fbpx
Wanna be Trainer - Pengalaman mengikuti training Jamil Azzaini hari pertama

Wanna be Trainer – Pengalaman mengikuti training Jamil Azzaini hari pertama

Wanna be Trainer - Pengalaman mengikuti training Jamil Azzaini hari pertamaWanna be Trainer (WBT) ternyata adalah satu training terbaik yang pernah aku ikuti. Harus aku akui, ekspektasi awalku sebelum mengikuti training ini tidak terlalu besar karena aku belum terlalu mengenal sosok Jamil Azzaini sebelumnya.

Pertama kali aku melihat pak Jamil tampil waktu di acara Bisma Big Moment dan merasa bahwa pak Jamil ini menarik. Beliau membungkus penampilannya bak seorang pendongeng, peserta tidak merasa digurui sehingga pesan-pesan yang disampaikan bisa masuk lebih  baik.

Kesempatan mengikuti Wanna be Trainer (WBT) datang padaku karena aku adalah salah satu trainer BISMA. Bersama Mella, aku diantar mas Faizal pergi ke Bogor tanggal 6 April lalu untuk mengikuti pelatihan selama 3 hari.

***

Kesan pertama di hari pertama cukup menarik. Begitu acara dimulai, pintu yang tadinya tertutup rapat dibuka bersamaan dengan iringan musik yang menghentak dan yel-yel serta sambutan tepuk tangan dari para fasilitator. Suasana ini membangun energi kehangatan sehingga aku sebagai peserta baru langsung merasa nyaman dan diterima.

Setelahnya pak Ian maju memperkenalkan diri sebagai Komandan selama acara Wanna be Trainer (WBT) berlangsung. Kami diberi gambaran bentuk acara, the do & don’t, diajak senam muka & berjoget untuk mencairkan suasana.

Pak Jamil kemudian mulai dengan memberikan rumus 20:80 -> di dunia ini ada 20% orang yang berebut 80% kue rezeki, dan sisanya 80% orang berebut 20% kue rezeki. Lalu bagaimana menjadi kelompok 20% itu? Pak Jamil menyatakan bahwa salah satu syarat menjadi kelompok 20% adalah “Wajib bicara”. Karena seseorang boleh mempunyai gagasan yang terhebat, tapi jika tidak pernah bisa meyakinkan orang lain, maka gagasan itu akan sia-sia.

Walau demikian, bicaranya tidak boleh asal bicara. Bicaranya harus yang sistematis & baik. Rumusnya = menikmati x sistematis x berpengaruh. Itulah goal dari training Wanna be Trainer (WBT) ini.

Untuk melatih kami menjadi orang yang seperti itu, para peserta WBT  dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Aku masuk dalam kelompok 2 yang dengan cepat langsung merasa akrab. Dalam diskusi kelompok, disepakati untuk menamakan nama kelompok kami CANTUNG, artinya CANtik berunTUNG 🙂

Tugas pertama dalam pelatihan Wanna be Trainer (WBT) ini tentu saja berkenalan di antara teman satu kelompok, kemudian bertukar kartu nama dengan peserta dari kelompok lain. Setelah itu kami diharuskan membuat yel-yel yang heboh. Dari awal aku langsung suka dengan teman-teman satu kelompokku. Semua terlihat antusias, semangat & tak ada yang ingin mendominasi. Semuanya aktif berkontribusi, jadi seluruh anggota mudah untuk menjadi kompak.

Sesi berikutnya adalah pengenalan tentang pentingnya Ice Breaking sebelum memulai sebuah acara/seminar/pelatihan. Mengutip sebuah riset, ilmu lebih banyak diserap kalau diberikan dalam keadaan menyenangkan. Oleh karena itu, kemampuan mencairkan kebekuan suasana (ice breaking) adalah sebuah ketrampilan penting yang harus dimiliki oleh pembicara publik/trainer. Untuk itulah, dalam sesi praktek setiap kelompok kemudian diminta untuk mempersiapkan materi ice breaking yang akan ditampilkan bergantian di setiap awal sesi.

***

Salah satu hal yang disampaikan pak Jamil  adalah mengenai masalah yang sering dihadapi para trainer: takut, suara bergetar, tidak berani menatap & lupa isi materi.

Mengapa masalah ini sering muncul?

Kata pak Jamil, ketakutan itu biasanya disebabkan karena kita tidak menguasai materi, status audience yang terlalu tinggi, khawatir salah bicara, atau kita punya masalah fisiologi tubuh. Makanya, kita diminta untuk mengingat prinsip Larry King (seorang pembawa acara talkshow dengan tokoh-tokoh terkenal) yang kurang lebih bunyinya “untuk memimpin perusahaan, dia lebih canggih dari saya. Tapi untuk wawancara, saya lebih hebat dari dia”.

Pak Jamil pun memberikan beberapa tips melawan grogi, antara lain: memutar lagu, mengatur nafas, memencet tulang leher dengan dua jari, membidangkan dada, menatap ke atas mencari semangat, loncat-loncat di kamar mandi, mengepalkan tangan, memperbaiki posisi berdiri sampai berdoa. Cara pak Jamil menyampaikan tips-tips di atas sangat menarik sehingga aku menangkapnya dengan mudah.

***

Satu hal penting yang membekas di hati di dalam cerita pak Jamil adalah kebiasaan pak Jamil tidur hanya 4 jam sehari. Menurut pak Jamil, manusia tidur 8 jam dalam 24 jam sehari. Itu berarti 1/3 hari digunakan untuk tidur. Belum kalau kita tidur siang, tidur saat rapat, di perjalanan dll. Berarti, berapa banyak waktu yang dihabiskan hanya untuk tidur? Kalau usia kita 60 tahun, berarti 20 tahun dalam kehidupan dipakai untuk tidur. Di situ aku merasa bahwa jangan-jangan ini kenapa aku merasa selalu kekurangan waktu… waktu tidurku masih terlalu banyak. Aku harus bisa lebih mengefektifkan waktuku lagi.

Pak Jamil pun menjelaskan tentang Rantai Gajah. Sebuah hal yang ada dalam pikiran kita, persepsi akan diri kita, yang membuat kita sulit untuk maju. Setiap orang pasti punya rantai gajahnya masing-masing. Dan tugas terberat adalah melepaskan satu persatu rantai gajah yang kita miliki.

Nah, memulai waktu lebih pagi dan mengurangi jam tidur mungkin bisa menjadi jalan untuk rantai gajahku, yaitu selalu merasa kekurangan waktu. Padahal aku sudah merasa bekerja keras sepanjang hari.

Dalam kelompok kami lalu mengisi workbook yang membantu menggiring kami hingga bisa menemukan rantai gajah masing-masing. Pak Jamil menyarankan peserta untuk melakukan 90 hari pembiasaan untuk melepaskan rantai gajah. Itu berarti, jika kita melakukan sebuah kegiatan teratur selama 90 hari, maka kegiatan tersebut akan menjadi kebiasaan dan satu rantai gajah pun akan lepas.

***

Sesi terakhir di hari pertama acara Wanna be Trainer adalah melatih antusiasme. Dalam kelompok, kami diberikan secarik kertas lalu diminta untuk memperagakannya sampai seluruh anggota kelompok lain bisa menebak apa isi perintah dalam kertas.

Terakhir, kami diminta untuk menuliskan dalam workbook prestasi terbaik apa yang ingin dicapai yang dapat dipersembahkan ke Tuhan, orang tua, keluarga & masyarakat.

***

Training Wanna Be Trainer (WBT) ini berlangsung di Bogor, mulai jam 08.00-17.00 selama 3 hari berturut-turut.  Untuk mempermudah urusan transportasi, aku & Mella menginap di Hotel Amaris yang letaknya sangat dekat dengan lokasi acara di IPB International Convention Centre. Bersama dengan kami, ada mbak Dwi yang juga ikut menjadi teman sekamar. Asiiik… senang akhirnya bisa nginep bareng Mella & ngobrol ngalor ngidul 🙂

(Bersambung)

6 thoughts on “Wanna be Trainer – Pengalaman mengikuti training Jamil Azzaini hari pertama”

  1. Pengalaman yang sangat luar biasa ni mbak, bisa ikut langsung dalam training yang digelar oleh orang yang handal dibidangnya
    sukses selalu buat anda dan juga rumahinspirasi.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.