Di awal tahun baru ini, aku sudah membuat 2 posting tentang Manajemen Harapan. Yang pertama tentang pilihan homeschooling sebagai “politik aksi” di tingkat keluarga. Yang kedua tentang gaya manajemen Dahlan Iskan berkeliling lapangan dan melakukan troubleshooting masalah BUMN.
Kalau berbicara tentang harapan, tak lengkap kalau tak membicarakan tentang Anis Baswedan dengan inisiatifnya “Indonesia Mengajar“.
Inisiatif Anis Baswedan ini tertuang dalam kalimat yang ada di website Indonesia Mengajar: “Ini negeri besar dan akan lebih besar. Sekedar mengeluh dan mengecam kegelapan tidak akan mengubah apapun. Nyalakan lilin, lakukan sesuatu.”
Cara berfikirnya: Salah satu problem di dunia pendidikan adalah ketersediaan guru yang tidak merata. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah mengirimkan guru ke pelosok tanah air. Bukan hanya membantu proses pendidikan di tempat yang dikunjungi, proses ini akan memperkaya pengalaman hidup bagi anak-anak muda yang terlibat di dalamnya.
Maka, dibukalah undangan untuk para sarjana lulusan terbaik yang mau berjuang untuk Indonesia melalui dunia pendidikan. Mereka ditawari untuk kontrak mengajar di pedalaman selama 1 tahun. Ternyata undangan itu disambut antusias.
Pada periode pertama, ada 1.383 pelamar yang akhirnya disaring menjadi 51 pengajar muda yang mengikuti pelatihan selama 7 minggu dan kemudian diberangkatkan ke pelosok daerah. Sejak 2010 saat pertama kali diluncurkan, gerakan Indonesia Mengajar telah menjangkau lebih dari 18.000 siswa, tersebar di 117 desa di 14 kabupaten, 14 provinsi.
***
Senang melihat inisiatif seperti ini. Bahagia melihat anak-anak muda yang “mengorbankan” satu tahun hidupnya untuk menjadi pengajar muda. Kalau saja aku masih muda, aku mungkin termasuk diantara yang mendaftar untuk mengikuti kegiatan ini.
Mengikuti kegiatan ini menurutku bukanlah pengorbanan karena nilai pengalaman hidup yang diperoleh jauh lebih besar. Pengalaman bersentuhan dengan masalah nyata di lapangan, merasakan sendiri hidup bersama masyarakat Indonesia di pelosok akan memberikan rasa yang berbeda dibandingkan bekerja sebagai profesional di perusahaan asing bergaji besar.
“Rasa” yang diperoleh dari pengalaman nyata ini akan memberikan bekal empati yang besar. Ketika suatu saat para pengajar muda ini menjadi pemimpin negeri ini, mereka akan lebih sensitif terhadap kondisi masyarakat yang dipimpinya daripada masyarakat yang hanya menganggap masyarakat sebagai statistik dan memandangnya sebagai obyek kebijakan semata.
***
Aku suka inisiatif “Indonesia Mengajar”. Semoga dari sana akan terlahir pemimpin-pemimpin Indonesia yang berbeda dari pemimpin yang ada saat ini.