan, sepertinya aku cukup belajar Piano bersama Mr Oktav. Aku merasa terlalu sibuk untuk berlatih piano setiap hari. Aku merasa percuma kursus kalau ternyata kemampuanku tidak terasa peningkatannya, sementara PRnya makin banyak dan tugasnya semakin membutuhkan waktu latihan.

Sulit rasanya bagiku mencari motivasi dan menguatkan hati untuk berlatih setiap hari. Aku bahkan sering nyaris tertidur ketika berlatih fingering. Setiap selesai latihan piano, aku seperti orang habis lari keliling lapangan seratus kali.

Lebay? Memang. Tapi itulah yang kurasakan… Lelah dan hampir menyerah.

Di ujung rasa ingin menyerah itu, mas Aar terus menguatkan dan menyatakan begitu aku berhenti akan lebih sulit bagiku untuk memulai lagi.

Aku pun kemudian merefleksikan prosesku. Apa yang menyebabkan aku ingin berhenti dan apa yang membuatku sulit mencari waktu untuk berlatih. Aku berusaha menggali “mengapa” aku ingin bisa bermain piano dan apa yang ingin aku lakukan dengan kemampuan bermain pianoku ini.

Setelah proses refleksi dan melakukan modifikasi dalam rutinitas pagiku (yang mungkin akan aku ceritakan dalam tulisan yang lain), aku akhirnya menemuka semangat dan pola baru. Aku membangun kemenangan-kemenangan kecil saat berlatih setiap hari yang menaikkan semangatku dan membuatku tak jadi menyerah.

Tekanan Eksternal melalui Performance Assesment

Tak lama setelah aku berproses dengan diriku, Mr Oktav menawarkan untuk mengikuti “Performance Assesment” membawakan salah satu lagu ciptaanku yang diaransemen oleh Mr Oktav.

“Nggak papa ya bu, satu panggung sama anak-anak kecil, yang penting latihan berani tampil.”.

Antara yakin dan tidak yakin, aku menerima tawaran untuk mengikuti pertunjukan bersama para murid 7String.

Ternyata pancingan kecil ini lumayan menambah motivasi latihan piano setiap hari. Performance Assesment yang ada tanggalnya itu menjadi tekanan eksternal yang memaksaku berlatih.

Kejutan bermain di Hadapan Harry Darsono

Proses berlatih piano untuk keperluan Performance Assesment itu ternyata memiliki buah sampingan yang manis.

Hari Sabtu, sehari sebelum pentas, aku ikut serta dalam rombongan yang mendapat undangan personal untuk hadir di Museum Harry Darsono. Acaranya adalah tour di Museum Harry Darsono yang dipandu langsung oleh beliau. Sepanjang acara yang berlangsung selama 3 jam, beliau menjelaskan karya-karya masterpiece yang dibuatnya untuk berbagai tokoh kerajaan dunia, mulai pakaian, mahkota, kereta api, patung, piala, aneka pecah belah dan masih banyak lagi.

foto by Denyza Sukma

Dan yang paling menyenangkan, di akhir acara itu Harry Darsono yang usianya hampir 70 tahun mengajak kami mendengarkan permainan piano dan bernyanyi bersama. Aku juga mendapatkan kesempatan bermain piano membawakan 2 lagu ciptaanku secara privat di hadapan beliau.

Ini betul-betul kesempatan ajaib yang diberikan Tuhan kepadaku. Kesempatan dan timingnya betul-betul misterius. Kebetulan aku sudah berlatih piano sehingga bisa bermain piano lebih baik. Timingnya menjelang acara pentas sehingga latihanku masih terasa segar.

Terima kasih Tuhan….

Moment of Truth

Akhirnya hari itu pun tiba. Minggu, 29 April aku manggung bersama murid-murid 7 Strings yang imut-imut di Toba Dream Family Cafe Jakarta.

Saat hadir menjelang acara Performance Assesment, aku merasa ada yang aneh dengan diriku. Acara itu adalah ajang penampilan hasil belajar anak-anak dengan Viky Sianipar dan Henry Michael sebagai assessor.

Rasanya seperti mengantar Yudhis, Tata & Duta tampil dalam Performance Week. Tapi sekarang posisinya terbalik. Anak-anak yang mengantar ibunya untuk tampil.

Sulit bagiku menahan geli melihat diriku menunggu giliran manggung bersama anak-anak kecil. Dalam hati aku berkata pada diriku sendiri “Ya elah Laaaa, iseng banget kamu mempermalukan dirimu sendiri depan publik seperti ini.”

Duta saja bilang “Semangat ya bu! Ibu kan sudah rajin latihan. Ibu pasti bisa. Duta sering dengar latihan ibu bagus kok. Yang penting ibu tenang”’

Eeetdah, itu kan petunjuk aku padanya. Hahaha.

Sepanjang persiapan tampil, aku berusaha menenangkan diri, aku berusaha menghipnosis diri dengan mengatakan kepada diriku sendiri “ini pertunjukan anak-anak… ini pertunjukan anak-anak…”

makanan yang dibagikan saja “anak-anak” banget kaan?

Namun ternyata, ketika giliranku tiba, aku tetap stress. Kakiku gemeteran. Aku slip beberapa notes dan semua itu membuatku panik dan sulit mengontrol suaraku.

Terasa sekali aku kurang jam terbang. Terakhir kali aku tampil main piano di atas panggung itu waktu menemani anak-anak bernyanyi di Konser Peduli Musik Anak 5 tahun yang lalu. Itu pun mainnya cuma bas aja, majunya rame-rame pula, makanya santai, huehehe.

Tadi pagi ketika aku menulis jurnal, aku menyadari bahwa peristiwa penampilan bermain piano kemarin itu, walau kecil tapi sebenarinya merupakan lompatan besar bagiku.

Penampilan kemarin, walau sederhana, lumayan menumbuhkan keberanianku dan semangatku untuk terus belajar. Selapis demi selapis, setiap hari kukuatkan otot musikalitasku kembali, kukumpulkan keberanianku untuk bermain piano depan orang banyak lagi,

Semoga ini membuka turunnya lagu-lagu baru lagi. Semoga bisa menjadi saranaku berkarya kebaikan untuk masyarakat dan semesta. Amin.

A post shared by Duta dan Ibu (@lalamirajulia) on

bersama Mr. Oktav Tumbel
bersama Viky Sianipar

2 thoughts on “Belajar Terus”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.