Bagaimana kalau orangtua tidak mampu mengajar anak-anaknya di dalam homeschooling? Itu adalah sebagian pertanyaan yang sering ditanyakan kepada praktisi homeschooling.
Homeschooling tidak melihat pendidikan dengan sudut pandang mengajar seperti di sekolah (guru/otoritas yang mencurahkan ilmu pengetahuan kepada anak). Jadi, homeschooling bentuknya memang bukan seperti sekolah dan orangtua bukanlah guru.
Homeschooling lebih memandang pendidikan sebagai proses belajar anak (anaknya yang aktif ingin mengetahui). Jadi, fungsi orangtua yang utama di dalam homeschooling bukan mengajar, tetapi menjadi inspirator, motivator, dan fasilitator. Orangtua memfasilitasi dan membantu membukakan akses untuk proses belajar yang ingin dilakukan anak.
***
Nah, kita yang hidup pada masa ini bersyukur karena teknologi berkembang sangat pesat dan itu memberikan bantuan yang luar biasa untuk proses belajar anak-anak homeschooling. Walaupun orangtua tidak menguasai sebuah hal tertentu, berkat Internet mereka bisa melakukan proses belajar mandiri dan dengan bimbingan tutor dari berbagai penjuru dunia.
Sebagaimana yang sedang kami alami saat ini.
Beberapa waktu terakhir ini, Yudhis lumayan aktif mengeksplorasi dan belajar bahasa pemrograman Scratch. Dia membuat game dan macam-macam menggunakan panduan tutorial dan contoh-contoh yang dia ditemukan.
Atas “provokasi” Lala, Yudhis kemudian mencoba mengeksplorasi cara membuat game untuk iPhone dan iPad. Ketemulah dengan DragonFireSDK, tools untuk membuat aplikasi di iPhone dan iPad. Kalau melihat proses yang ada di video, caranya kelihatannya gampang. Yudhis pengin banget sehingga akhirnya membeli tools ini dengan tabungannya.
Ketika aku menanyakan kesungguhan niatnya membeli tools itu, dia menjawab dengan yakin,”Itung-itung biaya sekolah, pak.”
“Oke,” jawabku singkat.
Setelah mencoba beberapa kali, ternyata pemrograman C++ yang menjadi dasar untuk pembuatan aplikasi iPhone & iPad menggunakan DragonFireSDK itu masih terlalu sulit buat Yudhis. Apalagi, prosesnya ngetik semua, sementara selama ini dia biasa bekerja di Scratch dengan cara drag and drop.
So… kemudian Yudhis stuck.
***
Beberapa hari yang lalu, aku melihat berita di Techmeme tentang peluncuran situs baru yang jadi perbincangan di dunia teknologi. Situsnya tentang panduan untuk belajar pemrograman selama 1 tahun, yang dikirim secara bertahap. Launchingnya sukses, dalam 1 hari yang mendaftar sudah lebih 100 ribu orang.
Wah.. ini betul-betul kesempatan yang luar biasa. Anak-anak (dan siapapun) bisa belajar pemrograman secara bertahap, dengan bimbingan pakar dan dukungan lingkungan yang luar biasa. Aku membayangkan, dengan cara ini anak-anak bisa mendapatkan dasar pijakan pemrograman yang lebih kokoh daripada kalau mereka hanya mencoba-coba saja.
Aku tawarkan kepada Yudhis tentang situs itu dan dia tertarik. So, hari ini dia mendaftar di CodeYear. Aku juga mendaftar untuk menemani proses belajar Yudhis.
Penginnya sih ada teman-teman lain yang belajar juga; entah itu orangtua atau anak-anak. Kalau banyak yang belajar bersama, bisa saling bertanya dan menguatkan.
Hayuk… siapa yang mau menemani Yudhis belajar pemrograman?
5 thoughts on “Belajar Pemrograman di Code Year”
Wah hebat Yudhis, sampai berminat beli DragonFire SDK. Untuk C++ memang agak susah untuk diajarkan ke anak-anak. Saya sudah hampir 15th pegang C dan C++, tetapi masih sering bingung juga. Scratch sebenarnya cocok untuk anak-anak. Kalau Yudhis mau lebih coba http://unity3d.com/ itu SDK untuk game dan free kecuali kalau mau ngembangin untuk Android platform. Atau coba baca buku Packtpub Google SketchUp for Game Design Beginners Guide. Kalau yang ada perangkat kerasnya bisa dicoba Arduino di http://www.arduino.cc. Oke semoga membantu, dan selamat coding. 😛
Wah.. terima kasih banyak mbak Retno untuk tambahan resource belajarnya. Sangat berharga sekali. 🙂
kalau boleh tau dimana alamatnya pak ?
Ini kegiatan online. Alamatnya di: http://www.codeyear.com/