Ini sudah yang kesekian kalinya aku naik metromini yang tidak punya kenek alias semua penumpang membayar langsung ke pak supir.
Metromini sejatinya memiliki kenek karena bentuknya yang besar dan panjang dengan 2 pintu sangat memudahkan orang keluar masuk sesukanya tanpa membayar.
Tapi metromini arah Tebet ini menurutku unik karena supirnya dengan berani bawa mobil tanpa kenek. Bagaimana kalau ada orang yang langsung turun? Pak supir pasti tak akan bisa berbuat apa-apa karena sibuk menyupir.
Belum lagi kalau ternyata ada yang membayar tidak sesuai tarif. Pakai kenek saja terkadang aku masih mendengar keneknya bilang “kurang pak, seribu lagi”. Lha ini bagaimana?
Ternyata, dari sekian kali aku naik metromini tanpa kenek ini, aku mendapati bahwa semua (paling tidak sepanjang pengamatanku) penumpang membayar ke pak supir. Bahkan kelihatannya si supir tidak terlalu peduli kalau uangnya kurang. Dia mengembalikan uang kalau jumlahnya lebih. Tapi kalau ada yg membayar kurang dia terlihat pasrah saja.
Hebat sekali, batinku. Waktu awal duduk di metromini seperti ini aku pikir mungkin keneknya lagi sakit. Tapi kalau sering seeperti ini, menarik juga menyimak kepasrahan sang supir metromini dalam mencari rezeki.
Dibalik kesederhanaannya, dia pasti seorang pekerja keras yang menyerahkan jalan rezekinya sepenuhnya pada Tuhan.
Aku juga kagum dengan para penumpang metromini ini. Di tengah kota Jakarta yang konon rentan dengan kejujuran ternyata masih banyak orang-orang yang tak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Mendadak hatiku hangat oleh harapan bahwa suatu hari bangsa ini akan kembali dipenuhi orang-orang yang jujur. Semoga…
1 thought on “Angkutan Kejujuran”
Betul bu, sering juga ketemu metromini seperti itu. Ada juga elf 56 yang jurusan cileungsi-uki dimana para penumpangnya saling mengumpulkan ongkos untuk kemudian diberikan ke supirnya. Bentuk kerja sama yang sudah jarang di kota besar dan tanpa sadar memunculkan interaksi di antara penumpang.