fbpx

Permendikbud no 129/2014 tentang Homeschooling (SekolahRumah)

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 129/2014 tentang SekolahRumah di akhir masa jabatannya. Salinan peraturan itu beredar di Internet tanpa tanggal, tapi menurut beberapa teman dikonfirmasi bahwa itu adalah keputusan resmi.

Download Permendikbud no 129/2014

***

Apa makna peraturan tentang SekolahRumah itu bagi para praktisi sekolahrumah (homeschooling)?

1. Penegasan eksistensi sekolahrumah

Dari sisi legal, keberadaan sebuah peraturan menteri yang secara khusus membahas tentang sekolahrumah menegaskan tentang eksistensinya yang tak bisa dinafikan begitu saja. Berarti, nomenklatur atau istilah sekolahrumah sudah dikenal secara legal dan status sekolahrumah semakin jelas legalitasnya.

2. Dialektika negara dan masyarakat

Keberadaan peraturan menteri tentang sekolahrumah merupakan wujud keterlibatan negara dalam penyelenggaraan sekolahrumah. Hal ini bisa bermakna positif jika pemerintah bisa memfasilitasi proses homeschooling dan meningkatkan kualitas pendidikan secara umum. Tapi hal ini juga bisa bermakna negatif jika pemerintah memiliki aspirasi yang berbeda dengan para praktisi sekolahrumah.

Ini akan menjadi tarik-menarik yang dinamis yang perlu dilihat sebagai proses sosial yang tak pernah final. Sebuah kebijakan perlu dilihat dalam konteks sosiologis untuk melayani kebutuhan pada sebuah masa tertentu. Jika kebijakan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan realitas masyarakat, maka kebijakan itu tak ada salahnya untuk
diubah.

Spirit dari dinamika ini adalah mencari titik temu antara kebutuhan individual masyarakat untuk mendapatkan pendidikan terbaik dengan kebutuhan negara untuk menjaga nilai-nilai kolektif masyarakat.

3. Proses yang tak terelakkan

Keterlibatan pemerintah di dalam proses homeschooling adalah hal yang tak terelakkan seiring dengan perkembangan para praktisi homeschooling dan kebutuhan proses penyetaraan dengan sekolah bagi sebagian keluarga. Di berbagai negara di dunia, aturan mengenai homeschooling sangat beragam, mulai yang sangat longgar hingga ketat, bahkan ada negara yang melarang homeschooling seperti di Jerman.

Apapun keputusan pemerintah, ini adalah bagian dari dinamika. Sambil pendidikan anak jalan terus, praktisi homeschooling yang memiliki concern bisa ikut memperjuangkan melalui cara-cara yang bisa dilakukannya.

***

regulations and rules

Catatan pribadi tentang Permendiknas 129

Sebagai salah seorang praktisi homeschooling, aku punya beberapa pendapat. Pendapat ini mewakili pribadi, tidak mewakili keluarga homeschooling yang lain atau sebuah perkumpulan tertentu.

Menurutku: banyak revisi yang harus dilakukan pada peraturan menteri ini.

1. Kerancuan pengertian & kategori sekolahrumah

Satu masalah agak mendasar dalam dunia homeschooling di Indonesia adalah pengertian homeschooling yang kurang tepat.

Sepengetahuanku, homeschooling adalah sebuah model pendidikan di mana orangtua tidak menyekolahkan anak dan memilih bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya. Lihat: podcast pengertian homeschooling dan komunitas homeschooling.

Problemnya, banyak lembaga sekolah & bimbel yang kemudian melabeli dirinya dengan sebutan homeschooling. Mereka menyebut dirinya homeschooling komunitas XYZ. Padahal, hakikatnya mereka adalah lembaga sekolah. Pada lembaga-lembaga ini, tanggung jawab utama penyelenggaraan kegiatan belajar diselenggarakan oleh lembaga (bukan orangtua), tak berbeda dengan sekolah.

Istilah yang lebih tepat untuk lembaga-lembaga semacam ini menurutku adalah sekolah-fleksi (flexi-school) yang berasal dari kata flexibel (masuk hanya beberapa hari seminggu, proses belajar lebih fleksibel dibandingkan sekolah) atau sekolah komunitas.

Diferensiasi ini penting karena akan berimplikasi pada aspek legal dan pengelolaannya.

Secara legal, homeschooling atau sekolahrumah adalah jalur pendidikan informal, sementara sekolah komunitas atau sekolah-fleksi adalah jalur pendidikan nonformal.

2. Spirit pendidikan informal & nonformal

Pendidikan nonformal adalah pendidikan inisiatif dari masyarakat yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal (sekolah). Jalur pendidikan ini diatur oleh negara, tapi dengan intensitas yang lebih longgar dibandingkan pendidikan formal (sekolah) yang “highly-regulated”.

Sementara itu, pendidikan informal adalah inisiatif masyarakat yang biasanya lebih tidak terstruktur. Walaupun begitu, pemerintah tetap membuka peluang untuk penyetaraan hasil pendidikan informal.

Menurutku, pendidikan informal harus memiliki ruang yang luas. Prinsip dasarnya, kalau tidak ada bahaya, tidak usah diatur. Pemerintah cukup memastikan bahwa pendidikan informal selaras dengan aturan hukum lain (mis: UU tentang anak, KUHP, dsb).

Dalam konteks materi pembelajaran di jalur informal, pemerintah cukup mengatur pada sisi konten, standar kompetensi lulusan. Adapun proses dan sarana belajarnya diserahkan sepenuhnya pada masyarakat. Yang penting dijaga adalah agar materi-materi yang berhubungan dengan tata kehidupan bermasyarakat dijalankan seperti Akhlak (sisi sosial dari agama), Bahasa Indonesia dan Kewarganegaraan.

3. Fleksibilitas & kebutuhan data

Inisiatif masyarakat (jalur informal) membutuhkan fleksibilitas yang tinggi untuk beradaptasi dengan kondisi di lapangan, baik yang berkaitan dengan anak, perubahan lingkungan sosial-ekonomi, teknologi, dan sebagainya. Fleksibilitas adalah kunci kekuatan sektor informal.

Oleh karena itu, spirit pengelolaan HS adalah less-regulated, minim intervensi pengaturan. Penyelenggaraan HS seharusnya tak membutuhkan persetujuan dari pemerintah sebagaimana setiap warga negara bisa bebas memilih pekerjaan. Jika dibutuhkan data, maka yang diperlukan adalah pelaporan (bukan persetujuan). Aku tidak sepakat dengan spirit peraturan ini yang bersifat mengontrol praktisi pendidikan sekolahrumah.

Negara berkepentingan terhadap homeschooling dalam konteks pendataan. Intinya negara butuh statistik seperti APK (Angka Partisipasi Kasar) yang mengukur jumlah anak-anak yang menempuh jenjang pendidikan tertentu.

 

4. Penyederhanaan Proses Ujian Kesetaraan

Karena jalur informal relatif bebas dan tidak diatur oleh negara, mekanisme ujian penyetaraannya pun semestinya bisa disederhanakan prosedurnya. Beberapa tahun terakhir ini, persyaratan mengikuti ujian kesetaraan semakin rumit karena jalur pendidikan informal diperlakukan seperti jalur formal (sekolah). Ada syarat terdaftar di lembaga nonformal, rapor lengkap, batas usia, belum lagi biaya yang tak murah.

Aku membayangkan, proses ujian bisa disederhanakan seperti Ujian TOEFL/SAT/Cambridge IGCSE. Pemerintah membuat Standar Materi dan Testing Center. Syarat ujian hanya data administrasi dan biaya. Ujian diselenggarakan beberapa kali setahun. Sistem ujian berbasis komputer (computer-based testing) sehingga seluruh proses transparan.

Jadi, anak yang sudah menyelesaikan proses belajar dan siap ikut ujian tinggal mendaftar dan ikut ujian. Mereka bisa mengulang lagi kapan pun

23 thoughts on “Permendikbud no 129/2014 tentang Homeschooling (SekolahRumah)”

  1. Pak Aar, saya kesulitan menemukan pembatasan usia di dokumen. Mohon bantuannya untuk dijelaskan, ya, Pak. Terima kasih.

  2. sy suka jalur pengembangan perspektif pemikiran pak Aar. benar2 mampu memposisikan diri sbg anti tesis materi UU yg dikritik. Sekalipun fenomena ini msh butuh riset pengayaan, baik pada dimensi sosiologis, psikoligis maupun kebijakan, ttp yg jelas, pemerintah, melalui para pakarx, hrs legowo terpanggil utk menyikapi fenomena ini secara saintifik. soalx sdh terlalu byk kebijakan yg compang-camping krn tdk “memaksa” bobot pendekatan ilmiah.
    bravo pak Aar. salam knal.

  3. Sy bingung utk menentukan anak sy mau di masukkn ke sekolahan umum / homeschooling aja ya? Soalnya sy ingin anak2 tuh bs menghafal Alqur’an. Kalo sambil sekolah (yg setiap hari masuk) + mengikuti kegiatan di sklhnya,pasti keteter utk menghafal Alqur’annya. Sy berniat masukin anak homeschooling aja,apakah bs dibpertanggung jwbkan kl sy sbg ortu memilihkan anak homeschooling? Mhn penjelasannya mks

    1. Setiap pilihan tentu ada konsekuensinya. Sekolah atau homeschooling sama-sama legal. Yang penting, mengenali konsekuensi, menyiapkan terbaik untuk anak2, dan bekerja keras untuk mewujudkannya..

  4. Untuk mendirikan Home schooling ini apakah sang Ibu harus memiliki kriteria jenjang pendidikan yg khusus ?Harus S1 atau yg lebih tinggi dari itu misalnya ? atau memiliki keterampilan khusus ?

    1. Homeschooling dijalani di keluarga masing-masing. Homeschooling tidak didirikan karena homeschooling homeschooling bukan sebuah lembaga.
      Sampai saat ini tidak ada aturan yang mengatur kriteria jenjang pendidikan Ibu. Yang penting orangtua yang anaknya mau HS perlu belajar meningkatkan keterampilan parenting dan menjalani homeschooling untuk anak-anaknya

  5. Pak AAR kalau saya mau mulai homeschooling untuk anak saya apakah saya harus daftarkan dulu ke Sekolah formal untuk dapat nomor induk siswa? Boleh saya minta info ptosdur resminya.
    Terimakasih

    1. Proses untuk mendapatkan NISN (Nomor Induk Siswa Nasional) bukan di sekolah, mas. Tapi di PKBM. Jadi, anak perlu didaftarkan di PKBM.

        1. Aturan tertulisnya sejak mulai homeschooling. Tapi di lapangan banyak PKBM yang menerima pendaftaran setahun sebelum ujian. Untuk lebih pasti, cek di PKBM yang Anda tuju

  6. Salam kenal mohon pencerahan , saya sangat tertarik menjadi orang tua home schooling kalu saya saya tidak salah bhasa .bisakah kasihn saya info dimana saya bisa belajar atau pelatihan parenting home schooling .saya sangat menghargai informasi dari bapak trimakasih salah

  7. mas Aar, jika berkenan apakah boleh tanggapan mas Aar di catatan pribadi terkait permendikbud di artikel ini dicantumkan kutipan permendikbud nya? Bagi saya cukup sulit mengkritisi sebuah peraturan, apalagi saya masih minim pengalaman jadi saat saya membaca permendikbudnya saya merasa tidak ada yang ‘salah’. namun setelah membaca feedback mas Aar membuat saya jadi mencek ulang isi permendikbud yang dilampirkan.

    barangkali ada orang tua lain yang seperti saya, mungkin jadi lebih terbantu dengan kutipan permendikbud yang mas Aar komentari. terimakasih sebelumnya.

    1. 1. Peraturannya tidak hanya perlu dibaca per kalimat, tapi juga gagasan utuhnya. Saya tidak mengomentari kalimat per kalimat
      2. Homeschooling itu adalah pendidikan berbasis keluarga (informal).

      Pengelompokan HS tunggal, majemuk, dan HS komunitas itu tidak ada di dunia homeschooling.
      Praktik yang ada adalah HS tunggal: orangtua yang memilih menjalani sendiri dan tidak bergabung di komunitas tertentu
      HS komunitas: orangtua bergabung di komunitas HS (kumpulan praktisi HS, bukan lembaga PKBM yang dilabeli HS)

      Secara legal, keduanya tidak berbeda substansinya.

      1. mohon info syarat mendirikan home schooling. saya pengelola bimbel dan ibgin mengembangkannya menjadi PKBM

  8. Mohon pencerahannya pak Aar, Sy jg pengelola bimbel (bimba). Apa bisa kalau saya mengajukan homeschooling untuk siswa saya setelah selesai bimba? Dan apa saya bisa mengajukan NISN untuk siswa saya setelah homeschooling (SD) karna dibimba tidak bisa mengajukan NISN. Terimakasih banyak sebelum dan sesudahnya ???

    1. Homeschooling bukan lembaga. Homeschooling adalah orangtua yang menjalani pendidikan berbasis keluarga. Dalam proses ujian Paket, keluarga bermitra dengan PKBM.

  9. Pak Aar… Konsep sekolah payung itu bagaimana, menurut pak Aar?

    Apakah bisa hanya mengikuti ujian akhir nasional sja?

    1. Kalau cuma ikut hanya ujian akhir saja sudah pasti tidak bisa. Syarat Ujian harus sudah menyelesaikan materi belajar (yang ditunjukkan dengan punya rapor).
      Sekolah payung itu menginduk pada sekolah negeri, materi dan belajarnya mirip seperti sekolah (lebih ketat dibandingkan PKBM).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.