Ada banyak model homeschool atau sering disebut homeschool model/methods. Ini kondisi yang membedakan homeschool dibandingkan dengan sekolah.
Saat anak bersekolah, proses belajar yang dilakukannya mengikuti standar-standar yang ditetapkan pemerintah. Proses belajar mengikuti pola-pola yang kurang lebih sama antara satu sekolah dengan sekolah lain. Ada kurikulum yang jadi acuan semua sekolah, anak-anak mengikuti jenjang mulai K1 sampai K12 dengan materi belajar yang sama, proses belajar dipimpin oleh guru dengan model belajar-mengajar memakai buku teks sebagai referensi utama, jadwal dan jam belajar sudah ditentukan selama 1 semester. Anak tinggal mengikuti saja pola yang sudah ditetapkan.
Dalam homeschooling prosesnya tidak seperti itu.
Keluarga bisa memilih model homeschooling yang sesuai dengan anak dan visi pendidikan keluarga. Model yang dijalani oleh satu keluarga bisa berbeda dengan keluarga lain, walaupun acuannya serupa.
Mengapa bisa berbeda? Karena homeschooling sangat bisa dikustom sesuai anak dan keluarga.
Oleh karena itu, PR orangtua yang ingin homeschooling adalah belajar tentang serba-serbi homeschooling karena ini “makhluk” yang berbeda sama sekali dengan sekolah yang kita kenal
Ragam Model & Metode Homeschool
Dalam kerangka konseptual, ada banyak jenis model dan metode homeschooling. Praktek di lapangan jauh lebih beragam lagi karena setiap keluarga mengadaptasi sebuah model dengan cara yang berbeda-beda pula.
Berikut ini ragam aneka model dan metode homeschool:
1. Model School-at-home
Model school-at-home mengambil model sekolah konvensional sebagai acuan dasarnya. Model ini menggunakan penjenjangan seperti anak sekolah, K1-K12. Materi-materi belajarnya seperti sekolah, tetapi pelaksanaannya dimodifikasi agar sesuai dengan kondisi rumah dan keluarga. Ciri khas dari school-at-home adalah: kurikulum, buku teks, guru mengajar, berbasis mata pelajaran, ujian.
Model ini biasanya cocok untuk keluarga yang merencanakan homeschooling sementara dan anak nanti akan kembali ke sekolah. Jadi, orangtua mencari model yang bisa memudahkan proses transisi dari sekolah ke homeschooling, dan sebaliknya.
Untuk diketahui, model school-at-home (sekolah di rumah) ini berbeda dengan model belajar school from home (sekolah dari rumah) yang terjadi selama pandemi. Perbedaan utamanya terletak pada otonomi. Dalam model sekolah di era pandemi, otonominya ada di guru/sekolah dan anak/keluarga hanya menjalani program-program yang sudah ditetapkan oleh guru/sekolah. Sementara itu, dalam model school-at-home, otonomi tetap di tangan orangtua/keluarga. Orangtua yang menetapkan target-target belajar yang sesuai untuk anaknya.
Orangtua homeschooling yang menjalani model ini biasanya menggunakan tutor, bimbel, atau memiliki kapasitas kuat secara akademis untuk membimbing anak sendiri.
2. Model Unschooling
Berbeda dengan sekolah yang terstruktur, unschooling adalah model yang berada di spektrum sebaliknya: sangat tidak terstruktur.
Unschooling banyak terinspirasi oleh pemikiran-pemikiran John Holt, tokoh pendidikan yang aktif di tahun 60-70an dengan memberikan kritik-kritik terhadap sistem persekolahan dan menawarkan sudut pandang yang bertolak belakang dengan sistem sekolah.
Berbeda dengan sistem sekolah yang dirancang di depan dengan mengutamakan ideal-ideal yang disusun oleh para ahli, unschooling sangat mengutamakan proses-proses belajar yang dijalani melalui proses mengalami.
“Learning is not the product of teaching. Learning is the product of the activity of learners.” ~John Holt
Unschooling tidak mendasarkan proses belajar pada sebuah kurikulum yang dirancang sebagai panduan ideal untuk semua anak. Unschooling menggunakan kebutuhan anak dan kehidupan anak sebagai basis kegiatan belajar anak.
3. Model Classical
Model classical dirancang sebagai upaya mengambil inspirasi dari pemikir-pemikir besar Yunani & Romawi yang menjadi dasar dari modernitas yang berkembang saat ini. Classical homeschool mengembangkan konsep belajar yang disebut Trivium, yang menggambar 3 urutan proses belajar anak: grammar, logic, dan rhetoric.
Buku utama yang sering menjadi referensi untuk praktisi classical homeschooling adalah “The Well-Trained Mind: A Guide to Classical Education at Home” karya Jessie Wise and Susan Wise Bauer.
Di Indonesia, sangat jarang praktisi homeschool yang menggunakan model ini.
4. Model Montessori
Sesuai namanya, homeschooling model Montessori mengambil inspirasi dari gagasan-gagasan tokoh pendidikan Italia, Maria Montessori. Banyak praktisi homeschooling yang menggunakan model Montessori, terutama pada saat anak usia dini.
Diantara prinsip-prinsip pendidikan Montessori adalah: Penghormatan pada anak (Respect for the Child), Pikiran yang Terbuka (Absorbent Mind), Periode Sensitif dalam Perkembangan (Sensitive Periods), Lingkungan Sesuai Anak (Prepared Environment), dan Mendidik Diri Sendiri (Auto Education).
Di lapangan, gagasan Montessori sering dikenali dengan penggunaan alat-alat bantu belajar (apparatus). Sesuai namanya, alat-alat ini sebenarnya berfungsi hanya membantu, tapi sering disalahfahami sebagai hal yang utama.
5. Model Charlotte Mason
Homeschooling menggunakan model Charlotte Mason, sering disingkat CM, dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan oleh tokoh pendidikan Inggris, Charlotte Mason.
Salah satu ciri khas model CM yang sangat dikenal oleh umum adalah penggunaan Living Books (buku hidup) yang digunakan dalam proses belajar Para praktisi CM melakukan kurasi buku-buku yang dinilai memiliki kekuatan untuk memicu intelektual dan imajinasi, serta memiliki kualitas baik di dalam penulisannya.
Di Indonesia model CM ini cukup populer digunakan oleh praktisi homeschool karena ada leader dan komunitasnya yang aktif mempelajari dan berbagi tentang pemikiran-pemikiran Charlotte Mason. Ada buku yang menuliskan secara khusus tentang metode Charlotte Mason yaitu “Cinta yang Berpikir”, karya Ellen Kristi.
6. Model Waldorf
Model homeschool Waldorf (seperti halnya sekolah Waldorf) berkembang dari pemikiran Rudolf Steiner. Model pendidikan ini menekankan pentingnya mendidik seluruh tubuh, pikiran, dan jiwa anak (body, mind & soul).
Di kelas awal, ada penekanan pada seni dan kerajinan (art & craft), musik dan gerak (music & movement), dan kegiatan di alam (nature). Anak-anak yang lebih besar diajari untuk mengembangkan kesadaran diri dan keterampilan menalar hal-hal untuk diri mereka sendiri. Anak-anak di homeschool Waldorf tidak menggunakan buku teks standar; sebaliknya, anak-anak membuat buku mereka sendiri.
Salah satu satu ciri model Waldorf yang dikenal adalah dorongan untuk kegiatan di alam, tidak menonton TV & tidak menggunakan gawai.
7. Model Eclectic
Sesuai namanya, eclectic berarti gado-gado. Praktisi homeschool yang menggunakan model eclectic tidak menggunakan sebuah sumber gagasan/model sebagai satu-satunya rujukan utama, tetapi mencampurkan beberapa metode sesuai preferensinya.
Tujuh model homeschooling yang dituliskan di atas adalah model yang dianggap populer dan sering digunakan oleh praktisi homeschooling maupun dibahas dalam buku-buku referensi tentang homeschooling. Di luar 7 model yang disebut di atas, masih banyak model homeschool yang lain. Apalagi spirit dasar homeschool adalah customised education yang bisa disesuaikan dengan anak dan keluarga.